Minggu, 12 Juni 2011

SEED STAND DAN SEED PRODUCTION AREA

Seperti dijelaskan sebelumya benih adalah salah satu sarana produksi terpenting dalam pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI). Perbanyakan tanaman secara generatif pastilah menggunakan benih sebagai bahan pembuat bibit. Kualitas benih akan menentukan kualitas bibit dan  kualitas tanaman di lapangan.

Untuk menghasilkan benih , berbagai langkah harus ditempuh termasuk membangun tegakan benih (Seeed Stand ) dan Areal Produksi Benih (Seed Production Area). Langkah ini ditempuh pemulia untuk memenuhi kebutuhan operasional dalam waktu yang paling singkat.

A.              Seed Stand – SS

Metode pembangunan SS adalah sebagai berikut :

  1. Dari sekumpulan kompartmen tanaman yang seumur dibuat daftarnya dan dipilih kompartemen-kompartemen yang memiliki volume pertumbuhan terbaik. Umur tanaman yang layak diseleksi menjadi SS biasanya minimal  ½ daur + 1 tahun, jadi apabila perusahaan HTI memiliki daur tebang 6 tahun, maka tegakan yang layak diseleksi adalah tegakan-tegakan yang telah berumur (½ x 6 tahun)  + 1 tahun = 4 tahun ke atas. Hal ini dilakukan untuk menjamin bahwa memang tegakan tersebut sudah memasuki phase growth rate yang relatif mendatar (atau MAI dan CAI nya sudah optimal).
  2. Dari daftar kompartment yang ada diseleksi berdasarkan rata-rata volume/ha atau MAI yang dihasilkan pada umur yang sama. Misalnya kompartmen A.mangium yang berumur 4 tahun  terseleksi sebanyak 50 kompartmen dan MAI rata-rata kompartemen berkisar antara 10 m3/ha/tahun sampai 35 m3/ha/tahun, maka dilakukan pengambilan keputusan bahwa kompartemen yang memiliki MAI 30 m3/ha/tahun ke atas yang layak dijadikan SS. Keputusan ini tergantung kepada kondisi lapangan dan keputusan pemulia pohon yang tentunya mempertimbangkan berbagai hal.
  3. Setelah beberapa kompartemen terpilih, maka diseleksi lagi berdasarkan aksesibilitas dan kondisi kompartemen. Lebih baik memilih kompartemen yang aksesibilitasnya mudah, topografinya relatif datar, phenotype pohon-pohon relatif seragam , penyebaran pohon di dalam kompartemen teratur dan seragam, dan tentunya pohon-pohon tersebut menghasilkan bunga.

Setelah diseleksi maka dibuat keputusan bahwa kompartemen tersebut dikonversi atau dijadikan SS . Team pemanen buah dapat melakukan pemanenan di kompartemen tersebut jika tegakan sudah menunjukkan pohon-pohon yang siap dipanen.

Keuntungan SS :
  1. Dengan cepat areal penghasil benih dapat dipilih dan diseleksi
  2. Pohon-pohon induk di dalam SS relatif sudah memiliki adaptasi dengan lingkungan sekitar, sehingga diharapkan keturunannya (benih) juga sudah memiliki sifat yang mampu beradaptasi.

Kelemahan SS :
  1. Intensitas seleksi pohon induk rendah sehingga menghasilkan kualitas benih yang belum begitu baik.
  2. Biasanya pohon sudah memiliki tinggi yang cukup sulit untuk memanen buahnya
  3. Produksi benih per pohon relatif kecil karena tajuk pohon tidak optimal dan kerapatan pohon di dalam SS tidak mendukung masuknya cahaya matahari yang cukup untuk mendukung terjadinya pembuahan
  4. Perkawinan kerabat dan masuknya pollen (serbuk sari) dari tegakan lain sulit dihindarkan
  5. Biasanya pohon-pohon yang berada di pinggir jalan atau yang paling tepi dari kompartmen akan berbunga dan berbuah lebih lebat karena mendapat ruang dan cahaya matahari yang optimal.
  6. Seleksi hanya berdasarkan phenotype rata-rata, dan bukan berdasarkan nilai-nilai genetik , sehingga nilai heritabilitas tidak dapat dihitung.

Umumnya peningkatan kualitas tanaman dengan menggunakan benih dari SS  berkisar antara 1-5 % dibanding tetuanya.  SS  biasanya hanya digunakan secara temporari dan setelah ada kebun benih yang lebih baik SS kemudian akan ditebang untuk kebutuhan produksi kayu atau dipergunakan sebagai tegakan benih yang dipelihara untuk masa-masa yang akan datang.

Metode lain yang juga dapat diterapkan dalam membangun SS adalah dengan menggabungkan uji Provenance dengan Provenance Stand.  Metodenya adalah sebagai berikut :

  1. Pembangunan Provenance Test dilaksanakan dengan desain penelitian genetic test dengan menggunakan Provenance sebagai Treatment dan dibuat Ulangan (Replikasi) dan dicobakan dibeberapa lokasi yang berbeda. Misalnya diuji 12 provenance A.crassicarpa yang berasal dari Papua Irian, Papua New Guinea dan Queensland Australia.
  2. Bersamaan dengan uji provenance tersebut , masing-masing provenance dibangun lagi tegakan provenance (provenance stand) dalam skala operasional (produksi massal). Misalnya setiap provenance dibangun untuk setiap 1 atau lebih  kompartemen sesuai dengan ketersediaan benih .
  3. Pada saat uji provenanve memberikan hasilnya, maka provenance yang terbaik dipilih menjadi provenance yang layak menjadi SS sehingga masing-masing provenance stand dapat diseleksi apakah layak menjadi SS atau tidak.

Keuntungan metode ini adalah SS yang dibangun sudah lebih dibuktikan dengan adanya uji provenance  sehingga lebih menyakinkan bahwa SS ini menghasilkan benih-benih yang lebih mampu beradaptasi secara genetik.  Kelemahannya adalah diperlukan pembangunan plot penelitian Provenance Test dan benih masing-masing provenance dalam jumlah besar.

Untuk lebih jelasnya metode pembangunan SS tersebut digambarkan secara sederhana di bawah ini.






B.                 SEED PRODUCTION AREA - SPA

Pembangunan SPA sebenarnya hanya berbeda sedikit dengan pembangunan SS. Konsepnya tetap yaitu memanfaatkan tegakan operasional (tegakan produksi massal) yang pertumbuhannya melebihi kompartemen lainnya yang sejenis dan seumur pada suatu hamparan tanaman HTI.

Perbedaan SS dengan SPA terletak pada adanya penjarangan pohon-pohon inferior (jelek) pada tegakan/ kompartemen yang terpilih. Sehingga setelah suatu tegakan operasional dipilih dan ditentukan menjadi calon SPA, maka pada tegakan tersebut dilaksanakan pemilihan pohon-pohon yang akan ditinggal dan yang akan ditebang. Intensitas seleksi pada SPA ini sudah lebih baik dibanding SS, dengan mengurangi/menebang pohon-pohon yang penampilan phenotypenya jelek/buruk, maka di dalam SPA akan tersisa pohon-pohon yang berphenotype bagus. Selain itu metode penjarangan yang dilaksakan dilakukan dengan mempertimbangkan jarak antar pohon di dalam tegakan tersebut. Dengan pengaturan jarak antar pohon, maka pertumbuhan kanopi akan lebih optimal dan penjarangan juga memberikan peluang masuknya cahaya matahari ke seluruh bagian tajuk (kanopi) pohon-pohon yang ada.  Dengan demikian potensi pembungaan dan pembuahan masing-masing pohon akan semakin tinggi jika dibandingkan dengan pohon-pohon yang ada di dalam SS. Biasanya untuk tanaman fast growing species seperti Acacia mangium, Acacia crassicarpa, Gmelina arborea, Paraserinthes falcataria, Eucalyptus spp., kerapatan 200-300 pohon/ha sudah cukup baik untuk dipilih dalam membangun SPA. Jarak antar pohon rata-rata > 5 m.

Keuntungan SPA hampir sama dengan SS, hanya memiliki keunggulan tambahan yaitu induk yang dipelihara menjadi penghasil benih sudah menunjukkan phenotype yang lebih baik dan perkawinan antara pohon yang phenotypenya baik dengan yang phenotypenya jelek/buruk dapat dihindarkan.

Kelemahan SPA hampir sama juga dengan SS, dimana pohon induk yang tersisa di dalam SPA bukanlah hasil seleksi genotype sehingga keturunan-keturunannya belum dapat ditentukan nilai heritabilitasnya. Bagaimanapun dengan melakukan pemilihan pohon yang ditinggal dengan adanya penjarangan pohon-pohon inferior  kualitas benih yang diharapkan sudah lebih baik dibanding SS.  Kelemahan lainnya yaitu pada saat seleksi atau dibangunnya SPA ini, pohon sudah tinggi dan kesulitan utama terjadi pada saat akan melakukan pemanenan buah. Selain itu dalam membangun SPA ini biasanya ada stress tanaman setelah penjarangan dilaksanakan, tajuk mengalami kerusakan ketika penjarangan, dan juga mudah roboh karena angin.

Peningkatan kualitas tanaman dengan menggunakan SPA umumnya hampir sama dengan SS yaitu sekitar < 5% dibanding tetuanya. Walaupun demikian dengan membangun SPA, produksi benih untuk kebutuhan operasional HTI sudah dapat dicukupi dengan pengelolaan SPA yang lebih baik.

Untuk meningkatkan produksi benih per pohon dari SPA, dapat dilakukan usaha pemeliharaan tanaman secara rutin. Pengendalian gulma harus dilaksanakan karena biasanya setelah adanya penjarangan, maka lantai hutan yang terbuka dan dimasuki cahaya matahari akan merangsang pertumbuhan biji-biji gulma. Pemupukan dapat dilaksanakan terutama sebelum masa pembungaan dan sesudah masa pemanenan buah. Dosis dan jenis pupuk dapat ditentukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan jenis tanaman, kualitas tanah, dan iklim setempat. Yang utama pupuk N biasanya dibutuhkan pasca pemanenan dan NPK dibutuhkan untuk masa pembungaan.

Secara sederhana proses pembangunan SPA dapat dilihat pada skema di bawah ini.




PENUTUP

Kualitas benih dari SS dan SPA adalah kualitas terendah dari faktor genetik dan biasanya ini hanya ditempuh untuk kebutuhan jangka pendek. Untuk mendapatkan kualitas benih terbaik tidak ada jalan lain selain membangun Seedling Seed Orchard (SSO) dan Clonal Seed Orchard (CSO).

Tidak ada komentar: