Minggu, 17 Juni 2012

Penyakit Layu Bakteri Pada Eucalyptus spp.

Penyakit adalah suatu keadaan dimana suatu organisme mengalami kelainan (abnormalitas) dalam hal fisiologi atau phenotype. Adanya penyakit pada suatu tanaman dapat dilihat dari gejala-gejala yang ditunjukkan oleh bagian – bagian tanaman, misalnya daun bercak-bercak, batang busuk, akar berubah warna, dll.  Sedangkan dalam ilmu penyakit tumbuhan (Phytopatologi), penyebab penyakit dapat dikelompokkan menjadi penyebab penyakit biotic (mikroroganisme seperti jamur, bakteri, virus, nematoda, mikoplasma, dsb) sedangkan penyebab penyakit abiotik adalah yang diakibatkan hal-hal diluar mahluk hidup, misalnya keracunan unsur hara, kekurangan cahaya, terkena petir, tergenang, terkena polusi, kekeringan, dsb.

Munculnya penyakit pada suatu tanaman dipengaruhi oleh 3 faktor yang sering disebut dengan Triangle Disease (Segitiga Penyakit) , dimana ketiga faktor penyusun segitiga tersebut secara bersama-sama dan saling mempengaruhi dalam menimbulkan suatu penyakit.  Segi tiga itu digambarkan seperti gambar di bawah  ini :

Segitiga penyakit yang menggambarkan terjadinya suatu penyakit apabila ada 3 elemen yang berinteraksi bersama-sama

Segitiga di atas menunjukkan bahwa terjadinya suatu penyakit adalah akibat ketiga elemen penyusun segitiga secara bersama-sama berada dalam kondisi yang mendukung terjadinya suatu abnormalitas sehingga muncullah penyakit.  Misalnya, pathogen (penyebab penyakit) pada saat sempurna akan siap menyerang tumbuhan, tetapi apabila kondisi lingkungan tidak memungkinkan maka penyakit tidak akan muncul, atau sebaliknya apabila tumbuhan mempunyai kekebalan yang tinggi terhadap serangan patogen walapun kondisi lingkungan memungkinkan maka penyakit tetap tidak muncul.  Dalam strategi pengendalian penyakit, ketiga elemen ini akan menjadi pusat perhatian.

Penyakit  Layu Bakteri

Salah satu penyebab penyakit (patogen) yang terkenal luas selain jamur adalah bakteri sedangkan Layu adalah suatu gejala (symptom) adanya penyakit disamping gejala lain yang umum ditampilkan tumbuhan misalnya busuk (rot) , bercak ( spot) , berubah warna (discoloration) , lapuk (decay) , dsb.  Layu (wilt) yang disebabkan oleh pathogen BAKTERI dikenal dengan nama umum penyakit Bacterial Wilt. Penyakit ini disebabkan oleh serangan bakteri jenis Ralstonia solanacearum ( sinonim dengan Pseudomonas solanacearum atau Bukholderia solanacearum atau Bacillus solanacearum) .       

R. solanacearum diketahui menjadi penyebab penyakit pada +/-  650 jenis tumbuhan, terutama kelompok terong-terongan (family solanaceae) seperti tembakau, terong, kentang, tomat, cabe, labu-labuan, dll. Selain menyerang family solanaceae , juga menyerang tanaman kelompok lain seperti pisang, jahe, kunyit, anggrek, nilam, kacang-kacangan , bawang, pepaya,  strawberry, Geranium (sejenis tanaman hias yang terkenal di Amerika dan Eropa), Anthurium (tanaman hias) Eucalyptus, jati (Tectona grandis) , Pinus spp.,  Jarak pagar (Jatropha) , ubi kayu (cassava) , Araucaria, Casuarina , Azadirachta indica (neem) ,  dsb. Selain menyerang tanaman pertanian dan kehutanan, penyakit ini juga menyerang gulma ( terutama kelompok Solanaceae – terong-terongan - ,  Oxalis spp., Amaranthus spp.-bayam-bayaman, Phyllanthus spp.-meniran, Ageratum spp.,  Bidens pilosa, Sida spinosa, Physalis minima, Xanthium spp., dll)

Secara biologi, bakteri ini dimasukkan ke dalam kelompok Protobacteria, bersifat gram negatif (gram adalah istilah laboratorium bakteri yang mengelompokkan bakteri berdasarkan reaksinya terhadap bahan kimia untuk pengindentifikasiaan), berbentuk batang, berkembangbiak dengan membelah diri,  bersifat aerob (membutuhkan Oksigen untuk mensintesa makanan), dan berukuran sangat kecil ( panjang x lebar = 0.5 – 0.7 µm x 1.5 – 2.0 µm )- ( µm dibaca mikro meter dimana 1 µm = 1/1.000.000 m ) . Bakteri ini hanya dapat dilihat dengan mikroskop elektron yang mempunyai kemampuan perbesaran sampai kepada +/- 1.000.000 kali.

Sifat-sifat umum bakteri ini adalah :
-    Menyebar pada daerah yang sangat luas, mulai dari daerah tropis sampai sub tropis dan range yang luas mulai dari ketinggian 0 - 3.000 m di atas permukaan laut dan dengan range 45o Lintang Selatan sampai 45o Lintang Utara
-     Umumnya ditemukan di dalam tanah dan dapat menyebar melalui biji tanaman
-     Dapat menunjukkan gejala laten ( symptomless ) artinya tanaman yang diserang tidak menunjukkan adanya gejala terserang penyakit (tidak menunjukkan gejala abnormalitas)
-     Dapat hidup dorman (tidur) di dalam tanah sampai > 6 bulan di daerah tropis, sedangkan di daerah sub tropis dapat bertahan sampai 6 tahun dan dapat hidup sampai kedalaman 1 m dari permukaan tanah
-    Tumbuh optimal  pada suhu udara 28oC , dan bertahan hidup pada suhu 15oC – 35oC, dan pada kelembaban 40-100%. Kurang berkembang pada suhu > 35oC atau < -5oC.
-    Menyenangi pH lingkungan 5.0 – 5.5
-     Dapat hidup normal di dalam  air, bahan organik, dan tanah
-     Tidak membentuk spora sebagai alat perkembangbiakan, tetapi beberapa type dari bakteri ini diketahui dapat menyebar melalui udara (air borne).
-     Dapat berpindah melalui banyak hal seperti serangga, hewan, manusia, alat-alat pertanian, perpindahan bahan tanaman seperti cutting, bibit, okulasi, dsb.
-     Akan menjadi problem besar pada tanah-tanah yang drainasenya kurang baik atau kandungan liatnya tinggi
-     Tidak meracuni hewan atau manusia

Karena begitu luas daerah penyebaran bakteri ini, juga karena banyaknya inang dan typenya beragam, species bakteri Ralstonia ini sering disebutkan dengan ”Species complex”.

Untuk mengidentifkasi jenis bakteri ini berdasarkan kelompok inangnya maka di dunia dikenal 5 ras dan berdasarkan kemampuan mengoksidasi karbohidrat (disakkarida) dan alkohol  dikenal  5  biovar (French , E. B et al (1995)  yaitu  (lihat di bawah) :


 
Gejala serangan R.solanacearum di lapangan ((Sumber : Acelino C. Alfenas  et al (2006))
  Laporan adanya serangan pada tanaman pertanian dan Eucalyptus

Selain menyerang tanaman pertanian, bakteri ini juga menyerang tanaman kehutanan. Pada tanaman pertanian dilaporkan menyerang tanaman kentang, tomat, tembakau, labu, cabe, labu, ubi kayu (cassava), pisang, jahe, kunyit, anggrek, anthurium ,   dll . Kerugian yang pernah dilaporkan adalah sebagai berikut :
-     Pada tahun 1918 sudah menyerang tanaman kentang dan tembakau di Mauritius dan pada tahun 1973 menyerang tanaman hisas jenis Anthurium.
-     Pada tahun 1930 menyerang tanaman kacang-kacangan di bagian tengah dan selatan China dan merusak sampai tingkat 10-30% dari pertanaman yang ada
-     Pada tahun 1949 menyerang tanaman terong di Philiphina dan merusak sampai tingkat 80%, kemudian menyerang lagi tahun 1969 sampai tingkat 10% dan pada tahun 1998 menyerang lagi sampai tingkat kerusakan 40%
-     Selama tahun 2002-2003 menyerang tanaman kentang diseluruh dunia dan mengakibatkan kerugian kerusakan 85% atau setara dengan USD 950 juta/tahun (Rp. 8,5 triliun) - (pada kurs 1 US$=Rp.9.000).
-     Di Indonesia dilaporkan penyakit ini telah merusakkan pertanaman kacang tanah di seluruh sentra produksi di Pulau Jawa, Sumatera , Sulawesi dan Bali, dan tingkat perusakan 65% dan pada waktu yang bersamaan menyerang tanaman jahe dan merusak sampai tingkat 85% diseluruh sentra produksi jahe.
-     Di Taiwan dapat merusak tanaman Tomat sampai 55%, di India sampai 100% , di Thailand merusak sampai 90% dan di Colombia kerugian akibat penyakit ini pada tanaman tomat diperkirakan sebesar US$ 5.8 juta/tahun ( sekitar Rp. 52 milyar/tahun)
-     Di Amerika tahun 2003 merusak tanaman Geranium (sejenis tanaman hias) dan merugikan sekitar US$ 10 juta/tahun dan kerugian tidak langsung sebesar US$ 888 milyar/tahun.

Penyakit layu karena Bakteri R. solanacearum dapat menyerang Eucalyptus clones pada berbagai phase , mulai dari phase stoolplants ( motherplants) , cutting atau bibit sampai ke tanaman yang sudah ada di lapangan. Dilaporkan , baru-baru ini salah satu perusahaan di Bahia - Brazil, telah mengalami kerusakan selama bulan April-September 2005 dan menghanguskan +/- 19 juta tanaman di Nursery dengan berbagai tahap mulai stoolplants sampai Bibit siap tanam dan kerugian langsung ditaksir sebesar US$ 2.7 juta ( atau sekitar Rp. 24.3 milyar - pada kurs 1 US$=Rp.9.000).

Dilaporkan juga dari Austalia, bahwa pada tahun 1996 hampir 90% tanaman Eucalyptus berumur < 6 bulan telah diserang dan kerugian ditaksir +/- US$ 20.5 juta atau +/- Rp. 184.5 milyar. Sedangkan di Vietnam dilaporkan merusak 30-50% tanaman Eucalyptus dengan kerugian hampir US$  13 juta . (pada kurs 1 US$=Rp.9.000).

Dari berbagai negara lain seperti Taiwan, China, Venezuela, Afrika Selatan, Uganda, Chile, Peru, Australia, Uruguay, India, dsb dilaporkan juga bahwa penyakit ini menyerang tanaman kehutanan dan menyebabkan  kerugian besar.

Di China, pada tahun 1982  dilaporkan menyerang Eucalyptus sampai tingkat kerusakan 30—40% di propinsi Guangdong, Hainan, Guangxi,  dan di Leizhou dilaporkan merusak tanaman Eucalyptus sampai 70%.

Di Indonesia pernah dilaporkan juga bahwa pada tahun 1993 menyerang tanaman Eucalyptus salah satu perusahaan HTI di Sumatera bagian Utara, tetapi tingkat serangan dan kerugian tidak pernah dilaporkan secara resmi.

Gejala serangan pada Tanaman Eucalyptus

Seperti disebutkan di atas, penyakit Layu Bakteri dapat menyerang beberapa phase tanaman Eucalyptus mulai dari phase stoolplants (motherplants) , cutting, bibit siap tanam sampai tanaman yang sudah ada di lapangan.  Berbagai jenis Eucalyptus dilaporkan diserang penyakit ini seperti E.camaldulensis, E.urophylla, E.grandis, E. Citrodora, E.saligna, dan E. propigua termasuk beberapa hybrid Eucalyptus seperti E.urophylla x E.grandis. Gejala di Nursery Eucalyptus terlihat seperti di bawah ini:

Berbagai Gejala Serangan Penyakit Layu Bakteri di Eucalyptus spp.(Sumber : Acelino C. Alfenas  et al (2006))
Kondisi Jaringan dan Bibit Eucalyptus yang Terserang R.solanacearum (Sumber : Acelino C. Alfenas  et al (2006))

Untuk memastikan apakah layu tersebut disebabkan oleh layu bakteri Ralstonia, maka kita dapat memotong jaringan yang lalu tersebut, kemudian memasukkannya ke dalam air yang bening/jernih.  Apabila terserang Ralstonia maka tidak berapa lama  setelah direndam di dalam air  akan keluar cairan kental bening/kekuningan yang disebut ooze. Ooze ini merupakan kumpulan bakteri yang potensial untuk menular ke tanaman lain. Untuk itu setelah mencoba metode ini diharapkan air rendaman yang mengandung ooze harus disterilisasi dengan memberi tambahan alkohol atau bakterisida.  Selain itu biasanya pada bagian tanaman yang sudah terserang berat, apabila dipotong dan dibiarkan terkena udara akan mengeluarkan ooze juga.


Race
Tanaman Inang
Distribusi
Biovar
1
Sangat banyak termasuk tomat, kentang, kacang-kacangan, terong, labu-labuan, tembakau, Eucalyptus, Jati, Nilam , berbagai jenis legume, dsb
Asia, Australia, Amerika
3,4
1
2
Berbagai jenis Pisang (Musa spp.)
Caribbean,Brazil
Philippines
1
3
Jenis kentang dan berbagai jenis Solanaceae (terong-terongan), Geranium, dsb 
Seluruh dunia kecuali Amerika Serikat dan Canada
2
4
Jahe
Asia
3,4
5
Mulberry
China
5

Potensi Sumber Infeksi Bakteri Layu

Karena bakteri ini mempunyai sifat yang mampu bertahan pada berbagai material di alam termasuk air, tanah, bahan organik, gulma, dan bahan lainnya, maka beberapa potensi yang menjadi sumber infeksi R.solanacaerum adalah :
1.    Sumber air seperti kolam, sungai, waduk, bak penampungan air, dsb
2.    Tumbuhan laten (tumbuhan yang menjadi inang bakteri tetapi tidak menunjukkan gejala layu)  di sekitar areal pertanaman seperti beragam jenis gulma, tanaman pertanian, dsb
3.   Tanah yang telah terinfeksi , adalah wilayah atau lahan dimana bakteri Ralstonia telah hidup sebelumnya. Misalnya bekas lahan dimana ada tanaman yang  terserang.
4.    Alat dan bahan yang terkontaminasi misalnya apabila stoolplant sudah terkontaminasi, maka stek (cutting) yang dihasilkan juga akan berpontensi menjadi sumber infeksi dan selanjutnya stek (bibit siap tanam) yang telah terinfeksi akan ditularkan sampai ke lapangan.

Penyebaran Penyakit Bakteri layu

Perpindahan bakteri ini dari satu tempat ke tempat lain atau dari satu tanaman ke tanaman lain sangat dimungkinkan oleh :
1.   Penggunaan alat-alat pertanian seperti traktor yang memindahkan tanah; alat pangkas seperti gunting, cutter, pisau, dsb  yang digunakan berulang-ulang pada tanaman yang berbeda ; cangkul, garu, sekop, dsb
2.   Penggunaan media tumbuh dari alam misalnya top soil, akar paku, gambut, dsb
3.   Penggunaan air untuk penyiraman dari sumber air yang telah terinfeksi atau terkontaminasinya saluran drainase dan irigasi
4.   Perpindahan bahan tanaman dari satu tempat ke tempat lainnya misalnya kegiatan transplanting (penyapihan), okulasi, cangkok, grafting, dsb.
5.   Perpindahan karena alam , misalnya adanya angin, aliran air,  serangga, hewan lain, dsb
6.   Perpindahan karena alat dan bahan yang dipakai manusia misalnya sepatu boat, sarung tangan, alat-alat transportasi , dsb.

Potensi penyebar itu digambarkan dengan gambar berikut :

Cara Penularan Bakteri Ralstonia

Penularan bakteri ini sampai merusak jaringan tanaman diawali dengan masukknya bakteri ini ke dalam jaringan tanaman. Masuknya bakteri ke dalam jaringan tanaman dapat melalui :
-     adanya luka pada bagian jaringan tanaman (misalnya akar, cabang, daun, dsb) karena berbagai hal (misalnya gigitan serangga, gigitan hewan, akibat tindakan manusia misalnya pemangkasan, pemotongan akar, dsb)
-     adanya lubang alami pada tanaman , misalnya melalui  stomata (mulut daun) , atau hydatoda (lubang alami  di bagian tepi daun ) atau nectartoda (lubang alami dibagian bunga).

Kemungkinan terinfeksinya tanaman oleh bakteri digambarkan seperti gambar di bawah ini :



METODE PENGENDALIAN PENYAKIT LAYU BAKTERI

Layu bakteri yang diakibatkan Ralstonia solanacearum sangat sulit dikendalikan. Sampai saat ini belum ditemukan metode yang paling ampuh dalam mengendalikan penyakit ini. Kesulitan pengendalian bakteri ini disebabkan :
-     Distribusinya sangat luas baik didaerah tropis maupun sub tropis
-     Mempunyai biovar dan ras yang beragam sehingga sifat-sifatnya juga sangat beragam
-     Sifatnya yang dapat tumbuh pada beragam kondisi lingkungan dengan range temperatur dan kelembaban yang besar
-     Dapat bertahan hidup (dorman) di dalam tanah sampai kedalaman 1 m di daerah tropis
-     Sangat cepat beradaptasi dengan perubahan lingkungan disekitarnya
-     Mempunyai tumbuhan inang yang sangat banyak (diperkirakan +/- 650 jenis tumbuhan dapat dijadikannya sebagai inang) sehingga teknik pergiliran tanaman (rotasi tanaman) juga sering tidak berhasil.

Di bidang pertanian, banyak teknik yang telah dicoba untuk mengendalikan penyakit ini, tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa belum ada teknik yang berhasil dengan sukses.

Bagaimanapun, dibidang pertanian telah diterapkan berbagai pengendalian terpadu (Integrated Pest Management – IPM) .

Inti dari pengendalian terpadu adalah menjaga kondisi tanaman dan lingkungan agar perkembangan patogen (Ralstonia) dapat di tekan seminimal mungkin. Hal ini erat kaitannya dengan segitiga penyakit yang telah digambarkan di atas dan hal-hal yang dapat dilaksanakan sesuai dengan segitiga itu digambarkan di bawah ini :

Pengendalian Terpadu harus mencakup ketiga elemen dalam segiti

Perpaduan berbagai metode pengendalian dapat dilakukan dengan cara preventif (pencegahan)  :

1.     Penggunaan Varietas/Klon resisten

Penggunaan varietas / klon unggul merupakan salah satu teknik pengendalian yang banyak diterapkan di tanaman pertanian. Berbagai jenis varietas dan klon yang dihasilkan dari kegiatan pemuliaan (breeding) dan bioteknologi telah dihasilkan pada jenis tanaman kentang, tomat, tembakau , dll.

Di dunia kehutanan, menghasilkan varietas dan klon yang tahan terhadap serangan penyakit bakteri layu memang sudah banyak diusahakan oleh perusahaan-perusahaan . Berbagai usaha dengan kegiatan breeding dan bioteknologi dijalankan untuk melakukan seleksi material genetik yang tahan terhadap penyakit ini. Walaupun demikian, keberhasilan penemuan klon/varietas resisten sering sekali tidak berhasil karena perubahan sifat dari bakteri Ralstonia yang lebih cepat.  


2.     Sterilisasi ( Bebas Inokulum Bakteri)

a.     Melaksanakan sterilisasi terhadap material tanaman yang digunakan , misalnya dengan penerapan sistem karantina yang ketat agar benih atau bibit yang akan di tanam bebas dari bakteri dan penyakit lain.
b.   Melaksanakan sterilisasi alat – alat yang akan digunakan , misalnya gunting pangkas, cangkul, sekop, traktor, bajak, dsb
c.    Melaksanakan sterilisasi terhadap media tanam di pembibitan misalnya dengan penggunaan desinfectan, pemanasan (heating/solarization) , fumigasi, dsb
d.   Melaksanakan sterilisasi terhadap green house atau areal nursery vegetative dengan ketat, misalnya pembersihan lantai dan atap green house/ nursery secara teratur, pembersihan dan sterilisasi saluran drainase, dsb.
e.   Melaksanakan sterilisasi terhadap air penyiraman dengan pembuatan water treatment dengan desinfectan .

Metode sterilisasi Media  :

Beberapa metode Sterilisasi Media  (tanah, akar paku, pasir, gambut, cocopeat, dsb ) dapat dilakukan dengan berbagai cara atau metode di bawah ini :
-    Pemanasan (stem pasteurisasi) media sampai suhu 180oF -200oF ( 83-93oC) selama > 15 menit. Pemanasan ini dapat dilakukan dengan mengalirkan  uap panas kedalam tumpukan media atau dengan memanaskan media di dalam wadah metal yang dibawahnya dinyalakan api. Diketahui dengan pemanasan ini bakteri Ralstonia sudah tidak mampu hidup, termasuk juga patogen lain seperti jamur Cylindrocladium, Phytopthora, Phytium dan nematoda (cacang). Selain itu ada metode solarization yaitu memanaskan media dengan bantuan sinar matahari. Media ditebar  pada lantai yang kering (misalnya lantai semen), kemudian ditutupi dengan terpal plastik yang berwarna hitam (berwarna gelap) dan biarkan sampai suhu mencapai 70oC  . Memang metode ini sangat tergantung kepada sinar matahari dan biasanya butuh waktu +/- 1-2 minggu agar seluruh media terkena panas 70oC selama 1 jam. Selama proses solarization ini perlu dilakukan pengadukan media sehingga panas menyebar keseluruh permukaan media.
-     Fumigasi dengan gas Methyl bromida  (CH3Br), walaupun ini membutuhkan prasyarat khusus dan sudah dilarang diberbagai negara karena emisi gasnya cukup berbahaya bagi lingkungan. Di Indonesia penggunaan gas ini biasanya diizinkan untuk skala terbatas, misalnya di Pusat Karantina Tanaman atau di laboratorium.
-     Sterilisasi media dengan Dolomit [Ca Mg (CO3)2] dengan melakukan pemeraman selama 1-2 minggu. Media yang akan digunakan dicampur merata dengan Dolomit kemudian ditumpuk dan ditutup dengan terpal sehingga suhu di dalam tumpukan dapat meningkat dan terhindar dari air hujan.  Pemeraman dengan dolomit selain untuk meningkatkan pH media dan meningkatkan unsur hara (terutama Ca dan Mg) , juga dapat menekan pertumbuhan biji-biji gulma dan pertumbuhan spora-spora jamur yang potensial menjadi patogen (penyebab penyakit). Dosis Dolomit yang dapat digunakan adalah 2-3 kg/m3 akar paku atau media lain .  Dengan peningkatan pH mendekati 6.5 – 7 akan sangat bermanfaat dalam menekan perkembangan bakteri Ralstonia.
-     Sterilisasi media dengan menyiramkan bakterisida kontak untuk seperti Kasumin 20  AS , Kasumin 5/75 WP , Bactocyn 150 AL, Starner 20 WP, Stamycin 20 WP atau Agrept 20 WP . Bakterisida ini dapat dilarutkan dengan konsentrasi 1-2 gram (ml) /liter air (atau dapat dilihat dosis anjuran pada label masing-masing bakterisida) , kemudian larutan  dapat  disiramkan ke dalam media yang sudah dimasukkan ke dalam kontainer (single tube).  Selain itu juga dapat digunakan pestisida yang mengandung Tembaga oksiklorida (copper oxychlorida) – CuCl2.3Cu(OH)2 – seperti  Cupravit OB 21, Kibox 85 WP, Probox 50 WP dan Nefos 45 WP. Dosis penggunaan pestisida ini dapat dilihat pada Label masing-masing.
-     Fumigasi dengan soil fumigant  seperti jenis yang berbahan aktif Dazomet dan sekarang dijual bebas dengan nama dagang BASAMID G.  Dosis penggunaan disesuaikan berdasarkan label. Bahan ini berbentuk granular (butiran) yang dapat dicampurkan ke dalam media , kemudian dibiarkan (diperam) untuk jangka waktu 10-15 hari dengan suhu 30-35oC , kemudian media siap digunakan. Selama pemeraman perlu dilakukan pengadukan 1 kali seminggu sehingga efek fumigan tercampur merata keseluruh media yang di peram.  Jangka waktu pemeraman sebenarnya sangat tergantung kepada temperatur media saat di peram . Sebagai acuan lama pemeraman dapat dilihat pada Tabel di bawah ini :


Suhu Pemeraman
Lama Pemeraman agar media siap digunakan
Diatas 34oC
10 hari
18 – 34oC
10-12 hari
15 - 18 oC
12-18 hari
12 - 15 oC
15-20 hari
 8 - 12 oC
22-27 hari



Metode Sterilisasi Air di Nursery

Selain media, air untuk keperluan Nursery juga harus disterilisasi karena bakteri Ralstonia solanacearum, juga beberapa jenis patogen lain , sangat mudah ditularkan melalui aliran air.

Beberapa metode sterilisasi air di Nursery untuk dapat bebas dari patogen adalah sebagai berikut :
o       Penggunaan Chlorin seperti Sodium Hypochloride (NaOCl) atau Calsium Hyprochloride (CaOCl2)  atau bleach (pemutih) yang sering digunakan di rumah tangga (kaporit atau bayclin) sangat umum digunakan untuk desinfektan air. Caranya adalah dengan mencampurkan  NaOCl /CaOCl2 dengan takaran tertentu. Biasanya pemutih yang diperdagangkan secara umum mengandung NaOCl 3-6%  atau setara dengan 30.000 – 60.000 ppm . Untuk penggunaan di Nursery dapat digunakan dosis 300 - 500 ppm , sehingga untuk 1 liter air diberikan Kaporit atau Bayclin 0.3 - 0.5 ml . Agar lebih mudah untuk 10 liter air digunakan 3-5 ml Kaporit atau Bayclin. Aduk merata dan biarkan air dan pemutih itu bercampur merata paling tidak 30 menit. (dosis yang digunakan juga dapat dengan mengikuti rekomendasi pada Label)
o       Selain penggunaan desinfectant , air untuk penyiraman juga harus dijaga kebersihannya dan kualitasnya agar memenuhi standar air untuk Nursery. Pemakaian bahan-bahan penjernih air (koagulan) seperti Tawas (Al2(SO4)3.18H2O)  atau disebut dengan nama PAC (Poly Alumunium Chloride).
o       Penggunaan Teknologi Penyinaran Ultra violet (UV) . Ini sebuah teknologi dengan penggunaan radiasi UV untuk membunuh mikroorganisme. Teknologi ini memang masih mahal karena menggunakan peralatan dan spesifikasi operator yang terlatih.

Metode Sterilisasi Alat kerja

Sterilisasi alat kerja di Nursery harus dilaksanakan untuk menghindari adanya penularan bakteri. Terutama pada alat yang digunakan untuk beberapa tanaman sekaligus seperti gunting pangkas di green house .

Sterilisasi alat yang dapat dilaksanakan disesuaikan dengan bahan pembuat alat tersebut seperti terlihat pada Tabel di bawah ini :


No
Bahan/Alat
Teknik Sterilisasi
Cara sterilisasi
1
Logam /metal (seperti gunting, pisau, cangkul, sekop,  garu,  dsb)
Desinfectan seperti Alkohol 70% dan  bakterisida kontak
·         Cuci dan Celupkan alat kerja dalam larutan desinfectan paling tidak 10 detik
·         Setiap memotong stek di stool plant yang berbeda gunting harus dicelupkan ke alkohol 70%
2
Plastik/karet yang lembut (misalnya : sarung tangan, celemek/apron, sepatu boat, dsb) dan Kayu
Desinfectan seperti karbol, bayclin, kaporit, bakterisida kontak
·         Cuci dan Celupkan alat kerja dalam larutan desinfectan paling tidak 10 detik
·         Untuk sepatu boat, buatkan bak sterilisasi yang berisi desinfectan di setiap pintu masuk Stoolplants house, cutting house dan rooted house. Sebelum orang masuk ke areal kerja maka harus melewati bak sterilisasi

3
Plastik/karet yang keras seperti single tube, tray, ember, box stek, box bibit,  dll)
-    Teknik pemanasan (rebus)
-    Desinfectan seperti karbol, kaporit, bayclin, pestisida kontak
·         Masukkan ke dalam air panas ( > 70oC) selama 1 menit
·         Cuci dan rendam ke dalam desinfectan selama 5 menit
4
Stek/cutting/benih ( air perendaman stek sebelum di tanam)
Bakterisida  misalnya Agrept  20 WP, Kasumin 5/75 WP, dll dengan konsentrasi sesuai label pestisida
Gunakan larutan bakterisida untuk air perendaman yang digunakan sebelum stek di tanam di rooted house. Air perendaman benih juga dapat menggunakan bakterisida.
5
Alat angkut (becak dorong, mobil, alat transport lainnya)
Desinfectan seperti Kaporit atau Baylin (Hypoclorit) dengan konsentrasi sesuai label
Siram seluruh alat angkut atau mobil (kendaraan) yang akan digunakan di areal Pembibitan (Nursery) dengan larutan hypoclorit , terutama bagian ban dan bagian bawah kendaraan yang sering terkena/bersentuhan dengan  tanah


3.   Monitoring Rutin dan Eradikasi

      Penyebaran bakteri dapat berlangsung sangat cepat dan tidak terduga, sehingga monitoring terhadap kesehatan bibit sangat direkomendasikan. Monitoring ini berguna untuk membatasi penyebaran bakteri , karena apabila pada saat monitoring ditemukan bibit yang terserang maka kita dapat melakukan isolasi (pemisahan bibit yang terserang) dan kemudian eradikasi (pemusnahan) bibit yang terserang tersebut dengan cara membakar.

4.     Regulasi Akses Masuk ke Nursery

Nursery Eucalyptus yang menggunakan teknologi stoolplants dan cutting (stek) sangat rawan terserang penyakit bakteri layu karena proses pekerjaan yang melukai tanaman dilaksanakan dalam pembuatan stek. Luka jaringan menjadi salah satu jalan infeksi utama oleh bakteri Ralstonia. Ini tidak bisa dihindari. Yang harus dikontrol adalah bahwa semua pekerja, alat, bahan yang kita gunakan dalam proses pembuatan bibit harus steril dari bibit bakteri ini.  Harus dilaksanakan pengontrolan akses keluar masuk manusia, kendaraan, dan alat bahan dari dan ke Nursery.  Daerah-daerah yang harus dikontrol ketat adalah areal Stoolplant, Cutting House dan Rooted Area.  Pintu keluar masuk area ini harus ditentukan dan di setiap pintu masuk harus tersedia bak sterilisasi

5.     Sanitasi Lingkungan

     Sanitasi lingkungan Nursery menjadi dasar pengendalian Hama Penyakit yang paling utama. Hindari genangan air, gulma dan sampah-sampah yang berada di lingkungan Nursery. Bakteri Ralstonia sangat menyenangi wilayah yang lembab dan tergenang sehingga harus diminimalkan. Menghilangkan gulma memungkinkan kita untuk mengurangi kemungkinan adanya tumbuhan inang. Beberapa jenis gulma yang menjadi inang Ralstonia adalah Babadotan (Ageratum spp.), Solanaceae (terong hutan), meniran (Pylanthus spp.), bayam-bayaman (Amaranthus spp) , dsb.

6.     Pemupukan Berimbang dan Pemeliharaan Intensif

Pemupukan berimbang menjadi salah satu dasar dalam pengendalian penyakit terpadu. Dengan pemupukan berimbang maka kesehatan tanaman akan semakin tinggi. Pelaksanaan SOP pemupukan dengan baik dan terkontrol menjadi inti penerapan di lapangan. Pemeliharaan yang harus dilaksanakan seperti penjarangan bibit, penyiraman, pengendalian gulma , dll, sudah tertulis dalam SOP dan kita tinggal menerapkan dan melakukan supervisi ketat.
7.     Pengendalian secara kimiawi
     
Sampai saat ini pengendalian dengan bahan kimia (bakterisida) untuk mengendalikan penyakit ini masih belum menunjukkan hasil yang optimal. Berbagai macam bakterisida yang dicoba diaplikasaikan pada tanaman yang terserang ternyata tidak mampu dengan baik mengendalikan serangan bakteri ini. Penggunaan bakterisida masih sebatas penggunaan untuk perendaman benih atau perendaman stek yang akan di tanam. Untuk stek Eucalyptus , dapat digunakan larutan Bakterisida (misalnya Agrept 20 WP atau Kasumin )  sebagai air perendaman sebelum stek itu ditanam di single tube. Hal ini juga untuk menjaga penularan apabila ada shoot yang sudah mengandung bakteri dan pada saat dipotong dan direndam di dalam air akan mengeluarkan ooze dan dapat menulari stek yang lainnya.

8.     Sistem Pengendalian dengan bantuan manajemen stool-plants dan Tracking Clone /Cutting

Adanya serangan bakteri layu Ralstonia sangat sulit untuk diprediksi dan dideteksi dengan cepat.  Bakteri bisa saja sudah masuk ke dalam jaringan tanaman , tetapi tanaman belum menunjukkan gejala (kita sebut dengan istilah symptomless)  atau gejala laten (tersembunyi) .  Karena kondisi seperti ini, maka tindakan yang dapat dilakukan adalah pembuatan dan pelaksanaan sistem managemen stoolplant dan tracking cutting sampai ke lapangan.

Sistem management stoolplant yang dimaksud adalah :
-     Masing-masing sand bed diberi kode (penomoran) identifikasi, misalnya sand bed 1, 2, 3 ..dst
-     Masing-masing sand bed diketahui historicalnya (misalnya tanggal tanam, sumber stool-plants apakah Tissue culture plants atau hasil topping, perkembangan survival , perkembangan produksi shoot, jenis pemeliharaan , dsb )
-     Masing-masing sand bed memiliki alat kerja yang khusus (terutama gunting pangkas shoot)

Dengan mengelola stoolplant dengan sistem di atas, diharapkan shoot yang dihasilkan sampai produksi cutting dan Bibit siap tanam (BST)-nya akan dapat di tracking. Apabila kita menemukan gejala layu bakteri pada tingkat cutting atau BST, maka kita bisa telusuri sampai ke sand bed. Apabila hasil investigasi sand bed menunjukkan hasil positif terkontaminasi Ralstonia, maka kita dapat dengan segera melakukan tindakan pengendalian khusus hanya pada sand bed tersebut (misalnya eradikasi, kita hanya akan melakukan pada satu sand bed yang terbukti terkontaminasi)

Sistem tracking BST sampai ke lapangan sangat berguna untuk menelusuri apabila terjadi serangan layu bakteri di lapangan. Ini juga untuk verifikasi apakah kontaminasi bakteri terjadi saat di phase  stool-plants, di phase cutting/Nursery, atau memang serangan terjadi setelah ditanam di lapangan.
     
9.     Seleksi BST dengan ketat

Penerapan seleksi bibit siap tanam (BST)  yang akan di tanam ke lapangan harus dijalankan dengan baik. Kehati-hatian dalam packing, transportasi dan pemeliharaan BST sebelum di tanam menjadi prioritas untuk menghindari terjadinya luka pada tanaman.  Seleksi BST dengan ketat diusahakan tetap memperhatikan unsur kesehatan bibit. Bibit-bibit yang mengalami cacat (misalnya karena adanya serangan patogen lain) diusahakan tidak dikirim ke lapangan.

10.     Pengendalian dengan Bahan-bahan pestisida biologi/ organik

Banyak penelitian yang dilakukan di bidang pertanian untuk menemukan teknik pengendalian bakteri Ralstonia dengan bahan-bahan biologis dan bahan organik, tetapi sering sekali mengalami kesulitan pada saat aplikasi ke lapangan. Penelitian yang dilakukan biasanya berhasil dilaksanakan di laboratorium atau di rumah kaca, tetapi pada saat diaplikasikan ke lapangan sering memberikan hasil yang tidak sebaik ketika percobaan di laboratorium atau rumah kaca.

Beberapa ekstrak tanaman yang berhasil menekan perkembangan bakteri Ralstonia adalah ekstrak mengkudu, ekstrak gambir, ekstrak bunga cengkeh  dan ekstrak temulawak

Selain menggunakan pestisida alami (organik) – biopesticide - juga banyak dicoba menggunakan mikroorganisme yang bersifat antagonis terhadap Ralstonia tetapi tidak mengganggu tanaman. Bahkan banyak diteliti jenis mikroorganisme yang sekaligus memberikan manfaat positif terhadap tanaman dan kelompok ini ada yang disebut dengan PGPR ( Plant Growth – Promoting Rhizobacteria) . Beberapa PGPR yang sudah dicoba dan menunjukkan hasil bagus adalah kelompok Actinomycetes, Azospirillum , dan Bacillus. Beberapa jenis mikroorganisme yang dicoba dan mampu menekan perkembangan Ralstonia dan sudah dicoba diberbagai tanaman adalah seperti pada Tabel di bawah ini :


No
Tanaman
Kelompok
Nama
Tingkat antagonisme
Keterangan
1
Jahe
Jamur
Aspergillus nidulans
Bagus
Sumber : Bustaman H, (2006)
Jamur
Gliocladium virens
Sangat bagus
Jamur
Pennicilium digitatum
Sangat bagus
Jamur
Rhizopus oryzae
Sedang
Jamur
Trichoderma harzianum
Sangat bagus
Jamur
T. koningii
Sedang
Jamur
T.viride
Sangat bagus
Bakteri
Achromobacter sp
Sangat bagus
Bakteri
Bacillus
Sedang
Bakteri
Pseduomonas flourescen
Sangat bagus
Bakteri
Pseudomonas patoa
Sedang
2
Tomat
-
Effective Microorganisme (EM)
Sedang
Sumber : Lwin M and Ranamukharachchi
3
Kacang tanah
Bakteri
Pseudomonas flourescen
Sedang
Sumber : Yusnadi
4
Pisang
Mikroorganisme dan ekstrak tumbuhan
BIOPESTISIDA Persada + ekstrak daun papaya, sirih, lengkuas, sambiroto, dan bawang putih (BIOPESTISIDA PERSADA adalah produk Faperta Udayana Bali)
Sedang dan Bagus
Sumber : I B K Suastika dan A.A.N. B Kamandalu, (2005)
5
Tomat dan kentang
Bakteri
Bacillus
Bagus
Sumber : Heru A Djatmiko et al  (2007)
Streptomyces
Bagus
6
Tomat
Bakteri
Bacillus cereus
Bagus
Anonim
Pseudomonas aeruginosa
Bagus
P.pulida
Bagus
7
Tembakau
Jamur
Tricoderma spp
Sangat Bagus
Sumber : Di Giacomami et al ( 2005)
Streptomyces sp.
Sangat Bagus

8
Tomat
Jamur
Kelompok Actinomycetes
Bagus
Sumber : Moura, 1996
9
Nenas
Jamur
Azospirillum brasilense
Bagus
Anonim


Bakteri
Bacillus sphaericus
Bagus

10
Terong
Bakteri
Stenotrophomonas maltophilia
Bagus
N.A.S.Messiha et al (2006)
11
Eucalyptus urophylla
Bakteri
Pseudomonas fluorescens dan P.putida
-
L.X Ran et al (2005)


Sering sekali penggunaan PGPR atau pestisida biologi mengalami kendala dalam aplikasi di lapangan. Perbedaan kondisi lingkungan tempat diaplikasikannya pestisida ini dengan kondisi ditemukan dan dikembangkannya mikroorganisme  menjadi pengendali biologis adalah hal yang sangat berpengaruh terhadap keefektifan biopestisida ini.  Beberapa ahli mengatakan penggunaan biopestisida dalam mengendalikan Ralstonia sering juga mengalami kendala karena :
-     beragamnya type atau biovar Ralstonia sehingga agen pengendali biologinya juga sangat beragam
-     beragamnya strain mikroorganisme sebagai agen pengendali biologi, dan sangat spesifik untuk masing-masing daerah/tapak
-    membutuhkan biaya, waktu dan teknologi laboratorium yang rumit untuk mengektraksi mikroorganisme menjadi agen pengendali biologis
-     aplikasi di lapangan sering tidak menunjukkan hasil karena perubahan iklim/cuaca yang tidak dapat dikendalikan seperti halnya di laboratorium atau di rumah kaca (green house)

Saat ini banyak produk yang diclaim sebagai biopestida yang beredar dan diperjualbelikan di masyrakat. Misalnya produk Balai Penelitian Tanaman Hias yang menjual produk dengan nama Bio PF (mengandung bakteri agen pengendali  bakteri penyebab penyakit layu), Bio GL, Gliocompost dan  Prima BAPF. Juga ada produk yang di claim sebagai pengendali biologi yang mampu mengendalikan penyakit yang disebabkan jamur dan bakteri seperti merek GLIOCLADIUM.  Bagaimanapun, pengujian terhadap keefektifan material di atas terhadap pengendalian Ralstonia masih perlu dikaji dan diteliti lebih lanjut.

PENGENDALIAN BAKTERI LAYU DI PERTANAMAN EUCALYPTUS

Pengendalian penyakit layu bakteri pada tanaman di lapangan sebenarnya sejalan dengan konsep pengendalian terpadu (integrated pest management)  karena tidak ada satu metodepun yang dapat dengan baik mengendalikan penyakit ini apabila teknik pengendalian dilaksanakan secara terpisah (parsial) .  Usaha pencegahan (Preventif)  adalah inti dari pengendalian karena apabila tanaman sudah terserang maka sangat sulit untuk menyembuhkannya.

Usaha – usaha pengendalian yang dapat dilaksanakan adalah :

1.     Pemeliharaan Bibit Siap Tanam (BST)  sebelum di tanam

Pemeliharaan BST pada saat tanam dilakukan untuk mencegah kerusakan atau adanya luka pada bibit yang sudah terseleksi dari Nursery (pembibitan). Pada saat proses pengangkutan bibit dari dan ke mobil pengangkut harus diusahakan agar tidak terjadi luka. Tindakan penyiraman dan penaungan BST sebelum ditanam harus dijalankan agar  kesehatan dan kesegaran bibit tetap optimal sampai BST di tanam.  Transportasi bibit dengan menggunakan single tube dan keranjang adalah salah satu cara untuk mengurangi kerusakan/luka bibit.

Pada saat pelepasan BST dari single tube, harus diusahakan semaksimal mungkin agar akar bibit tidak luka .

2.     Pengendalian gulma secara intensif (Sanitasi Lingkungan)

Seperti dijelaskan di atas beberapa jenis gulma biasanya juga akan menjadi tumbuhan inang Ralstonia dan biasanya tidak menunjukkan tidak adanya gejala layu (symtopless).  Perlakuan pre plant spraying sebelum penanaman harus dilaksanakan dengan baik agar semua potensi gulma yang menjadi inang dapat dimusnahkan.

Pada saat pelaksanaan weeding manual harus diperhatikan agar jangan membuat luka pada tanaman utama karena luka tanaman

3.     Monitoring Rutin

Monitoring kesehatan tegakan di setiap petak/compartemen tanaman diperlukan untuk mengetahui apakah ada tanaman yang terserang penyakit. Monitoring rutin dapat dilaksanakan dengan system sampling atau melibatkan  plantation assessment team (PAT) atau team inventory tanaman. Apabila ada team khusus  yang mengerjakan monitoring maka akan lebih baik.

Dalam monitoring dilakukan perhitungan jumlah tanaman yang terserang penyakit atau hama pengganggu lainnya. Dengan monitoring ini dapat diperoleh data potensi penyebaran hama penyakit dengan segera sehingga dapat dilaksanakan berbagai usaha untuk menekan penyebarannya.

Intensitas sampling untuk monitoring rutin (keadaan normal) dilakukan dengan metode sampling dengan intensitas sampling 2% dan plot pengamatan dengan luas 200 m2 atau 0.02 ha berbentuk lingkaran (jari-jari 7.98 m) .  Apabila dari monitoring rutin diketahui ada serangan penyakit yang serius maka intensitas sampling dapat dinaikkan atau dilakukan sensus.

4.     Hilangkan potensi waterlog (genangan)

Dari berbagai hasil penelitian di tanaman pertanian dan kehutanan, waterlog (genangan) akan menimbulkan berbagai efek negatif terhadap tanaman termasuk berkembangnya mikroorganisme patogen .

Waterlog juga berpengaruh negative terhadap kesehatan tanaman, karena akan membuat kondisi an-aerob pada zona perakaran, munculnya gas-gas racun akibat reaksi air dengan bahan kimia di dalam air (misalnya timbulnya H2S, amoniak,  dsb) , meningkatnya laju transpirasi tanaman yang menguras energi tanaman (tidak seimbang antara fotosintesis, transpirasi dan respirasi), dan terhambatnya pembentukan sel-sel baru.

Secara jelas waterlog akan menurunkan kesehatan tanaman dan membuat pertahanan diri yang dimiliki tanaman akan semakin rendah, sementara perkembangan patogen disekitar tanaman meningkat. 

5.     Perlakuan Kimiawi (Bakterisida)  pada Tanaman yang terserang

           Aplikasi bakterisida pada tanaman yang terserang penyakit layu bakteri sudah banyak     dicoba   di berbagai daerah, tetapi sejauh ini keefektifan bakterisida seperti Agrept atau Kasumin masih diperdebatkan.

6.     Eradikasi tanaman terserang

Eradikasi tanaman yang terserang sebenarnya merupakan langkah yang efektif untuk mencegah penyebaran penyakit layu bakteri. Tanaman yang sudah terserang di potong , kemudian sisa potongan ditutupi atau diolesi dengan ter , bakterisida atau alkohol sehingga ooze yang keluar tidak menyebar ke tempat lain.

Kita harus hati-hati dalam melakukan eradikasi ini agar bakteri yang masih berada di dalam jaringan tanaman atau di tanah di sekitar tanaman terserang tidak berpindah atau menyebar ke tanaman atau wilayah lainnya.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam tindakan eradikasi adalah :
-     Sisa bagian tanaman yang terserang harus dibakar
-     Apabila ada bagian tanaman yang dipotong (misalnya pangkal batang) , maka bekas potongan harus ditutupi dengan ter, atau alkohol atau bakterisida sehingga bakteri tidak keluar
-     Apabila memungkinkan dilakukan pembongkaran akar (pada tanaman muda), maka tanah bekas pembongkaran akar harus ditaburi dolomit atau disiram dengan bakterisida.
-     Lobang bekas pembongkaran akar ditaburi Dolomit atau larutan bakterisida , kemudian dibiarkan terbuka agar sinar matahari dapat masuk dan menekan pertumbuhan bakteri. Selain Dolomit juga dibuktikan bahwa Phosporous Acid ( H3PO3) dapat menekan perkembangan Ralstonia dengan cara menyiramkan larutan ini pada tanah yang telah terinfeksi (soil dressing)
-    Alat-alat kerja seperti cangkul, gunting, parang, sepatu kerja, sarung tangan dan alat lain yang digunakan dalam eradikasi harus dibersihkan dan disterilkan dengan desinfectan (alkohol atau karbol) atau bakterisida sehingga tidak berpotensi menjadi penyebar bakteri.

Eradikasi sebaiknya dilaksanakan pada musim panas karena sinar matahari membantu proses sterilisasi bakteri yang ada di dalam tanah. Problem yang terjadi apabila eradikasi dilaksanakan pada musim hujan adalah selain sulit melaksanakan pembakaran jaringan yang dipotong, juga hujan berpotensi menyebarkan tanah bekas galian tanaman yang dieradikasi dan ini dapat menjadi masalah pada tanaman lainnya.

Cara eradikasi :
-   Siapkan alat dan bahan yang khusus dipergunakan untuk eradikasi yaitu gunting, parang, gergaji, cangkul, sekop, kapas,  sepatu boat plastik, sarung tangan karet, desinfectan (alkohol 70% atau karbol), bakterisida,   Dolomit, dan bahan bakar minyak seperti solar atau minyak tanah
-  Tentukan pohon yang dieradikasi
-  Pakailah sarung tangan karet dan sepatu boat
-  Petiklah/rontokkan semua daun pohon yang akan dieradikasi dan kumpulkan di bawah pohon
-  Gunting atau pangkaslah  ranting-ranting pohon yang dieradikasi . Gunting atau gergaji yang digunakan harus segera disterilkan dengan mengoleskan Alkohol 70% atau karbol (dengan kapas)
-  Apabila pohon masih kecil, potonglah batang mulai dari pangkal batang dan buat potongan-potongan kecil (cincang) dan sisa potongan di pangkal batang harus diolesi dengan alkohol atau karbol untuk menghindari terpencarnya ooze, kemudian bungkuslah dengan kantongan plastik berisi kapas basah yang telah dicelupkan ke larutan bakterisida.
-  Setelah itu kumpulkan semua daun-daun, batang, ranting-ranting, cincangan batang ,  gulma, seresah, ranting-ranting yang berada disekitar pohon dan kapas yang digunakan untuk mengoles  , sehingga radius 1.5 m dari pangkal batang yang akan dieradikasi  sudah bersih dan menjadi sekat bakar.
-  Lakukan pembakaran dengan menyiramkan solar atau minyak tanah. Seluruh sisa daun, ranting dan gulma yang dikumpulkan harus terbakar habis dan menjadi abu.
-  Apabila memungkinkan, setelah itu lakukan pembongkaran batang dengan cara menggali dan kumpulkan semua akar-akar pohonnya dan lakukan pembakaran ulang
-  Lubang bekas galian harus ditaburi Dolomit atau disiram dengan larutan bakterisida dosis 1-2 ml/ liter air sebanyak 1-2 liter /pohon yang di eradikasi (soil dressing)

7.  Pemupukan berimbang

Konsep pemupukan berimbang sama halnya dengan konsep pemupukan berimbang di Nursery. Dengan pemupukan berimbang diharapkan tanaman akan mempunyai tingkat kesehatan yang cukup untuk mempertahankan diri dari serangan patogen.  Pelaksanaan SOP dengan baik merupakan salah satu dasar membuat tanaman yang sehat dan mempunyai pertahanan diri yang baik terhadap serangan patogen.  

Ada beberapa hasil penelitian di tanaman pertanian yang menunjukkan bahwa pemupukan CaO + Urea dapat mengurangi serangan layu bakteri pada tanaman tomat (Michel, V.V et al 1977) .  Sedangkan Yamakazi (2000) membuktikan bahwa peningkatan konsentrasi Ca di dalam tanah berkorelasi negatif dengan tingkat serangan bakteri layu pada tomat, artinya semakin tinggi kandungan Ca maka serangan layu bakteri akan semakin kecil. (sumber : http://sciencelinks.jp/j-east/article)  Pada tanaman kentang di Uganda dibuktikan bahwa pemupukan dengan Nitrogen dan Phospor  dan pemupukan lengkap dengan NPK memberikan hasil serangan bakteri layu yang paling rendah dibanding pemupukan tunggal (N saja atau P saja atau K saja). (sumber :http://www.bioline.org.br/request?cs01057)

Penelitian di Amerika menunjukkan bahwa kandungan Ca, B dan P akan tingg pada daun tanaman tomat yang mampu bertahan dari serangan layu bakteri, dan hal ini diduga karena unsur hara ini sangat berperan dalam meningkatkan kemampuan pertahanan tanaman dari serangan layu bakteri ( Gokhan H et al 2006).

8. Pergiliran Tanaman dan manajemen tegakan (stand management)

           Pergiliran tanaman banyak diterapkan di tanaman pertanian. Metode ini ternyata mampu menekan kerugian akibat serangan penyakit layu bakteri. Pergiliran tanaman pada tanaman pertanian memang sangat memungkinkan karena umur daur tanaman pertanian umumnya singkat (bulanan)  sehingga efektifitas pergiliran tanaman sangat tinggi, tetapi apabila kita berbicara mengenai tanaman Hutan Tanaman yang rata-rata 1 daur membutuhkan waktu 5-8 tahun , maka konsep pergiliran tanaman ini seharusnya menjadi rencana kerja yang terpadu yang menyangkut berbagai aspek seperti aspek produksi dan aspek ekonomis . Pergantian species setiap daur tanaman akan menjadi sebuah problem yang berkaitan dengan pelaksanaan teknis di HTI dan hubungannya dengan elemen-elemen industri dimana HTI menjadi penyuplai bahan bakunya. 
           
            Pemilihan clone yang resisten akan berkaitan dengan pekerjaan breeding (tree improvement) dan hal ini harus berkaitan dengan aspek pengelolaan tegakan seperti pengaturan blok-blok /compartment tanaman. Hal yang dapat dilaksanakan :
-  Kesesuaian clone dengan tapak sesuai dengan interaksinya harus dimaksimalkan agar kesehatan tanaman dapat ditingkatkan.
-  Penggunaan multiclone sangat diwajibkan . Penggunaan satu clone  akan beresiko tinggi apabila ada serangan layu bakteri atau penyakit lainnya  terutama apabila resistensi clone tersebut rendah. Pengaturan pola blok/compartemen sistem monoclonal compartment  perlu diatur sehingga satu clone tanaman pada satu compartemen tidak berhubungan dengan clone yang sama di compartemen yang berbeda. Konsep ini sudah diterapkan diberbagai perusahaan HTI yang mengembangkan Eucalyptus clone seperti di Brazil, Argentina, Afrika Selatan , Venezuela, Chile dan Colombia.

9.     Pemotongan Bagian Tanaman yang Layu

Pemotongan bagian tanaman Eucalyptus yang terserang penyakit layu bakteri dibagian yang dianggap sehat telah dicoba di berbagai perusahaan . Bekas potongan diolesi dengan bakterisida . Harapannya akan tumbuh tunas baru yang sehat.  Teknik ini masih perlu dikaji lebih lanjut karena belum ada laporan hasilnya yang memuaskan.

PENUTUP

Bakteri Ralstonia menyebar diberbagai tempat dan mempunyai tanaman inang yang sangat banyak . Bakteri ini akan menjadi problem apabila menyerang tanaman.  Tetapi kita juga harus paham, bahwa keberadaan bakteri ini tidak harus  menyurutkan atau menghentikan semangat  usaha pembangunan Hutan Tanaman dengan tanaman Eucalyptus.  Yang utama adalah dengan mengetahui keberadaan bakteri ini kita harus waspada dan semakin sadar bahwa pembangunan HTI harus dijalankan dengan hati-hati dan mengikuti standar yang sudah ada .

Tanaman dapat terserang atau potensi terserangnya semakin besar apabila :
-     Ada luka pada tanaman
-     Bakteri sudah terbawa dari benih atau dari bibit (stoolplants)
-     Kondisi tanaman kurang sehat (resistensi lemah) misalnya karena lobang tanam dangkal, pupuk tidak berimbang, weed free rendah, dsb
-     Lingkungan tempat tumbuh dilapangan mendukung bakteri berkembang biak dengan baik (misalnya sanitasi rendah, waterlog, dsb)

Kerugian yang ditimbulkan sangat besar apabila tidak dikendalikan dengan segera. Tindakan pengendalian yang paling ampuh adalah usaha PREVENTIVE (pencegahan).

Usaha pencegahan yang paling dapat dilaksanakan adalah pelaksanaan SOP dengan baik, baik itu di Nursery maupun di lapangan. Dengan penerapan SOP, monitoring rutin, dan sanitasi lingkungan , kita yakin tingkat serangan bakteri yang menakutkan ini dapat di tekan seminimal mungkin.


DAFTAR PUSTAKA

Adesina, M. F. 2007. Characterization of bacterial Antagonist of Rhizoctonia solani and Fusarium oxysporum from six European Soils and Their Potential Application for Bilogical Control. Disertasi. Von der Fakultat for Lebenswisseschaften der Tehcnishen Universitat Carolo-Wilhemina zu Braunschweig.

Alfenas, A.C. et al. 2006. Ralstonia solanacearum Viveiras Clonais de Eucalypto no Brasil. Fitopatologi Bras. No 31 (4). 2006

Anonim. ?. Genetic Diversity of Ralstonia solanacearum, Causal Agent of Banana Bacterial Wilt and It’s Control.

Bermawie, N. et al. ?. Status Teknologi Budidaya dan Pascapanen Tanaman Kunyit dan Temulawak sebagai penghasil Kurkumin. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Indonesia.

Castillo, J. A. and T.G. Greenberg. 2006. Evolutionary Dynamics of Ralstonia solanacearum . Applied and Environmental Microbiology . Vol 73 No 4 (2007)

Cauntinho, T.A. et al. 2000. First Report of Bacterial Wilt Cause by Ralstonia solanacearum Eucalypts in Sout Africa. Forestry Pathology 30 (2000).

Cautinho, T. A. et al. Bacterial Blight and Dieback Eucalyptus species, Hybrids and Clones in South Africa. Plant Disease/ Vol 86 No. 1

Chiou An-Long and Chen C.M., Lowering Water Level in the Field and Application of Pesticide and Soil Amendment to Control Bacterial Wilt on Water convovulus. Bull. Of the Hualien District Agricultural Improvement Section No 22:74

Chase A.R. Controlling Bacterial Disease of Ornamental . Chase Research Garden, Inc. Mountain Aukum ( http://www.chasereserachgardens.com/)

Ciesla, W. M. Et al . (editing). Eucalyptus spp. FAO/IPGRI Technical Guidelines for the Safe Movement Germplasm No 17.

Criswell, J. et al. ?. Water Quality Hand Book For Nursery. Oklohoma State University

Da Silvera, E. L. et al. 2006. Bacterial diversity of Soil Under Eucalypts Assessed by 16S rDNA Sequencing Analysis. Pesq.agropec.bras. Vol 41 no 10

FAO. 2000. Cabbage Integrated Pest Management. Cabbage Ecological Guide. 2000.

Fredrich, S.W. et al. An Evaluation of DAZOMET incorporation methods on Soilborne Organism and Pine Seedling Production in Southern Nursery, USDA Forest Service

French, E.R. et al. 1992. Diversity of Ralstonia solanacearum in Peru and Brazil. Proc. International Conference ACIAR Proceeding No. 45

Gerkauskas, R. 2004. Bacterial Wilt ( Ralstonia solanacerum – Pseudomonas solanacearum) AVRD The World Vegetable Centre. Publication 04-5-73/2004 (http://www.avrdc.org/)

Gunawan, O.S. et al. Development of components technologies fro control bacterial wilt in patato

Haas, D. and G.Defago. 2005. Biological Control of Soil-borne Pathogens by fluorescent Pseudomonas. Microbiology Nature Review Advance Online Publication.

Hall, K.C. 2003. Manual on Nursery Practices. Forestry Department. Kingston Jamaica.

Johnson, S.B. 2003. Bacterial wilt. The University of Maine Vol 41.No. 1 (sjohnson@umext.maine.edu)

Knudsen, G.R. 2006. Bacteria, Fungi and Soil Helath. Idaho Patato Conference.

Lwin, M and Ranamukharachchi. 2006. Development  of Biological Control of Ralstonia solanacearum Through Antagonist Microbial Populations. International Journal of Agriculture and Biology. Vol 8 No 5 ( http://www.fspublishers.org/)

Milagrusa, S.P. 1997. Fertilizer and Control of Nematodes and Bacterial Wilt Using Sincocin AG and Agrispon in White Patato. Benguet State University, La Trinidad. Benguet

Mitkowski, N. 2005. Bacterial Wilt. The Collage of The Environment and Life Science. University of Rhode Island.

Murithi, L. M. and J.W. Irungu. 2004. Effect of Integrated Use of Inorganic Fertilizer and Organic Manures on Bacterial Wilt Incidence (BWI) and Tuber Yield in Patato Production System on Hill Slopes of Central Kenya. Journal Of Mountain Science Vol 1 No 1. (www.umde.ac.cn/journal)

Newman, S.E. 2004. Greenhouse and Nursery Sanitation. Horticulture and Landscape Architechture Colorado State University.

Robbins, J.A and M.R.Evans. ?. Growing Media for Container Production in a Green House of Nursery (Part II Physical and Chemical Properties) University of Arkansas. Division of Agriculture (http://www.uaex.edu/)

Roll, D. 2004. Greenhouse Pest Control. Category 6d. Study Guide for Commercial Applicators. Ohio Department of Agriculture.

Sikora, E. J. 2004. Bacterial Wilt of Tomatoes. Alabama A&M and Auburn Universities. ANR-862 ( http://www.aces.edu/)

Stansbury C, et al. 2001. Bacterial Wilt Ralstonia solanacearum Race 3 Exotic Threat to Western Australia. Factsheet No 7/2001 ( http://www.agric.wa.gov.au/)

Supriyadi. 2006. Analisis Resiko AGen Hayati untuk Pengendali Patogen Pada Tanaman . Jurnal Litbang Pertanian 25 (3).

Wall, G.C. 2000. Bacterial Wilt (Ralstonia solanacearum) Syn Bukholderia , Pseudomonas solanacearum. Agriculture Development in The American Pacific.

Wicks T. 2004. Bacterial Wilt of Patatoes. Factsheet 26/00 (www.pir.sa.gov.au/factsheet)

Management of Bacterial disease . http://www.umass.edu/umext/floriculture/fact_sheets/pest_management/geran_bacterial_diseases.htm

 
 
 
 

Tidak ada komentar: