Sabtu, 30 Oktober 2010

HUTAN TANAMAN INDUSTRI LESTARI.... (Bagian 8) - MANAJEMEN TEGAKAN

Tegakan Hutan Tanaman tersusun oleh pohon-pohon yang tumbuh sejak awal di tanam, dipelihara sampai siap panen. Biasanya untuk tanaman HTI fast growing yang diperuntukkan untuk kayu bahan baku serpih (BBS) , pemeliharaan pemupukan dan pengendalian gulma hanya dilaksanakan sampai di bawah 24 bulan sejak tanam. Sementara untuk HTI kayu pertukangan (mechanical wood) , pengelolaan tegakan akan dilanjutkan dengan perlakuan pruning (pemangkasan) dan thinning (penjarangan).

Penjarangan dan Pemangkasan (Thinning dan Pruning) pada HTI yang diperuntukkan menjadi kayu pertukangan sangat menjadi krusial karena tindakan ini yang akan menentukan kualitas batang (log) yang akan dipanen. Diharapkan pada saat panen akan diperoleh Log-log berdiameter besar, tinggi bebas cabang maksimal, dan tentunya kualitas kayunya yang optimal. Permasalahan mata kayu (knot) akan menjadi perhatian dalam pengelolaan tegakan kayu pertukangan. Teknologi pruning dan thinning berkembang sedemikian rupa , sehingga diperoleh produktivitas tegakan yang maksimal telah dipelajari negara-negara penghasil kayu pertukangan dari HTI seperti Amerika, Amerika Latin, Australia, Eropa dan beberapa negara Asia . Species yang dikembangkan untuk kayu pertukangan juga relatif berbeda dengan HTI yang diperuntukkan untuk kayu BBS. Di Indonesia , perusahaan PERHUTANI di Jawa sudah mengetahui pola silviculture kayu pertukangan untuk jenis Jati  (Tectona grandis) , Mahoni (Swietenia sp.), Gmelina arborea, Pinus merkusii, dan Sengon (Paraserianthes falcataria)  dan beberapa species lain seperti Dalbergia, Cassia seamea, Khaya , Melia, Anthocephalus spp. dsb.  Umumnya daur panen kayu pertukangan juga bervariasi berdasarkan speciesnya, untuk species fast growing seperti Sengon dan Gmelina, masa daur panen adalah > 10 tahun, sedangkan untuk species slow growing seperti Jati, Mahoni dan Pinus biasanya malah > 30 tahun.  Beberapa species lokal di Amerika , Eropa dan Australia malah mempunyai daur panen antara > 40 tahun misalnya Picea sp. , Abies sp., Populus sp, Araucaria sp, Pseudotsuga sp, dsb.

Foto: Tegakan Eucalyptus clone umur 5 tahun dengan MAI 45 m3/ha/tahun

Mengapa untuk kayu BBS jarang (bahkan tidak pernah) dilaksanakan kegiatan Pruning dan Thinning?  Semata-mata alasan yang dapat diajukan adalah karena masa panen (daur) tanaman yang diperuntukkan untuk BBS adalah pendek ( 6-8 tahun,  kegiatan pruning serta thinning itu berbiaya mahal, dan efek dari pruning dan thinning terhadap kayu BBS yang berumur 6-8 tahun tidak akan optimal . Efek perlakuan thinning dan pruning yang paling utama adalah peningkatan KUALITAS INDIVIDU pohon, terutama diameter batang yang memang menjadi syarat utama dalam pembuatan kayu pertukangan seperti balok, papan, dan veneer.  Dan setelah perlakuan thinning rata-rata dibutuhkan waktu +/- 4 -6 tahun agar dampaknya terlihat terhadap perkembangan diameter batang dan penutupan mata kayu akibat pruning.  Biasanya juga, setelah perlakuan Thinning, perlakuan pemupukan dan pengendalian gulma termasuk mematikan trubusan dari sisa tunggul pohon yang ditebang harus dilaksanakan, agar kondisi pertumbuhan individu pohon yang ditinggalkan dapat maksimal. Semua perlakuan tambahan ini membutuhkan biaya dan tentunya secara ekonomi harus terbayar dengan output kayu yang akan dipanen nantinya.  Intinya, tegakan membutuhkan waktu untuk recovery setelah perlakuan Thinning dan Pruning.

Produktivitas tegakan HTI baik itu untuk kayu BBS atau kayu pertukangan biasanya dinilai dari angka Volume kayu yang dihasilkan. Biasanya dengan menggunakan satuan meter kubik kayu. Pemantauan produktivitas tegakan sejak penanaman dilaksanakan sudah menjadi sebuah keharusan dalam manajemen HTI agar dapat diketahui perkembangan produktivitas. Kegiatan Inventory Hutan telah berkembang sedemikian rupa seiiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan kehutanan. Saat ini dinegara-negara yang ilmu kehutanannya telah berkembang pesat,  untuk menduga potensi tegakan telah memanfaatkan teknologi satelit dan teknologi perpetaan (GIS) yang terupdate secara konsisten.

Penilaian produktivitas tegakan HTI sebelum dipanen biasanya dilakukan untuk menilai Mean Annual Increment (MAI) dan Current Annual Increment ( CAI). MAI adalah rata-rata pertumbuhan tahunan dan untuk volume kayu bisanya dengan menggunakan satuan m3/ha/tahun , sedangkan CAI adalah pertambahan volume tahunan dan biasanya menggunakan satuan m3/ha.   Contoh Tabel perhitungan MAI dan CAI adalah seperti di bawah ini



Pada umumnya perhitungan inventory tegakan dilaksanakan untuk mengetahui perkembangan MAI dan CAI tegakan, sehingga dapat diketahui pola perkembangan umum dari tegakan yang ditanam dan ilmu yang sangat terkait dengan itu disebut BIOMETRIKA HUTAN. Saat inilah peran ilmu statistika memegang peranan penting untuk menentukan pola kurva pertumbuhan atau growth curve yang berguna untuk memprediksi produktivitas tegakan. Secara umum growth curve tegakan HTI (tanpa penjarangan) selalu mengikuti pola kurva sigmoid (S) , dimana ada masa ketika produktivitas mencapai titik optimal dan kemudian mendatar seiiring dengan umur tegakan. Bentuk pola sigmoid umumnya secara statistik mengikuti pola persamaan Logistic curve , Richard Model dan atau Gompertz curve . Model regresi Sigmoid ini sangat tergantung kepada data yang dianalisis. Bentuk curva Logistic dan Gompertz seperti di bawah ini :



Pada saat sebuah model pertumbuhan ini diketahui, maka dicoba digunakan untuk memprediksi seluruh tegakan yang ada. Walaupun tentunya penggunaannya harus sangat hati-hati karena kemungkinan kurva ini hanya berlaku pada satu kondisi dimana data untuk penyusun kurva ini diperoleh dan bisa sangat berbeda dengan kondisi tegakan lain. Sangat tidak representatif menggunakan kurva ini untuk seluruh species atau seluruh kondisi tapak, karena masing-masing species dan tapak memiliki pola pertumbuhan tersendiri. Kurva yang diperoleh dari suatu tegakan sangat tergantung kepada species yang dikembangkan, kualitas genetik yang digunakan, kualitas lahan, tindakan silviculture, kondisi iklim, dan ada tidaknya gangguan lain pada tegakan yang dinilai, misalnya kebakaran, serangan hama dan penyakit, serta adanya kejadian ekstrim yang mengakibatkan pola pertumbuhan tegakan berubah. Di negara-negara maju, penggunaan kurva pertumbuhan sudah sangat spesifik misalnya berdasarkan species dan klon yang dikembangkan; berdasarkan site class; berdasarkan daur tanaman; berdasarkan ketinggian tempat; berdasarkan tindakan silviculture misalnya jarak tanam, pemupukan, dsb; dan berdasarkan hal-hal lain yang mempengaruhi pola pertumbuhan tegakan yang dikaji terus menerus.

Dalam manajemen HTI yang baik, setiap pengusaha HTI akan sangat konsen dengan perubahan pola pertumbuhan tegakan, dan penerapan Inventory Hutan yang benar-benar representatif dan valid akan menjadi pedoman perusahaan dalam menentukan kebijakan manajemen hutan. Setahu saya, perusahaan Aracruz, JARI, International Paper, Veracell, StoraEnso,  Klabin, SAPPI dan Mondi dan perusahaan HTI lainnya di dunia bahkan memiliki divisi atau departemen sendiri untuk menangani dan mengkaji Biometrika Hutan ini. Mereka melakukan pengukuran (inventory) tegakan secara rutin dan representatif dari seluruh tegakan, semata-mata untuk menghasilkan data prediksi yang akurat dan valid. Pengukuran dengan sistem Permanent Sample Plot atau Temporary Sample Plot menjadi pekerjaan utama mereka. Tetapi yang paling utama adalah menguji hasil prediksi mereka ketika suatu tegakan di panen. Saat itulah  realita produktivitas yang paling tepat akan diperoleh.

Mengapa prediksi dalam Biometrika hutan sangat penting? Karena pada akhirnya, hasil prediksi dari inventory tanaman akan dibuktikan langsung ketika tanaman di harvest dan prediksi atau pendugaan produktivitas tegakan sangat penting bagi perusahaan untuk merencanakan produksi kayunya dan tentunya memprediksi aspek ekonomi perusahaan. Dengan prediksi yang akurat dan ketepatannya dapat dipercaya (valid dan realitis) maka perusahaan akan dapat lebih tepat menentukan kebijakan perusahaan ke arah yang lebih baik.

Tidak ada komentar: