Minggu, 14 November 2010

MENGAPA POHON MUDA MATI ?..... Bagian #2

Setelah tulisan yang menjadi penyebab kematian pohon muda pada masa periode kritis pertama ( sebelum berumur 2 bulan), maka tulisan ini akan membahas masa periode kritis kedua pada tanaman pohon jenis  fast growing species di daerah tropis , yaitu pasca umur 2 bulan sampai 12 bulan.

Periode kritis tanaman pasca berumur 2 bulan umumnya disebabkan oleh faktor sebagai berikut ( hal ini hanya berlaku pada penanaman tanaman pokok yang telah sesuai matching site to species, artinya jenis yang dipilih sudah memenuhi kriteria kesesuaian lahan) :

1. Kalah Bersaing dengan Gulma

Tanaman yang baru ditanam belum memiliki perakaran yang luas karena masa adaptasi bibit terhadap kondisi lingkungan masih kecil. Kondisi perakaran yang belum menyebar dan belum dalam mencekram tanah menyebabkan tanaman muda sangat beresiko dalam persaingan air dan unsur hara. Persaingan tanaman dengan gulma merupakan titik kritis pada tanaman HTI jenis fast growing, dimana gulma yang umumnya lebih cepat tumbuh akan menjadi pemenangnya. Gulma-gulma yang sangat invasif seperti alang-alang, rumput gajah, teki-tekian, pakis-pakisan , gulma melilit seperti Mikania sp., serta gulma-gulma berdaun lebar seperti Macaranga sp, Kerinyu (Eupatorium), Anggrung (Trema sp) , sirih-sirihan (Pipper sp.), terong-terongan (Solanum sp) , dan gulma berkayu lainnya, akan menjadi musuh tanaman muda di areal pertanaman.  Sampai tanaman berumur 6 bulan harusnya tanaman dibebaskan dari gulma agar perkembangan tanaman dapat maksimal. Apabila tidak maka pertumbuhan tanaman akan terhambat dan kematian pohon menjadi akibat selanjutnya.
 
Persaingan cahaya , air, unsur hara akan menjadi inti terjadinya kekalahan tanaman pokok (pohon yang ditanam). Tidak ada cara untuk membantu tanaman pokok memenangkan persaingan selain melakukan pengendalian gulma dengan cepat dan tepat.

  1. Paparan Bahan Kimia (Herbisida)
Adalah hal yang aneh yang sering tidak disadari, untuk mengurangi persaingan gulma dengan tanaman pokok, pengendalian gulma dengan menggunakan bahan kimia (herbisida) memang telah menjadi pilihan yang paling banyak dilaksanakan. Penggunaan herbisida (Chemical weeding) memang mudah dilaksanakan, kebutuhan tenaga kerja lebih sedikit, dan daya bunuh terhadap gulma juga tinggi. Di lain sisi, penggunaan herbisida pada di areal pertanaman muda mempunyai resiko terpaparnya bahan kimia tersebut kepada jaringan tanaman. Tidak ada ampun, tanaman pokok (pohon) pun berubah menjadi “gulma” yang ikut disemprot yang berarti kematian tanaman dapat dipastikan akan terjadi. Adalah hal yang aneh apabila itu terjadi di areal HTI dimana  tujuan yang sebenarnya adalah mengendalikan gulma justru berbalik menjadi pembunuh semua jenis tumbuhan termasuk tanaman pokok. 
 
Ada yang mengatakan, kalau begitu lebih baik menggunakan tenaga manual untuk mengendalikan gulma misalnya dengan cara menebas gulma (Slashing atau cutting) menggunakan parang/arit/sabit sampai ketinggian tertentu. Jawabannya , ya, apabila memang dirasakan tanaman pokok akan beresiko terkena paparan semprotan herbisida dan pengawasan terhadap kualitas tebasan gulma dapat dijaga terus menerus.
 
Kalau tebasan gulma tidak maksimal mendekati permukaan tanah maka percuma saja, justru gulma malah dirangsang untuk menumbuhkan tunas-tunas baru yang lebih invasif, terutama pada jenis gulma rumput-rumputan seperti alang-alang, Paspalum, Cynodon sp., dan rumput gajah. Ada juga yang menyarankan agar digunakan metode cycle weeding, atau buka piringan, dimana gulma di sekitar batang tanaman pokok dibersihkan menggunakan cangkul. Pertanyaannya, sampai radius berapa gulma akan dibebaskan? Kalau hanya seukuran radius < 50 cm saja, itu kurang mengurangi persaingan tanaman pokok dengan gulma dan metode cycle weeding ini akan efektif hanya pada tanaman di bawah umur 2 bulan.  Hal yang perlu disadari juga, cyrcle weeding tidak akan membebaskan tanaman dari persaingan gulma yang berada di luar piringan tersebut, sementara gulma tumbuh di antara tanaman (atau di dalam barisan) tanaman akan berpotensi besar menjadi pesaing.
 
Ada hal lain yang menjadi penyebab kematian pohon dalam,  adalah jika dalam proses penebasan (slashing) , banyak tanaman pokok ikut ditebas atau pada saat melakukan cyrcle weeding, banyak pohon yang terpotong oleh cangkul/alat weeding….….. (percaya atau tidak, hal ini banyak terjadi). Ini sama saja dengan kasus terpaparnya herbisida pada tanaman pokok saat melakukan penyemprotan herbisida tersebut.

  1. Serangan Hama Penyakit
Serangan hama penyakit yang dapat mematikan tanaman pokok jenis fast growing species pada umur < 12 bulan biasanya adalah busuk akar (root rot) dan beberapa jenis penyakit akibat bakteri seperti Bacteril Wild Disease (BWD) atau Penyakit Layu Bakteri yang menyerang jenis Eucalyptus sp.  Penyakit Busuk akar dapat diakibatkan oleh berbagai jenis jamur patogen seperti Fusarium, Phytophthora, Rhizoctonia, Pythium, Armillaria, Ganoderma, dll dan umumnya patogen ini hanya berkembang dengan pesat pada wilayah-wilayah yang mempunyai kelembaban tanah tinggi  atau pada wilayah yang drainase tanahnya buruk. Kelembaban tanah yang tinggi biasanya timbul karena kondisi vegetasi di atas permukaan tanah cukup tinggi, tekstur tanah heavy clay (kandungan liat tinggi) ,  daerah tergenang, curah hujan yang sangat tinggi, kepadatan gulma yang tinggi atau karena kondisi tajuk tanaman yang terlalu rapat. 
 
Patogen seperti jamur yang dapat mematikan tanaman Acacia spp. dan Gmelina pada umur < 12 bulan umumya adalah karena adanya dukungan lingkungan pohon yang cukup baik bagi perkembangan patogen tersebut.  Selain itu , daya tahan pohon yang lemah misalnya karena persaingan dengan gulma, kekurangan unsur hara, kelebihan air, menjadi faktor pendukung terjadinya penyakit yang mematikan tanaman pokok. Tentunya kita ingat, bahwa terjadinya sebuah penyakit diakibatkan oleh 3 faktor yaitu Kondisi Tanaman, Adanya patogen dan Kondisi Lingkungan yang mendukung patogen. Hal ini sering digambarkan dengan segitiga penyakit. 
 
Metode yang paling praktis dalam mengendalikan penyakit atau hama tanaman pokok di HTI sudah banyak di bahas dan intinya adalah mengendalikan dengan terpadu dengan penerapan silvicultur teknis yang baik. Apa saja yang menjadi inti pengendalian penyakit terpadu ? Intinya adalah :
-          Gunakan Bibit Yang Sehat, termasuk Bibit yang Unggul
-          Lakukan Penanaman dengan Baik
-          Kendalikan Populasi Gulma dengan Tepat dan Cepat
-          Lakukan Pemupukan Dasar dan Pemupukan Lanjutan sesuai kebutuhan tanaman dengan Tepat
-          Lakukan Monitoring Tingkat Serangan Hama Penyakit dengan Konsisten
-          Jaga Ekosistem hutan alam disekitar areal HTI  dengan baik. (?)
Adanya gangguan hama seperti serangga dan pengerat (tikus, bajing, tupai, dll) juga menjadi faktor penting yang menjadi penyebab kematian tanaman pokok di HTI pada umur > 2 bulan dan  < 12 bulan, misalnya pada Acacia spp.  Tetapi semua ini sering tidak menjadi masalah besar jika pengendalian terpadu seperti di atas dilaksanakan dengan baik atau paling tidak tingkat kerusakan tegakan HTI masih berada di bawah ambang yang dapat ditolerir.

Beberapa tanaman pokok HTI juga dapat mati karena dirusak oleh hewan mamalia seperti Kijang, Payau, Orangutan, Babi hutan, Gajah, dll. Gangguan ini tentunya tidak dapat dikendalikan secara parsial, misalnya dengan memburu atau membunuh hewan-hewan tersebut. Diperlukan usaha terpadu dan kerjasama lintas instansi/lembaga untuk bersama-sama menangani masalah ini. Misalnya pengendalian Gajah di Sumatera dan Orangutan di Kalimantan tentunya harus melibatkan Departemen Kehutanan dan lembaga terkait lainnya.

  1. Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan sangat jelas dapat menjadi penyebab kematian pohon-pohon tanaman pokok HTI. Semua jenis tanaman fast growing species berumur 12 bulan ke bawah , bahkan sudah berumur siap panen, dapat mati apabila terjadi kebakaran hutan.
 
Pengendalian kebakaran hutan sudah banyak dipelajari dan penerapannya di lapangan umumnya sudah sangat banyak diketahui dan dilaksanakan. Mengadakan patroli rutin, pengawasan kondisi cuaca dan bahan bakar penyebab kebakaran, pelatihan petugas pengendali kebakaran, dan langkah-langkah lain sudah sering kita dengar. Bahkan saat ini penggunaan satelit untuk memantau hot spot (titik api) sudah menjadi hal yang tidak asing dalam proses pengendalian kebakaran hutan, termasuk HTI.


Dari faktor-faktor di atas  tentunya kita harus mengendalikannya secara terpadu karena semua faktor terkait satu dengan yang lainnya. Adanya salah satu faktor saja sudah menjadi penyebab kematian pohon muda, apalagi ada keempat faktor secara bersamaan. Tidak mudah memberikan justifikasi penyebab kematian pohon muda di lapangan, walaupun semua faktor penyebabnya dapat dijelaskan secara ilmiah.

Akhirnya, kematian pohon muda jika terjadi di lapangan merupakan hal yang sangat disayangkan walaupun secara alami kematian pohon dapat saja terjadi dimana dan kapan saja. Menjaga kesehatan pohon sejak mulai di pembibitan, melaksanakan silvicultur teknik yang terbaik dan optimal, dan melakukan monitoring penyebab kematian tanaman adalah langkah yang harus dilaksanakan jika kita tidak mau kehilangan pohon akibat kematiannya.

Tulisan ini merupakan sharing dan siap didiskusikan untuk perbaikan.

Semoga bermanfaat............

Sabtu, 13 November 2010

MENGAPA POHON MUDA MATI ?..... Bagian #1

Sering kali , kita melihat pohon yang sudah ditanam mengalami kematian. Berbagai gejala mengawali kematian itu , misalnya daun menguning, daun layu, daun rontok atau terlihatnya gejala kerdil.

Apabila pohon sudah mati dengan gejala yang terlihat dengan keringnya pohon, batang yang menghitam atau kering, atau luruhnya seluruh daun yang menunjukkan pohon gundul,  biasanya sangat sulit menduga atau mendiagnosa penyebab kematiannya. Yang jelas, kematian pohon biasanya berlangsung bertahap, tidak dalam sehari langsung kelihatan gejala kematiannya, pasti diawali dengan gejala-gejala.

Pohon yang cepat tumbuh (Fast growing species) biasanya mengalami masa kritis pasca penanaman sampai tanaman berumur 1 tahun. Titik kritis yang paling tinggi adalah masa sebelum berumur < 6  bulan setelah tanam . Dan masa ini dapat dibagi menjadi 2 periode kritis :

1.     Periode sebelum 0-2 bulan
a.   Periode kritis ini sangat memungkinkan pohon untuk mengalami mati. Kesalahan penanaman dan kualitas bibit menjadi hal yang paling sering menjadi penyebab kematian bibit di lapangan, walaupun ada kondisi lingkungan ekstrim, misalnya kemarau panjang, serangan penyakit atau hama, dan kejadian alam lain seperti kebakaran atau kerusakan fisik lainnya (mechanical damage) seperti kerusakan karena hewan dan manusia (terinjak, tercabut, dsb).
b.   Kesalahan penanaman menjadi hal yang terbesar dalam penyebab kematian bibit, juga kualitas bibit yang tidak standar.  Kesalahan-kesalahan penanaman yang sering terjadi yang menjadi penyebab kematian bibit adalah :
                                                              i.      Lobang tanam dangkal. Menyebabkan zona perakaran tidak baik untuk pohon yang baru ditanam, dan ini dapat menyebabkan gejala kekurangan hara, kekurangan air, dsb. Lobang tanam dangkal juga membuat perakaran tidak dapat tumbuh baik karena adanya wilayah yang berat (heavy) untuk ditembus disekitar zona perakaran. Peluang terbentuknya J root akibat akar tertekuk juga sangat besar dengan lobang tanam yang dangkal tersebut.
                                                            ii.      Tanah penutup lobang tanam tidak halus. Sering sekali tanah penutup lobang tanam pada saat penanaman berbentuk gumpalan-gumpalan besar. Ini mengakibatkan adanya rongga udara (air pocket) di zona perakaran dan mengakibatkan terjadinya kekeringan akar dan atau tersimpannya air dirongga tersebut yang menyebabkan busuknya akar. Selain gumpalan-gumpalan tanah, penutup lobang tanam dengan dedaunan/ranting kering juga akan mengakibatkan hal yang sama. Adanya rongga antara akar dengan partikel tanah disekitarnya juga akan menyebabkan kekurangan air dan unsur hara pada saat perkembangan tanaman.
                                                          iii.      Lobang penutup Lobang Tanam Berbentuk Cekungan atau tanah penutup lobang tidak padat. Karena proses penutupan lobang tanam tidak sempurna, biasanya akan terbentuk cekungan disekitar bibit. Hal ini berpotensi menjadi ”penampung” air pada saat hujan, dan mengabikatkan busuknya tanaman. Penutupan lobang tanam yang tidak padat akan mengakibatkan berpotensinya perakaran bibit tidak stabil dan dapat terangkat dari dalam tanah. Ujung-ujungnya akar tanaman akan terkena udara atau suhu panas yang mengakibatkan kematian.
                                                          iv.      Perakaran bersentuhan dengan Pupuk Dasar.  Sering tidak disadari, akar adalah jaringan yang sangat lembut, terutama ujung dan tudung akar. Sel-sel di daerah tudung dan ujung akar tersebut terbentuk oleh sel-sel muda (meristem) yang sangat halus dan gangguan fisik atau kimia disekitar itu akan langsung merusak akar. Gangguan kimia seperti adanya pupuk yang bersentuhan langsung dengan ujung akar dimana terjadi proses penyerapan air dan unsur hara, akan mengakibatkan terjadinya tekanan turgor dan menyebabkan plasmolisis , dimana konsentrasi pupuk yang tinggi akan mengisap konsentrasi cairan sel-sel akar dan akar menjadi rusak.
                                                            v.      Kondisi perakaran bibit yang diperlakukan tidak sehat. Tanpa disadari sering pada proses penanaman akar bibit tidak ditangani dengan baik. Misalnya membiarkan akar bibit terkena paparan sinar matahari, atau terendam di dalam air sampai berhari-hari, yang menyebabkan jaringan akar menjadi rusak. Hal lain yang memperparah kondisi ini adalah proses penanaman yang salah, misalnya menanam dengan miring, menanam dengan menekuk akar yang mengakibatkan terbentuknya J root , menanam terlalu dalam, menanam terlalu dangkal, dan ini kesemuanya menyebabkan kondisi tanaman rentan akan kerusakan atau kematian.
                                                          vi.      Melakukan penanaman tanpa memperhatikan kondisi cuaca ekstrim. Cuaca ekstrim yang paling besar menimbulkan kematin bibit di daerah tropis adalah kondisi kering (kemarau) atau rendahnya kandungan air tanah. Tetapi hal ini sangat jarang terjadi di wilayah yang beriklim Hujan Tropika Basah seperti Kalimantan. Justru dengan tingginya curah hujan sepanjang tahun, hal yang harus diperhatikan adalah kelebihan air di zona perakaran setelah penanaman dilaksanakan.

c.       Kualitas Bibit Tidak Standar

                                                              i.      Kualitas bibit yang tidak standar umumnya langsung terlihat dari kondisi daun dan perakarannya. Daun yang warnanya normal dan cerah menunjukkan bibit yang sehat secara visual, dan perakaran bibit yang kompak, didominasi warna putih dan atau ”cream”, menunjukkan kondisi akar yang baik. Daun yang masih melekat di batang bibit dengan sempurna dan jumlah daun sempurnanya sesuai dengan standar adalah ciri-ciri bibit yang sehat. Jumlah daun sempurna Gmelina, Akasia, Eucalyptus, Sengon, Trembesi, Jabon, dan bibit fast growing lainnya dipersyaratkan biasanya harus ≥ 6 helai. Sebenarnya dengan melihat diameter pangkal batang (root collar diameter) yang ≥ 4 mm kita akan melihat secara visual kesehatan bibit yang sangat mewakili kondisi perakaran bibit. Diameter pangkal batang akan berkorelasi positif dengan kondisi perakaran dan kandungan batang berkayu bibit (lignifikasi) .
                                                            ii.      Umur bibit yang tidak standar juga sering menjadi penyebab lemahnya adaptasi bibit terhadap lingkungan di lapangan setelah proses penanaman dilaksanakan. Masa penyiapan bibit yang seharusnya maksimal 90 hari di pembibitan dengan menggunakan kontainer polytube 70-80 ml  seharusnya menjadi dasar dalam manajemen produksi tanaman di Hutan Tanaman Industri.
                                                          iii.      Kesehatan Bibit menjadi hal yang sangat krusial. Seharusnya tidak ada toleransi terhadap adanya serangan penyakit pada bibit yang akan ditanam ke lapangan. Sangat banyak bukti, bahwa adanya gejala serangan penyakit di Nursery akan menjadi penyebab meledaknya (outbreak)  intensitas serangan patogen di lapangan  yang menjadi salah satu penyebab kegagalan pembangunan HTI. Sangat ingat motto sebuah perusahaan HTI dimasa lalu akan pentingnya bibit sehat yaitu BIBIT SEHAT, HUTAN SEHAT, PERUSAHAAN SEHAT.

d.      Penanganan Bibit Pasca Mutasi dari Nursery

                                                              i.      Penanganan bibit pasca mutasi dari pembibitan (nursery) menjadi titik kritis yang harus di tangani dengan baik untuk menghindari penurunan kualitas Bibit yang akan ditanam. Sangat diharuskan menanam bibit sesegera mungkin setelah terangkut dari pembibitan. Semakin lama bibit ditanam setelah keluar dari pembibitan, maka semakin tinggi kematian bibit pasca penanaman. Sebelum ditanam, bibit harus disiram dan perakarannya harus benar-benar lembab/basah oleh air .

e.       Penanganan Bibit Pasca Penanaman
                                                              i.      Setelah penanaman dilaksanakan biasanya bibit akan tumbuh sehat apabila seluruh kondisi titik kritis di atas dapat dikendalikan dengan baik. Hal yang paling mungkin menyebabkan kematian pasca penanaman yang baik adalah kondisi cuaca yang ekstrim (misalnya kemarau yang langsung drastis—walaupun jarang terjadi), adanya kejadian-kejadian yang ekstrim, misalnya kebakaran, gangguan hewan, dan atau gangguan manusia (mechanical damage) yang umumnya jarang terjadi.

Dari penjelasan di atas, jika digambarkan dengan grafik maka akan ada 4 faktor yang menjadi penyebab kematian bibit pada masa kritis sebelum tanaman berumur 2 bulan (khusus fast growing species)  seperti terlihat di bawah ini :



Dari grafik di atas terlihat dengan jelas, bahwa keempat  faktor itu (Kualitas bibit, Penanganan Bibit Pasca Mutasi dari Nursery, Proses Penanaman dan Penanganan Bibit Sebelum umur 2 bulan di lapangan) menyumbangkan persentase yang sama menjadi penyebab kematian tanaman pada periode kritis sebelum tanaman berumur 2 bulan. Tidak dapat ditentukan faktor mana yang paling dominan, karena satu faktor terabaikan, maka kematian bibit fast growing species sudah langsung di depan mata.

Semoga bermanfaat..................!!!