Setelah bibit dibahas dalam tulisan sebelumnya, sekarang saya mencoba menuliskan tentang Lahan dan Penanaman. Lahan adalah modal utama dalam pembangunan HTI lestari. Karena tanpa pengelolaan lahan yang baik, maka kesuburan dan keberadaan lahan akan semakin turun nilainya. Dalam aspek Silviculture sebelumnya sudah dijelaskan, bahwa pada Lahan, ada hal yang utama yaitu memelihara top soil dan bahan organik tanah.
Untuk selanjutnya, pengelolaan Tegakan di atas Lahan menjadi point penting agar HTI dapat lestari. Sebenarnya tidak ada yang rumit dalam pembangunan tegakan HTI. Dalam pengelolaan tegakan ,: Pengaturan jarak tanam, penanamanyang baik , pemeliharaan intensif adalah kunci utama mendapatkan produktivitas HTI yang optimal.
Jarak tanam untuk fast growing untuk HTI pulp biasanya diatur berdasarkan bentuk tajuk (kanopi) pohon dan pola pertumbuhannya. Pola pertumbuhan yang dimaksud adalah tingkat kecepatan pertumbuhan untuk mencapai pertumbuhan yang mendatar. Biasanya, untuk tanaman Acacia, Eucalyptus, Gmelina, dan jenis fast growing lainnya yang diperuntukkan untuk kayu serat , jarak tanam yang terbaik untuk umur tebang 6-8 tahun adalah dengan kerapatan 1100-1800 pohon per hektar. Kerapatan pohon ini diatur kedalam jarak antar baris dan jarak antar pohon di dalam barisan. Pengaturan ini berkaitan dengan pengaturan penutupan lahan oleh kanopi pohon, pengaturan persaingan unsur hara, cahaya, air dan tentunya aspek teknik untuk kemudahan pemeliharaan dan pemanenan. Kerapatan 1100 pohon biasanya menggunakan jarak tanam 3x3 m atau 4x1.5 m , sedangkan jarak tanam untuk kerapatan lain biasanya menggunakan 3x2 m, 3.5 x 2 m atau 4 x 2 m . Jarak tanam biasanya dibuat dengan angka bulat dengan 0.5 m sebagai angka terkecilnya, semata-mata hal ini untuk kemudahan pembuatan jarak tanam di lapangan. Pekerja di lapangan akan lebih mudah membuat jarak tanam 3x3 m dari pada 2.9 x 3.43 m atau 2.8 x 3.55 m untuk mendapatkan kerapatan yang sama sebanyak 1100 pohon/ha.
Kadang ada pertanyaan, apakah tidak lebih baik menanam pohon dalam jumlah yang lebih banyak sehingga nanti pada saat dipanen dihasilkan volume kayu yang lebih banyak pula?
Jawaban atas pertanyaan itu tentunya harus dilengkapi dengan data potensi lahan untuk menghasilkan volume kayu dalam 1 daur yang ditentukan. Misalnya tegakan A.mangium di lahan ultisol di Kalimantan Timur umumnya mampu menghasilkan MAI (Mean Annual Increment) 30-35 m3/ha/tahun, atau pada saat panen umur 6 tahun akan dihasilkan sekitar 180 - 210 m3/ha. Apakah itu potensi lahan yang paling tinggi untuk umur 6 tahun A.mangium? Untuk menjawabnya perlu penelitian yang seksama menyangkut pola pertumbuhan A.mangium dan tingkat kesuburan (site quality) tempat tegakan tersebut ditanam. Belum lagi tentunya akan dikaitkan dengan potensial genetik A.mangium yang ditanam. Potensi genetik ini berkaitan kualitas genetik benih yang digunakan. Hal inilah yang dilakukan dalam penelitian Genetik seperti Provenance Test, Uji Provenance Interaksi Site Class, Uji Interaksi Kualitas Sumber benih dengan Site Class - (misalnya apakah bersumber dari tegakan benih, Kebun benih atau dari tegakan yang tidak jelas). Hasil penelitian di Kalimantan Timur menunjukkan , pada tapak yang sama, kelas kebun benih Clonal Seed Orchard (CSO) dapat menghasilkan volume 100-150% lebih tinggi dibanding benih dari Tegakan Benih (Seed Production Area). Bahkan efek provenance , dapat memberikan perbedaan produktivitas 50-150% antara provenance yang paling jelek dengan provenance yang terbaik.
Jadi, apakah kita perlu menanam jumlah pohon yang lebih banyak dalam satu hektar untuk mendapatkan volume kayu yang lebih tinggi? Jawabannya tidak mudah..... karena tergantung kepada banyak hal, misalnya site class, kualitas material genetik, dan tentunya tingkat intensifnya silviculture praktis yang dijalankan. Tidak ada satu faktor yang menentukan potensi tegakan, atau dengan kata lain, pengaturan jarak tanam bukanlah hal yang berdiri sendiri menentukan produktivitas tegakan di HTI.
Tetapi apakah penting mengatur jumlah pohon per hektar (atau jarak tanam) dalam program penanaman di HTI ? Jawabannya SANGAT PENTING.
Konsep Produktivitas lahan yang berkaitan dengan Produktivitas Tegakan sering diistilahkan dengan KONSEP KOTAK KOREK API. Artinya secara sederhana adalah , Kotak korek api sudah mempunyai volume (kapasitas) yang terbatas (maksimal). Apabila 1 kotak korek api berisi 200 batang anak korek api sehingga kotak korek api itu penuh, maka dapat disebutkan kapasitas kotak korek api itu adalah 200 anak korek api. Bagaimana apabila ukuran anak korek api dinaikkan atau diperbesar, maka angka 200 akan berkurang otomatis. Misalnya anak korek api normal mempunyai ukuran panjang x lebar x tinggi = 2x2x50 mm, maka sebanyak 200 anak korek api akan memenuhi 1 kotak korek api. Apabila ukuran panjang dan lebarnya dinaikkan menjadi 4x4 mm dengan panjang sama yaitu 50 mm maka otomatis jumlah anak korek korek api yang dibutuhkan untuk memenuhi 1 kotak adalah berkurang menjadi 50 anak korek api saja.
Artinya, Lahan mempunyai nilai produktivitas maksimal, dan pengaturan jumlah pohon/hektar mempunyai batasan yang maksimal juga untuk menghasilkan produktivitas tegakan. Tidak akan ada peningkatan volume produktivitas kotak korek api walau kita naikkan jumlah anak korek apinya melebihi 200 batang anak korek api. Kecuali ukuran anak korek api diperkecil......
Apa hubungannya dengan produktivitas tegakan di HTI?
Lahan juga mempunyai batas maksimal produktivitas (kemampuan lahan), pohon juga mempunyai batas pertumbuhan optimal............ sehingga Interaksi Kapasitas Lahan dan Pengaturan Jumlah Pohon untuk memanfaatkan Kapasitas Lahan adalah kunci mendapatkan Produktivitas Tegakan HTI yang optimal.....
Kalau mau menanam jumlah pohon sampai 4000 pohon/ha atau 5000 pohon / ha atau lebih ekstrim 10.000 pohon/ha..... maka bersiaplah mendapatkan Volume yang hampir sama dengan tegakan yang ditanami dengan jumlah 1100-1800 pohon/ha...... Mengapa?
Karena Hutan mempunyai mekanisme mengatur Produktivitas Maksimalnya.......... dia bagaikan kotak korek api ..........
Untuk selanjutnya, pengelolaan Tegakan di atas Lahan menjadi point penting agar HTI dapat lestari. Sebenarnya tidak ada yang rumit dalam pembangunan tegakan HTI. Dalam pengelolaan tegakan ,: Pengaturan jarak tanam, penanamanyang baik , pemeliharaan intensif adalah kunci utama mendapatkan produktivitas HTI yang optimal.
Jarak tanam untuk fast growing untuk HTI pulp biasanya diatur berdasarkan bentuk tajuk (kanopi) pohon dan pola pertumbuhannya. Pola pertumbuhan yang dimaksud adalah tingkat kecepatan pertumbuhan untuk mencapai pertumbuhan yang mendatar. Biasanya, untuk tanaman Acacia, Eucalyptus, Gmelina, dan jenis fast growing lainnya yang diperuntukkan untuk kayu serat , jarak tanam yang terbaik untuk umur tebang 6-8 tahun adalah dengan kerapatan 1100-1800 pohon per hektar. Kerapatan pohon ini diatur kedalam jarak antar baris dan jarak antar pohon di dalam barisan. Pengaturan ini berkaitan dengan pengaturan penutupan lahan oleh kanopi pohon, pengaturan persaingan unsur hara, cahaya, air dan tentunya aspek teknik untuk kemudahan pemeliharaan dan pemanenan. Kerapatan 1100 pohon biasanya menggunakan jarak tanam 3x3 m atau 4x1.5 m , sedangkan jarak tanam untuk kerapatan lain biasanya menggunakan 3x2 m, 3.5 x 2 m atau 4 x 2 m . Jarak tanam biasanya dibuat dengan angka bulat dengan 0.5 m sebagai angka terkecilnya, semata-mata hal ini untuk kemudahan pembuatan jarak tanam di lapangan. Pekerja di lapangan akan lebih mudah membuat jarak tanam 3x3 m dari pada 2.9 x 3.43 m atau 2.8 x 3.55 m untuk mendapatkan kerapatan yang sama sebanyak 1100 pohon/ha.
Kadang ada pertanyaan, apakah tidak lebih baik menanam pohon dalam jumlah yang lebih banyak sehingga nanti pada saat dipanen dihasilkan volume kayu yang lebih banyak pula?
Jawaban atas pertanyaan itu tentunya harus dilengkapi dengan data potensi lahan untuk menghasilkan volume kayu dalam 1 daur yang ditentukan. Misalnya tegakan A.mangium di lahan ultisol di Kalimantan Timur umumnya mampu menghasilkan MAI (Mean Annual Increment) 30-35 m3/ha/tahun, atau pada saat panen umur 6 tahun akan dihasilkan sekitar 180 - 210 m3/ha. Apakah itu potensi lahan yang paling tinggi untuk umur 6 tahun A.mangium? Untuk menjawabnya perlu penelitian yang seksama menyangkut pola pertumbuhan A.mangium dan tingkat kesuburan (site quality) tempat tegakan tersebut ditanam. Belum lagi tentunya akan dikaitkan dengan potensial genetik A.mangium yang ditanam. Potensi genetik ini berkaitan kualitas genetik benih yang digunakan. Hal inilah yang dilakukan dalam penelitian Genetik seperti Provenance Test, Uji Provenance Interaksi Site Class, Uji Interaksi Kualitas Sumber benih dengan Site Class - (misalnya apakah bersumber dari tegakan benih, Kebun benih atau dari tegakan yang tidak jelas). Hasil penelitian di Kalimantan Timur menunjukkan , pada tapak yang sama, kelas kebun benih Clonal Seed Orchard (CSO) dapat menghasilkan volume 100-150% lebih tinggi dibanding benih dari Tegakan Benih (Seed Production Area). Bahkan efek provenance , dapat memberikan perbedaan produktivitas 50-150% antara provenance yang paling jelek dengan provenance yang terbaik.
Jadi, apakah kita perlu menanam jumlah pohon yang lebih banyak dalam satu hektar untuk mendapatkan volume kayu yang lebih tinggi? Jawabannya tidak mudah..... karena tergantung kepada banyak hal, misalnya site class, kualitas material genetik, dan tentunya tingkat intensifnya silviculture praktis yang dijalankan. Tidak ada satu faktor yang menentukan potensi tegakan, atau dengan kata lain, pengaturan jarak tanam bukanlah hal yang berdiri sendiri menentukan produktivitas tegakan di HTI.
Tetapi apakah penting mengatur jumlah pohon per hektar (atau jarak tanam) dalam program penanaman di HTI ? Jawabannya SANGAT PENTING.
Konsep Produktivitas lahan yang berkaitan dengan Produktivitas Tegakan sering diistilahkan dengan KONSEP KOTAK KOREK API. Artinya secara sederhana adalah , Kotak korek api sudah mempunyai volume (kapasitas) yang terbatas (maksimal). Apabila 1 kotak korek api berisi 200 batang anak korek api sehingga kotak korek api itu penuh, maka dapat disebutkan kapasitas kotak korek api itu adalah 200 anak korek api. Bagaimana apabila ukuran anak korek api dinaikkan atau diperbesar, maka angka 200 akan berkurang otomatis. Misalnya anak korek api normal mempunyai ukuran panjang x lebar x tinggi = 2x2x50 mm, maka sebanyak 200 anak korek api akan memenuhi 1 kotak korek api. Apabila ukuran panjang dan lebarnya dinaikkan menjadi 4x4 mm dengan panjang sama yaitu 50 mm maka otomatis jumlah anak korek korek api yang dibutuhkan untuk memenuhi 1 kotak adalah berkurang menjadi 50 anak korek api saja.
Artinya, Lahan mempunyai nilai produktivitas maksimal, dan pengaturan jumlah pohon/hektar mempunyai batasan yang maksimal juga untuk menghasilkan produktivitas tegakan. Tidak akan ada peningkatan volume produktivitas kotak korek api walau kita naikkan jumlah anak korek apinya melebihi 200 batang anak korek api. Kecuali ukuran anak korek api diperkecil......
Apa hubungannya dengan produktivitas tegakan di HTI?
Lahan juga mempunyai batas maksimal produktivitas (kemampuan lahan), pohon juga mempunyai batas pertumbuhan optimal............ sehingga Interaksi Kapasitas Lahan dan Pengaturan Jumlah Pohon untuk memanfaatkan Kapasitas Lahan adalah kunci mendapatkan Produktivitas Tegakan HTI yang optimal.....
Kalau mau menanam jumlah pohon sampai 4000 pohon/ha atau 5000 pohon / ha atau lebih ekstrim 10.000 pohon/ha..... maka bersiaplah mendapatkan Volume yang hampir sama dengan tegakan yang ditanami dengan jumlah 1100-1800 pohon/ha...... Mengapa?
Karena Hutan mempunyai mekanisme mengatur Produktivitas Maksimalnya.......... dia bagaikan kotak korek api ..........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar