Senin, 18 Juni 2012

DESKRIPSI UMUM EUCALYPTUS spp. DAN PENGEMBANGANNYA MENJADI SPECIES TANAMAN POKOK DI HTI

Genus Eucalyptus di dunia terdiri dari lebih 700 spesies dan 138 varietas,  dimana di luar spesies dan varietas yang sudah diketahui masih mungkin ditemukan  spesies-spesies dan varietas baru yang termasuk ke dalam genus Eucalyptus (Blakley, 1955; Johnston and Marryatt 1965; Penford and Willis, 1961 dalam Krugman and Whitesell (?); Rockwood et al 2008, Flynn (?); www.wikipedia.org, Heathcore, 2002, White, 1993 ). Spesies yang termasuk kedalam genus Eucalyptus memiliki bentuk pohon dengan batang utama yang tinggi, walaupun demikian beberapa spesies dalam genus ini ada yang berbentuk semak berkayu (Jacobs, 1979 dalam Krugman and Whitesell,?). Genus Eucalyptus secara umum tumbuh alami di Australia, namun beberapa spesies tumbuh alami di Philipina, Papua New Guinea, dan Pulau Timor di Indonesia (Hall et al dalam Krugman and Whitesell, 1963). Genus Eucalyptus merupakan salah satu genus yang banyak dibudidayakan dalam bentuk hutan tanaman di berbagai belahan dunia, pohonnya dapat digunakan sebagai ornamen, sebagai pohon peneduh, konservasi tanah, kayu pertukangan dan bubur kertas atau pulp (Chippendale et al dalam Krugman and Whitesell (?) ; Heathcore, 2002 ; http://www.anbg.gov.au; Turnbull, 1999) . Lebih jelasnya http://www.bracelpa.org/ mengatakan , Eucalyptus dapat digunakan untuk berbagai keperluan baik untuk kayu serat untuk berbagai industri kertas, kayu pertukangan, furniture, tiang, papan, plywood, sumber makanan seperti madu, papan partikel, minyak atsiri, dsb.

Menurut Evans (1992), Eucalyptus spp menduduki 37.5 % dari seluruh areal hutan tanaman di daerah tropis pada tahun 1980 sedangkan menurut Ball (1993), Brown (2000), Flynn (?) dan Varmola dan Carle (2002), Eucalyptus sebagai salah satu hardwood species penting sebagai penyuplai kayu dunia sampai tahun 1995 terjadi penambahan luas hutan tanaman dan  luas hutan tanaman Eucalyptus mencapai 17.7% dari total luas hutan tanaman di dunia atau  9.9 juta hektar dari luas hutan tanaman di dunia pada tahun yang sama seluas 56.3 juta hektar seperti terlihat pada grafik di bawah ini :

Sementara FAO (2006, 2007) melaporkan bahwa perkembangan Hutan tanaman di dunia sampai tahun 2005 sudah mencapai 181 juta hektar dan 10 negara yang memiliki luas hutan tanaman terluas adalah China, India, Amerika Serikat, Rusia, Jepang, Swedia, Polandia, Sudan, Brazil dan Finlandia . Sementara jenis – jenis yang dikembangkan sebagai tanaman pokok terdiri dari 2 kelompok yaitu hardwood dan softwood. Untuk kelompok hardwood didominasi oleh Eucalyptus spp. , Acacia spp. dan Tectona grandis.

Sementara itu Rockwood et al (2008) melaporkan , Eucalyptus sudah dikembangkan menjadi salah satu species penting dalam hutan tanaman industri hampir di 90 negara  dan telah mencapai luasan 18 juta hektar baik itu di daerah tropis maupun sub tropis di benua Amerika Selatan, Asia, Afrika dan Australia ataupun di daerah temperate seperti di Amerika Utara, Eropa, Amerika Selatan dan Australia Selatan dan menurut Turnbull (1999), pengembangan Eucalyptus spp. sudah dimulai pada abad ke 18 dengan diperkenalkannya Eucalyptus dari Australia di benua Eropa oleh Charles Louis L’ Heritier de Brutelle, seorang botanis Perancis. Dari sejak itu, pengembangan Eucalyptus terus meluas ke berbagai negara .  Menurut White (1993), pengembangan Eucalyptus ke India dimulai tahun 1790 , sedangkan di Nepal pada tahun 1890 dan ke Thailand pada tahun 1905. Eucalyptus diperkenalkan ke Asia Tenggara sekitar tahun 1770 oleh seorang botanis bernama Sir Joseph Bank dalam ekspedisi James Cook (http://www.wikipedia.org/).  Sedangkan menurut Munishi (2007), pengembangan Eucalyptus secara komersil sudah dimulai tahun 1860 di Victoria Australia terutama untuk pengembangan bahan obat-obatan.

Menurut Carle and Holmgren (2008), apabila dikelompokkan berdasarkan wilayah, maka sampai tahun 2005 di dunia telah ada 13.8 juta hektar Eucalyptus dan  wilayah Asia memiliki luas hutan tanaman Eucalyptus terluas yaitu 7.6 juta hektar, kemudian disusul wilayah Amerika Selatan seluas 4.5 juta hektar dan wilayah Afrika seluas 1.2 juta hektar dan sisanya ada di wilayah Oceania seluas 0.5 juta hektar.  Diperkirakan pada tahun 2030 luas Eucalyptus di Asia akan mencapai 10.6 juta hektar. Asia Pacific akan menjadi daerah yang penting dalam memproduksi kayu Eucalyptus spp. melalui hutan tanaman (Ball, 1993)

Menurut Rockwood et al (2008), pada tahun 2000, India memiliki luas tanaman Eucalyptus terbesar di dunia yaitu mencapai 8 juta hektar, kemudian disusul negara Brazil dengan luas 3 juta hektar dengan produktivitas rata-rata 45-60 m3/ha/tahun.  FAO ( 2005)  melaporkan bahwa pengembangan Eucalyptus sampai tahun 2005 hampir mencapai 13 juta hektar di negara utama termasuk Congo , Indonesia, China, Malaysia, Thailand, Prancis, Portugal, New Zealand dan Amerika Serikat. Bahkan negara China dilaporkan menanam Eucalyptus seluas  +/- 3.500-43.000 Ha/tahun dan perkembangan hutan tanaman di China diperkirakan mencapai   325.000 –   1 .100.000 Ha dalam 20 tahun belakangan ini dan didominasi oleh species Eucalyptus. Sementara Barr and Cossalter (2004) mengatakan, pengembangan Eucalyptus species di China didominasi oleh species E.urophylla, E.teriticornis, dan beberapa hybrid seperti E.urophylla X E.grandis, E.gradis X E.urophylla dan E.teriticornis X E.urophylla terutama di 3 provinsi yaitu Hainan, Guangdong dan Guangxi dan diperkirakan mencapai penanaman 65.000 Ha/tahun dengan rata-rata MAI berkisar antara 10-20 m3/ha/tahun tergantung kepada lokasi dan tingkat manajemen hutan tanaman. Minsheng (2003) mengatakan, China awalnya mengembangkan 2 jenis Eucalyptus yaitu E.citodora dan E.exserta pada tahun 1960-1980, tetapi kemudian sejak tahun 1980  melakukan berbagai penelitian species  Eucalyptus lainnya termasuk pembuatan hybrid untuk menemukan klon-klon yang sesuai dengan iklim dan tanah di China. Berbagai species yang diuji adalah E.grandis, E.urophylla, E.camaldulensis, E.wetarensis, E.pellita, E.dunii, E.globulus, E.simithii, E.cloeziana, E.maidenii, E.salina dan E.benthamii.  Disebutkan pula selain menguji species dan provenance, juga dilakukan kegiatan breeding untuk menemukan klon-klon unggulan dan dari klon yang telah terseleksi diperoleh potensi pertumbuhan antara 40-50 m3/ha/tahun, walaupun pertumbuhan Eucalyptus di komersial plantation di China mempunyai range yang luas yaitu antara 10-70 m3/ha/tahun sedangkan Lal (2003) menyebutkan, clone Eucalyptus di India rata-rata menghasilkan MAI 20-25m3/ha/tahun pada skala komersial, walaupun dibeberapa daerah dapat menghasilkan MAI 50 m3/ha/tahun.

Kebanyakan jenis Eucalyptus hybrid yang dikembangkan saat ini adalah hasil generasi pertama ( F1) dan umumnya berasal dari seksi Maidenaria (misalnya E.globulus dan E.nitens) , Exsertaria (misalnya E.camaldulensis dan E.teriticornis), dan Transversaria ( yang telah dirobah menjadi Latoangulatae, Broker  dalam Payn, 2008) misalnya E.pellita, E.grandis dan E.urophylla yang merupakan sub genus dari Symphyomyrtus (Griffin ; Eldridge dalam Payn, 2008). Luas penanaman Eucalyptus sp. di dunia dalam bentuk hutan tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

 Luas dan struktur umur hutan tanaman  Eucalyptus spp. diberbagai negara  tahun 1995  (FAO , 2006 dalam Rockwood et al 2008)


Sementara menurut James dan Lungo (2005), beberapa negara lain yang juga mengembangkan Eucalyptus spp. sebagai tanaman utama di hutan tanamannya seperti terlihat pada tabel di bawah ini :

Dilaporkan juga oleh Rockwood et al (2008)  bahwa Eucalyptus spp. yang banyak ditanam dalam hutan tanaman juga sudah mencakup jenis-jenis hybrid (persilangan) dan 4 species yang sering dikawinsilangkan untuk memperoleh “material genetik baru-hybrid” adalah jenis E. grandis, E.urophylla, E.camaldulensis dan E.globulus dan hampir mencapai 80% dari luasan hutan tanaman Eucayptus yang ada di dunia.  Selanjutnya menurut James dan Lungo (2005) dan Varmola dan Carle (2002) , bahwa dari puluhan jenis yang dikembangkan sebagai tanaman pokok di hutan tanaman di berbagai negara maka ada 16 species yang mendominasi yaitu Pinus spp., Havea brasilensis, Eucalyptus spp., Populus spp., Tectona grandis, Pinus radiata, Eucalyptus grandis, Pinus merkusii, Pinus taeda, Acacia nilotica, Eucalyptus globulus,  Acacia auriculiformis, Eucalyptus saligna, P.elliotii, Pinus caribaea var. Hondurensis dan Gmelina arborea.  Dari daftar itu diketahui species Eucalyptus yang dikembangkan berupa Eucalyptus spp., E.grandis, E.globulus dan  E.saligna. Tentunya pengelompokkan ke dalam species Eucalyptus spp. didasarkan kepada banyaknya species Eucalyptus yang dikembangkan dan kemungkinan terjadinya hybrid antar species. Apabila dikelompokkan menjadi 2 grup besar yaitu jenis Conifer dan Non-Conifer, maka di kelompok Non-Conifer species Eucalyptus spp. menjadi yang paling dominan.
Menurut Moore dan Jopson (2008), penggunaan Eucalyptus sebagai bahan baku pulp and paper sangat besar jumlahnya seiring dengan permintaaan untuk pembuatan Bleach Eucalyptus Kraft Pulp (BEKP) yang mencapai 2 juta ton pada tahun 1980 menjadi 10 juta ton pada tahun 2005. Eucalyptus pulp mempunyai kontribusi 50% untuk produksi pulp di dunia dan lebih dari 20% produksi chemical pulp. Bagaimanapun Amerika Selatan masih menjadi produsen Eucalyptus pulp terbesar di dunia dengan 57% dari seluruh produksi pulp Eucalyptus dunia dan Brazil menduduki posisi tertinggi di benua ini, kemudian Asia menduduki posisi kedua dengan 13% dan disusul Afrika 12% sedangkan sisanya adalah Oceania dan Eropa masing-masing 10% dan 8%.

Selain digunakan sebagai bahan baku pulp, Eucalyptus juga digunakan untuk berbagai keperluan seperti kayu pertukangan (solid wood), veneer, kayu bakar (kayu energi) dan kebutuhan lainnya untuk  berbagai industri kosmetika, obat-obatan dan industri kimia lainnya.

Berikut disajikan informasi mengenai masing-masing spesies Eucalyptus yang umum dikembangkan sebagai tanaman pokok Hutan Tanaman (Forest plantation)  di berbagai belahan dunia terutama di daerah tropis:

1. Eucalyptus urophylla

a)  Nama Botani. Eucalyptus urophylla S.T. Blake. Nama urophylla berasal dari bahasa latin ura = ekor dan phyllon = daun. Species ini memiliki bentuk daun yang mirip dengan Eucalyptus decaisneana dan Eucalyptus alba, bahkan beberapa orang sering keliru untuk menentukan E. urophylla karena mirip dengan kedua spesies diatas. Sinonim : Eucalyptus alba Reinw. ex Blume Eucalyptus decaisneana Blume (http://www.worldagroforestry.org/)
b)   Family. Eucalyptus urophylla termasuk kedalam family Myrtaceae (jambu-jambuan)
c)   Nama umum. Timor mountain gum (English), Ampupu dan Palavao preto (Indonesia).
d)   Gambaran Botani (Botanical Features). Pada tempat penyebaran alaminya di hutan alam, spesies ini memiliki tinggi pohon hingga 24-45 m dan memiliki diameter hingga lebih dari 1 m, dengan batangnya yang bundar dan lurus yang mencapai setengah hingga dua pertiga dari seluruh tinggi pohon. Spesies E.urophylla juga pernah ditemukan memiliki tinggi hingga 55 m dengan diameter lebih dari 2 m. Pada kondisi lingkungan yang ekstrim spesies ini bisa sangat berbeda dengan pertumbuhannya di lingkungan yang baik, di lingkungan yang ekstrim spesies ini bisa hanya berupa semak berkayu dengan batang yang berbonggol dan memiliki tinggi hanya beberapa meter saja. Spesies ini dikenal juga memiliki karakteristik kulit batang yang dipengaruhi oleh kelembaban udara dan ketinggian tempat tumbuh, pohon yang tumbuh di bawah ketinggian 1000 m d.p.l. yang ditemukan di pulau Alor dan Flores memiliki kulit yang relatif halus. Sementara pohon yang hidup pada tapak dengan ketinggian 1000 m d.p.l. - 2000 m d.p.l. seperti yang terdapat di Pulau Timor dengan kondisi yang lembab, kulit pohonnya biasanya bergaris-garis dangkal. Di tempat tumbuh aslinya, spesies ini biasanya ditemukan berasosiasi dengan E. alba dan ditengarai terjadi perkawinan silang antar keduanya, hasilnya adalah individu pohon yang memiliki karakter batang antara E.urophylla dan E.alba. Proses pembuahan dicirikan dengan mulai keluarnya bunga yang berbentuk karangan bunga (inflorence), berwarna putih. Musim bunga berlangsung antara bulan Januari hingga Maret, sedangkan buah masak dan siap dipanen pada bulan Juni hingga September. Pembuahan terjadi setiap tahun secara periodik. (Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia, Balai Teknologi Perbenihan, Departemen Kehutanan R.I)
e)  Penyebaran Tempat Tumbuh. Sebaran alami spesies E.urophylla berada di Indonesia. Sebaran utamanya ada di pulau Timor, Alor dan Wetar, tetapi beberapa populasi kecil spesies ini juga ditemukan di Pulau Flores, Adonara, Lomblen dan Pantar. Lokasi sebaran alaminya memanjang dalam jarak sekitar 500 km antara 122° Bujur Timur hingga 127° Bujur Timur , 7°30’-10° Lintang Selatan, ketinggian 90 – 2200 m d.p.l. Luasnya rentang ketinggian tempat tumbuh E.urophylla menjadikannya sebagai spesies dari genus Eucalyptus yang memiliki rentang ketinggian tempat tumbuh yang paling besar.
Sebagai tanaman Exotic dikembangkan di berbagai negara seperti Australia, Brazil, Kamerun, China, Kongo, Pantai Gading, French Guiana, Gabon, Madagaskar, Malaysia, Papua New Guinea, Vietnam, dsb. (http://www.worldagroforestry.org/ ; Payn, 2008; Vozzo (?) )
f)   Iklim. E.urophylla tersebar dari mulai daerah beriklim panas, humid hingga sub-humid. Tumbuh pada areal dengan ketinggian 400 m d.p.l. dengan suhu rata-rata tahunan 25°C hingga ketinggian 1900 m d.p.l. dengan suhu rata-rata tahunan 15°C. Di Pulau Timor banyak tegakan E.urophylla tumbuh pada ketinggian di atas 1000 m d.p.l. dimana kondisi lingkungannya sering berkabut, dengan curah hujan 1300-2200 mm/tahun dan musim kering dalam rentang 3-4 bulan. Walaupun demikian di pulau lain di tempat sebaran alaminya, spesies ini tumbuh juga pada daerah kering dengan curah hujan 800-1500 mm dengan musim kering dalam rentang 5-8 bulan.
g)  Fisiografis dan Tanah. E.urophylla secara umum ditemukan menjadi spesies dominan pada hutan sekunder di pegunungan. Tumbuh pada lereng-lereng gunung dan lembah. Tumbuh baik pada tanah yang dalam, lembab/basah, berdrainase baik dengan pH yang yang mendekati netral yang terbentuk dari letusan gunung berapi atau perubahan bentuk dari batuan.
h)  Type vegetasi. E.urophylla merupakan spesies dominan pada hutan pegunungan sekunder, di tempat penyebaran alaminya spesies ini berasosiasi dengan Casuarina junghuhniana, Palaquium, Planchonella, Pygeum, dan Podocarpus. Pada tempat tumbuh dengan ketinggian di bawah 1500 m d.p.l. distribusi tegakan  E.urophylla membentuk pola mozaik dan berasosiasi dengan E.alba.

i)    Manfaat/penggunaan E.urophylla. Kayu dari spesies ini, terutama yang berasal dari tanaman muda sangat baik untuk digunakan menjadi kayu bakar dan arang. Selain itu spesies ini juga memiliki kayu yang dapat digunakan untuk pertukangan dan bahan baku pulp karena memiliki wood properties yang sangat baik. Berat jenis kayu dalam kondisi basah sesaat setelah penebangan yang berasal dari tegakan di hutan alam sekitar 960 kg/m3. Walaupun demikian, E.urophylla memiliki nilai basic density yang paling rendah jika dibandingkan dengan spesis dari genus Eucalyptus yang lain, pada kondisi kering tanur adalah 540-570 kg/m3 (Forestry Compendium, CAB International dalam  http://www.agroforestry.org/ )
Tekstur kayunya sedikit berserabut, tetapi mudah untuk dikerjakan (diolah), dan menghasilkan kayu hasil pengolahan yang baik untuk dijadikan lantai (flooring), papan, dan untuk kayu kontruksi. Di Brazil kayu dari spesies ini sangat baik untuk digunakan sebagai bahan baku pulp, karena memiliki wood properties yang sangat baik. Serat relatif pendek dengan panjang sekitar 1.0 mm. Kayunya sangat bagus sebagai bahan baku produksi pulp, dengan produksi sistem kimiawi diketahui mampu menghasilkan rendemen pulp sebesar 49.5 %. Kayu yang berasal dari pohon yang sudah tua, sangat bagus untuk digunakan sebagai material untuk konstruksi.
j)   Silvikultur jenis.  Seleksi provenance sangat penting jika kita akan membudidayakan E.urophylla. Hasil beberapa uji provenance menunjukkan bahwa provenance yang berasal dari ketinggian tempat tumbuh diatas 1500 m d.p.l, menghasilkan pertumbuhan yang buruk jika ditanam pada dataran rendah, sementara itu provenance yang berasal dari tempat tumbuh dengan ketinggia 300-1100 m d.p.l. (dataran rendah), diketahui menunjukkan pertumbuhan yang baik jika ditanam di daerah dataran rendah. Selain itu provenance yang berasal dari dataran rendah dengan kondisi iklim yang kering, menunjukkan pertumbuhan yang baik jika dibudidayakan pada kondisi iklim humid-sub humid, tropis-sub tropis dengan bulan kering 1-5 bulan, bahkan pada daerah yang mengalami musim dingin. E.urophylla biasanya diperbanyak dengan menggunakan biji/benih. Jumlah benih per kg mencapai 450.000 benih. Pohonnya akan mulai berbunga pada usia 2 tahun, dan akan mulai menghasilkan biji yang banyak pada usia 4 tahun. Persemaian spesies ini diawali dengan melakukan penaburan biji, dimana sebelum ditabur biji tidak diberikan perlakuan apapun. Setelah disemai, ketika semai sudah memiliki 2 pasang daun, semai akan dipindahkan ke kontainer. Sebagai media tumbuh sangat baik digunakan media yang remah dan berdrainase baik. Bibit akan siap ditanam di lapangan ketika mencapai tinggi minimal 25 cm, dengan masa produksi 10-12 minggu. Selain itu E.urophylla maupun hybrid dari E.urophylla dan E.grandis dapat diperbanyak dengan sistem vegetatif melalui stek batang. Silvikultur intensive dengan pengolahan tanah dan aplikasi pupuk N, P dan K sangat penting untuk menghasilkan pertumbuhan tanaman yang baik. Spesies ini sangat sensitif dalam bersaing dengan gulma, sehingga pada usia hingga 12 bulan sebaiknya tanaman berada dalam kondisi bebas gulma.
E.urophylla memiliki pertumbuhan yang sangat baik jika kondisi lingkungannya mendukung, dengan kondisi lingkungan dan tindakan silvikultur yang baik tegakan spesies ini mampu memiliki MAI 20-30 m3/ha/tahun. Provenance tertentu bahkan bisa menghasilkan MAI hingga 50 m3/ha/tahun. E.urophylla dengan pertumbuhan yang sangat baik terdapat di Amerika Selatan seperti Brazil, Afrika seperti Kamerun, Congo dan Pantai Gading. Provenance yang berasal dari dataran rendah seperti yang berasal dari pulau  Flores, Alor dan Timor biasanya memiliki pertumbuhan yang lebih cepat (Vercoe dan House 1992).
k)  Hama dan penyakit. Kanker batang yang disebabkan oleh  Cryphonectria cubensis, serangan jamur akar yang diakibatkan oleh Botryodiplodia sp. Fusarium sp dan Helminthosporium sp. Adalah beberapa penyakit yang diketahui menyerang pohon E.urophylla. Selain itu pada bibit dan tanaman kecil, serangan rayap dan penggerek batang yang diakibatkan oleh Zeuzera coffea. ( Hanum and Van der Maesen, ed. 1997)

2. Eucalyptus pellita

a) Nama Botani. Eucalyptus pellita F. Muell. Pertama kali dipublikasikan pada tahun 1864. Nama pellita berasal dari pellitus = Kulit Penutup, istilah ini mengacu pada daunnya yang mepunyai lapisan epidermis.
b)  Nama Umum. Di Australia dikenal dengan nama red mahagony.
c)   Family. Myrtaceae (jambu-jambuan)
d)  Gambaran Botani. E.pellita memiliki ukuran pohon medium dengan tinggi pohon mencapai 40 m dan diameter mencapai 1 m. Memiliki batang yang lurus hingga setengah bagian dari tinggi pohon. Pada kondisi lingkungan yang tidak sesuai spesies ini hanya mampu mencapai tinggi 15-20 m saja.
e)  Sebaran Alami. E.pellita tersebar di dua daerah utama yaitu, di daerah Muting Papua dan Papua New Guinea serta di Queensland. Berada dalam letak geografis 12°45’-18°40’ Lintang Selatan (Untuk daerah sebaran di Australia) dan 7°30’-8°35’ Lintang Selatan (untuk daerah sebaran di Papua). Ketinggian tempat tumbuh dari 0-800 m d.p.l. (untuk sebaran Australia) dan 30-90 m d.p.l (untuk sebaran di Papua).
f)   Iklim. sepesies ini tumbuh baik pada zona iklim humid hangat, dengan suhu maksimum di bulan kering mencapi 24°-34°C, dan suhu rata-rata di bulan basah 4°C-19°C. Rata-rata curah hujan 1000-4000 mm/tahun.
g)  Fisiografi dan Kondisi Tanah. di Papua populasi spesies ini tersebar terpencar (scatter), tumbuh dilokasi yang berada diantara area terbuka yang basah karena memiliki drainase yang buruk  dan hutan hujan yang subur. Tempat tumbuhnya memanjang dan sempit ditengah-tengah kedua lokasi tersebut, dengan lebar sekitar 100 m saja. Tanah tempat tumbuhnya sangat bervariasi dari mulai tanah dangkal berpasir yang bercampur batu-batuan, tanah podsolik dangkal, juga tanah lempung yang dalam. Di Papua spesies ini ditemukan tumbuh juga pada kondisi tanah berwarna merah dengan tekstur liat dan lempung liat.
h)  Type vegetasi. E.pellita (mahoni merah/red mahagony), tumbuh pada areal hutan terbuka. Berasosiasi dengan E.teriticornis, E.tessellaris, E.intermedia, E.torelliana. Di papua E.pellita berasosiasi dengan E.brassiana, dan diketahui terjadi hybrid antar keduanya. Selain itu di Papua juga berasosiasi dengan Acacia aulacocarpa, A.mangium, Laphostemon suaveolans (Paijman 1976).
(Dikutip Doran and Turnbull 1997, Hardwood et al 1997, http://www.dpi.qld.gov.au/)

3. Eucalyptus camaldulensis
a) Nama Botani. Eucalyptus camaldulensis Dehnh. Nama camaldulensis berasal dari nama kota Camalduli, di Tuscany Italia, tempat dimana spesies ini dibudidayakan. Spesies ini pertama kali dipublikasikan pada tahun 1832.
b)  Family. Eucalyptus camaldulensis termasuk kedalam family Myrtaceae (jambu-jambuan)
c)  Nama umum. River red gum, Red gum, Murray red gum, River gum (Australia)
d)  Gambaran Botani (Botanical Features). Di Australia, E.camaldulensis rata-rata mencapai tinggi pohon 20 m, bahkan ada yang mencapai tinggi 50 m, dengan DBH mencapai 1-2 m atau lebih. Di areal terbuka dengan jumlah tanaman yang jarang, spesies ini membentuk pohon yang pendek, dengan batang yang gemuk dan berbonggol, serta tajuk yang lebar. Di plantation, spesies ini mampu tumbuh hingga mencapai tinggi batang 20 m, dengan tajuk yang tidak terlalu lebar. Kulitnya halus dan putih, abu-abu, atau kecoklatan.
e)  Sebaran Alami. E.camaldulensis tersebar luas pada berbagai lokasi, seperti layaknya genus Eucalyptus lainnya. Terutama di daratan Australia. Tumbuh disepanjang aliran air dan dataran rendah yang tergenang temporer. Tetapi juga terdapat pada daerah-daerah dataran tinggi. Tersebar pada posisi geografis 12°30’-38° Lintang Selatan dan ketinggian tempat tumbuh 20-700 m d.p.l.
f)  Iklim. E.camaldulensis tumbuh pada berbagai kondisi iklim, dari mulai daerah hangat hingga panas, sub-humid hingga semi-arid, dengan suhu rata-rata pada bulan kering mencapai 24-40°C, dan suhu rata-rata pada bulan basah mencapai 3-15°C. Rata-rata curah hujan tahunan adalah 250-600 mm.
g) Fisiografis dan Tanah. E.camaldulensis tumbuh pada berbagai type tanah. Tumbuh dengan baik pada tanah dengan tekstur liat yang tinggi (heavy clay), juga tumbuh baik pada tanah alluvial dengan tekstur pasir.
h)  Type vegetasi. E.camaldulensis merupakan spesies yang tumbuh di sepanjang tepian sungai, dan di daerah kering di Australia. Pada daerah-daerah yang mendekati dataran tinggi di Australia, spesies ini berasosiasi dengan E.coolabab, E.largiflorens, E.leucoxylon, E.microcarpa, dan E.melliondra.
i)   Manfaat/penggunaan. Kayu dari E.camaldulensis  sangat baik untuk digunakan sebagai kayu bakar dan arang, bahkan di beberapa negara, kayu E.camaldulensis  banyak yang digunakan untuk produksi arang sebagai sumber energi pada pabrik besi dan baja. Spesies ini memiliki density yang cukup baik dan kemampuan trubusan yang baik sehingga cocok digunakan untuk penghasil kayu energi. Selain itu kayu yang berasal dari pohon yang baik, dapat digunakan untuk furniture, karena memiliki karakter kayu yang menarik. Spesies ini memiliki berat jenis basah kayu sebesar 500-700 kg/m3 untuk kayu yang berasal dari tanaman muda dan 1130 kg/m3 untuk kayu yang berasal dari tanaman tua. Karena densitynya yang cukup tinggi maka kayu dari spesies ini mampu menghasilkan rendemen yang tinggi jika akan diproduksi menjadi arang atau pulp (Moura 1986).
j)   Silvikultur jenis. E.camaldulensis banyak dikembangkan dengan menggunakan biji. Jumlah biji per kg mencapai 700.000 biji. Benih yang baik memiliki kadar air 5-8% dan dapat dilakukan penyimpanan pada tempat penyimpanan dengan suhu 3-5°C, sehingga benih dapat terjaga viabilitasnya dengan baik hingga beberapa tahun. Tidak ada perlakuan biji sebelum dilakukan penaburan. Biji ditabur ditempat yang ternaungi dengan suhu optimum 32°C. Biji akan mulai berkecambah pada hari ke tujuh setelah penaburan. Setelah itu kecambah dapat disapih kedalam kontainer. Naungan diperlukan selama minggu pertama setelah penyapihan. Bibit dapat dipindahkan ke lapangan ketika tingginya sudah mencapai 30 cm dengan masa produksi 12 minggu. Selain itu spesies ini juga dapat dikembangkan secara vegetatif dengan menggunakan stek batang. Pengendalian gulma sangat penting, karena spesies ini sangat sensitif dengan gulma. Aplikasi pupuk lengkap N, P dan K sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Spesies ini mampu menghasilkan kayu hingga 70 m3/ha/tahun pada usia 4 tahun jika ditanam pada tempat yang sesuai dan irigasi yang baik. Tetapi pada kondisi yang tidak sesuai pertumbuhannya bisa kurang baik dengan hasil 5-10 m3/ha/tahun yaitu pada areal kering.
k)   Hama dan penyakit. Di nursery spesies ini dapat terserang jamur yang menyebabkan damping-off (rebah semai), busuk batang dan bercak daun. Selain itu serangan rayap juga menyerang bibit di persemaian. Jika sudah menjadi tegakan, spesies ini dapat terserang berbagai serangga dan fungi.


4. Eucalyptus grandis
a)   Nama Botani. Eucalyptus grandis Hill ex Maiden
b)   Family. Eucalyptus grandis termasuk kedalam family Myrtaceae (jambu-jambuan)
c)   Nama umum. Rose gum, Flooded gum (Australia)
d)   Gambaran Botani (Botanical Features). E.grandis (rose gum) adalah species utama yang tumbuh di hutan primer Queensland dan New Sout Wales Australia. Pohonnya dapat mencapai tinggi 43-55 m dan diameter mencapai 122-183 cm. Bentuk pohonnya sangat tinggi, lurus dan batang bebas cabang mencapai dua pertiga dari tinggi pohon. Kulitnya tipis dan sedikit mengelupas, kulitnya bergalur vertikal dengan permukaan yang halus, ditandai dengan salur-salur berwarna putih keperakan, abu-abu, terra cotta, atau hijau muda. Pada ketinggian hingga 2 m dari pangkal batang, kulit batang terlihat pecah-pecah secara vertikal.
e)  Sebaran Alami. E.grandis meyebar alami pada daerah berlembah ataupun datar yang berada pada jarak sekitar 160 km dari laut, berada di Queensland dan New South Wales pada posisi geografis 26-30° Lintang Selatan dan 13° Lintang Selatan.
f)    Iklim : E.grandis tumbuh alami pada daerah dengan iklim humid – sub tropis dengan rata-rata suhu minimum pada saat bulan basah adalah 2-10°C, dan suhu rata-rata maksimum pada saat bulan kering adalah 29°C. Curah hujan rata-rata tahunan 1020-1780 mm.
g)  Fisiografis dan Tanah: E.grandis tumbuh pada pada daerah datar atau lereng-lereng curam di Queensland dan New South Wales. Spesies ini tumbuh dengan baik pada tempat-tempat yang lembab atau basah, berdrainase baik, tanah dalam, tanah alluvial berlempung yang berasal dari letusan gunung berapi. Spesies ini juga dapat tumbuh pada tanah dengan tekstur liat, asalkan memiliki drainase yang baik.
h)    Type vegetasi: E.grandis yang tumbuh di areal terbuka di tempat alaminya, berasasosiasi E. intermedia, E. pilularis, E. microcorys, E. resinifera, and E. saligna, as well as Syncarpia glomulifera, Tristania conferta, dan Casuarina torulos. E.grandis biasanya tumbuh disekeliling hutan hujan tropis, juga terdapat di dalam hutan hujan tropis.
i)   Manfaat/penggunaan.  Kayu dari E.grandis memiliki warna merah muda cerah pada bagian luarnya dan merah kehitam-hitaman pada kayu bagian tengahnya. Kayu E.grandis banyak digunakan untuk keperluan konstruksi, kayu perkakas, plywood, panel, untuk pembuatan perahu dan tiang pancang. Selain itu kayu dari spesies dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pulp. Basic Density pada kondisi kering tanur katu E.grandis  sekitar 450 kg/m3.
j)   Silvikultur jenis.  E.grandis merupakan spesies yang sangat intoleran, sehingga sangat terganggu pertumbuhannya apabila terdapat naungan. Pemupukan dan pengendalian gulma sangan penting. Pengendalian gulma setelah tanam yang dilakukan secara intensif, diketahui sangat berpengaruh untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman. Aplikasi herbisida untuk pengendalian gulma sebaiknya dilakukan sampai 24 bulan setelah tanam.
k)  Hama dan penyakit. Di persemaian bibit E.grandis dapat terserang Cylindrocladium scoparium yang menyebabkan terjadinya busuk pada batang bibit. E.grandis di plantation dapat mengalami kanker pangkal batang yang diakibatkan oleh Cryphonectria cubensis. Di negara India juga dilaporkan bahwa spesies ini di plantation usia 1 tahun juga dapat terserang rayap.
(dikutip dari Meskimen and Francis dalam http://www.na.fs.fed.us/; Hunde et al 2002 ; BOSTID 1983; Latifah, 2004;

5. Eucalyptus deglupta

a)  Nama Botani. Eucalyptus deglupta Blume, Eucalyptus multiflora A. Rich. ex A. Gray non Poir. Eucalyptus naudiniana F. Muell. Eucalyptus schlechteri Diels.
b)   Family. Eucalyptus  deglupta termasuk kedalam family Myrtaceae (jambu-jambuan)
c)   Nama umum. (English): deglupta, Mindanao, gum (Filipina) : amamanit, bagras, banikag, Dinglás (Indonesia) : aren, galang, leda      (Pidgin English) : kamarere
d)  Gambaran Botani (Botanical Features). Pohon E.deglupta dapat mencapai tinggi 60 m-75 m, bentung batangnya lurus dan bulat dengan tinggi batang bebas cabang mencapai 50-70 % dari seluruh tinggi pohon, dengan diameter mencapai lebih dari 240 cm. Memiliki kulit batang yang halus, warannya kombinasi antara kuning, coklat dan keunguanan, tetapi biasanya berwarna hijau jika bagian luarnya terkelupas.
e)  Sebaran Alami. E.deglupta tersebar alami di indonesia, Papua New Guinea dan Philiphina. E.deglupta memerlukan sinar matahari yang banyak, di tempat aslinya ditemukan tumbuh disepanjang sunga. Spesies ini juga ditemukan pada daerah-daerah yang sempat terbuka akibat kegiatan manusia ataupun bencana alam, seperti areal bekas terkena letusan gunung berapi, dan perladangan berpindah. E. deglupta secara umum membentuk tegakan yang murni, atau tidak berasosiasi dengan spesies lain. Walaupun demikian pada beberapa tempat E.deglupta  dengan Octomeles sumatrana, sebagai spesies invasif pada hutan sekunder. E.deglupta adalah satu-satunya anggota genus Eucalyptus yang dapat beradaptasi dengan baik pada hutan hujan pegunungan dataran rendah. Spesies ini tidak dapat tumbuh dengan baik, pada daerah kering, tetapi mampu tumbuh dengan baik pada daerah dengan curah hujan tahunan tinggi yaitu diatas 1800 mm/tahun. Walaupun menyukai daerah dengan curah hujan tinggi, spesies ini tidak menyukai areal tergenang, dan sangat sensitif terhadap gangguan api. Daerah tropis dengan curah hujan tinggi, merupakan lokasi yang baik untuk mengembangkan E.deglupta dalam skala luas.
f)  Iklim : E.deglupta  tersebar di daerah dengan iklim tropis, pada ketinggian 0-1800 m d.p.l., dengan rata-rata suhu tahunan 23-31°C, rata-rata curah hujan tahunan 2500-5000 mm/tahun.
g)  Fisiografis dan Tanah : E.deglupta tumbuh dengan baik pada tanah dengan teksur pasir/ringan dan tanah bertekstur lempung, tanah yang berasal dari abu vulkanik dengan pH 6-7.5, tanah dalam, dengan draianse yang baik.
h)  Manfaat/penggunaan E.deglupta. Kayu dari spesies ini dapat digunakan sebagai kayu bakar atau arang, bahan baku pulp, dengan sistem produksi pulp secara kimia spesies ini akan menghasilkan pulp dengan warna yang cerah dan kuat (strength) dengan rendemen pulp mencapai nilai 50 %. Selain itu kayu E.deglupta dapat dijadikan sebagai bahan baku particel board dan hardboard dan bahan baku untuk furniture. Basic density kayu E.deglupta bervariasi dari mulai 390-810 kg/m3.
i)   Silvikultur jenis.  E.deglupta dapat diperbanyak dengan menggunakan biji dan stek. Biji akan mulai berkecambah pada 4-20 hari setelah tabur. Daya kecambahnyanya mencapai 50-60%. 1 gram biji yang kering dapat menghasilkan 1000-2000 bibit. Kecambah harus berada dibawah naungan. Ketika kecambah sudah memiliki 2-3 pasang daun, kecambah dapat segera di pindahkan ke container. Selanjutnya bibit memerlukan sinar matahari penuh. Ketika bibit sudah memiliki tinggi 25-30 cm atau setelah 3-4 bulan pemeliharaan, maka bibit siap ditanam di lapangan. Dua minggu sebelum dilakukan penanaman, bibit harus dijarangi, dikurangi frekuensi penyiramannya, dan tidak diberi naungan. Perbanyakan secara vegetatif dapat dilakukan dengan melakukan stek batang.
Pertumbuhan E.deglupta sangat cepat, jika dilakukan silvikultur dengan intensif. Pemupukan dan pengendalian gulma sangat penting dilakukan. Pengendalian gulma harus dilakukan hingga tanaman berusia 2 tahun. MAI spesies ini bervariasi dari 15-55 m3/ha/tahun.
j)  Hama dan penyakit. Hama rayap adalah hama yang paling banyak menyerang baik itu di hutan alam ataupun plantation. Selain itu spesies ini dapat terserang penggerek batang yang diakibatkan oleh Agrilis sp. Pada tanaman yang sudah dewas, penyakit heart rot juga menyerang spesies ini. Di persemaian bibit E.deglupta dapat terserang fungi sehingga menyebabkan damping-off.(www.worldagroforestry.org; http://www.proseanet.org/prohati2 ; BOSTID 1983;  http://idl-bnc.idrc.ca/dspace/bitstrem)

Ringkasan mengenai deskripsi E.camaldulensis, E.deglupta, E.grandis, E.torelliana, E.citorodora, E.pellita, E.urophylla, E.teriticornis dan E.globulus  yang merupakan species Eucalyptus spp. sudah banyak dibudidayakan diberbagai belahan dunia .. Ringkasan ini dikutip langsung dari Tropical Forest Paper No 15 – A Guide for Species Selection for Tropical and Sub tropical Plantation (Webb et al, 1984)

 

Tidak ada komentar: