Sabtu, 13 November 2010

MENGAPA POHON MUDA MATI ?..... Bagian #1

Sering kali , kita melihat pohon yang sudah ditanam mengalami kematian. Berbagai gejala mengawali kematian itu , misalnya daun menguning, daun layu, daun rontok atau terlihatnya gejala kerdil.

Apabila pohon sudah mati dengan gejala yang terlihat dengan keringnya pohon, batang yang menghitam atau kering, atau luruhnya seluruh daun yang menunjukkan pohon gundul,  biasanya sangat sulit menduga atau mendiagnosa penyebab kematiannya. Yang jelas, kematian pohon biasanya berlangsung bertahap, tidak dalam sehari langsung kelihatan gejala kematiannya, pasti diawali dengan gejala-gejala.

Pohon yang cepat tumbuh (Fast growing species) biasanya mengalami masa kritis pasca penanaman sampai tanaman berumur 1 tahun. Titik kritis yang paling tinggi adalah masa sebelum berumur < 6  bulan setelah tanam . Dan masa ini dapat dibagi menjadi 2 periode kritis :

1.     Periode sebelum 0-2 bulan
a.   Periode kritis ini sangat memungkinkan pohon untuk mengalami mati. Kesalahan penanaman dan kualitas bibit menjadi hal yang paling sering menjadi penyebab kematian bibit di lapangan, walaupun ada kondisi lingkungan ekstrim, misalnya kemarau panjang, serangan penyakit atau hama, dan kejadian alam lain seperti kebakaran atau kerusakan fisik lainnya (mechanical damage) seperti kerusakan karena hewan dan manusia (terinjak, tercabut, dsb).
b.   Kesalahan penanaman menjadi hal yang terbesar dalam penyebab kematian bibit, juga kualitas bibit yang tidak standar.  Kesalahan-kesalahan penanaman yang sering terjadi yang menjadi penyebab kematian bibit adalah :
                                                              i.      Lobang tanam dangkal. Menyebabkan zona perakaran tidak baik untuk pohon yang baru ditanam, dan ini dapat menyebabkan gejala kekurangan hara, kekurangan air, dsb. Lobang tanam dangkal juga membuat perakaran tidak dapat tumbuh baik karena adanya wilayah yang berat (heavy) untuk ditembus disekitar zona perakaran. Peluang terbentuknya J root akibat akar tertekuk juga sangat besar dengan lobang tanam yang dangkal tersebut.
                                                            ii.      Tanah penutup lobang tanam tidak halus. Sering sekali tanah penutup lobang tanam pada saat penanaman berbentuk gumpalan-gumpalan besar. Ini mengakibatkan adanya rongga udara (air pocket) di zona perakaran dan mengakibatkan terjadinya kekeringan akar dan atau tersimpannya air dirongga tersebut yang menyebabkan busuknya akar. Selain gumpalan-gumpalan tanah, penutup lobang tanam dengan dedaunan/ranting kering juga akan mengakibatkan hal yang sama. Adanya rongga antara akar dengan partikel tanah disekitarnya juga akan menyebabkan kekurangan air dan unsur hara pada saat perkembangan tanaman.
                                                          iii.      Lobang penutup Lobang Tanam Berbentuk Cekungan atau tanah penutup lobang tidak padat. Karena proses penutupan lobang tanam tidak sempurna, biasanya akan terbentuk cekungan disekitar bibit. Hal ini berpotensi menjadi ”penampung” air pada saat hujan, dan mengabikatkan busuknya tanaman. Penutupan lobang tanam yang tidak padat akan mengakibatkan berpotensinya perakaran bibit tidak stabil dan dapat terangkat dari dalam tanah. Ujung-ujungnya akar tanaman akan terkena udara atau suhu panas yang mengakibatkan kematian.
                                                          iv.      Perakaran bersentuhan dengan Pupuk Dasar.  Sering tidak disadari, akar adalah jaringan yang sangat lembut, terutama ujung dan tudung akar. Sel-sel di daerah tudung dan ujung akar tersebut terbentuk oleh sel-sel muda (meristem) yang sangat halus dan gangguan fisik atau kimia disekitar itu akan langsung merusak akar. Gangguan kimia seperti adanya pupuk yang bersentuhan langsung dengan ujung akar dimana terjadi proses penyerapan air dan unsur hara, akan mengakibatkan terjadinya tekanan turgor dan menyebabkan plasmolisis , dimana konsentrasi pupuk yang tinggi akan mengisap konsentrasi cairan sel-sel akar dan akar menjadi rusak.
                                                            v.      Kondisi perakaran bibit yang diperlakukan tidak sehat. Tanpa disadari sering pada proses penanaman akar bibit tidak ditangani dengan baik. Misalnya membiarkan akar bibit terkena paparan sinar matahari, atau terendam di dalam air sampai berhari-hari, yang menyebabkan jaringan akar menjadi rusak. Hal lain yang memperparah kondisi ini adalah proses penanaman yang salah, misalnya menanam dengan miring, menanam dengan menekuk akar yang mengakibatkan terbentuknya J root , menanam terlalu dalam, menanam terlalu dangkal, dan ini kesemuanya menyebabkan kondisi tanaman rentan akan kerusakan atau kematian.
                                                          vi.      Melakukan penanaman tanpa memperhatikan kondisi cuaca ekstrim. Cuaca ekstrim yang paling besar menimbulkan kematin bibit di daerah tropis adalah kondisi kering (kemarau) atau rendahnya kandungan air tanah. Tetapi hal ini sangat jarang terjadi di wilayah yang beriklim Hujan Tropika Basah seperti Kalimantan. Justru dengan tingginya curah hujan sepanjang tahun, hal yang harus diperhatikan adalah kelebihan air di zona perakaran setelah penanaman dilaksanakan.

c.       Kualitas Bibit Tidak Standar

                                                              i.      Kualitas bibit yang tidak standar umumnya langsung terlihat dari kondisi daun dan perakarannya. Daun yang warnanya normal dan cerah menunjukkan bibit yang sehat secara visual, dan perakaran bibit yang kompak, didominasi warna putih dan atau ”cream”, menunjukkan kondisi akar yang baik. Daun yang masih melekat di batang bibit dengan sempurna dan jumlah daun sempurnanya sesuai dengan standar adalah ciri-ciri bibit yang sehat. Jumlah daun sempurna Gmelina, Akasia, Eucalyptus, Sengon, Trembesi, Jabon, dan bibit fast growing lainnya dipersyaratkan biasanya harus ≥ 6 helai. Sebenarnya dengan melihat diameter pangkal batang (root collar diameter) yang ≥ 4 mm kita akan melihat secara visual kesehatan bibit yang sangat mewakili kondisi perakaran bibit. Diameter pangkal batang akan berkorelasi positif dengan kondisi perakaran dan kandungan batang berkayu bibit (lignifikasi) .
                                                            ii.      Umur bibit yang tidak standar juga sering menjadi penyebab lemahnya adaptasi bibit terhadap lingkungan di lapangan setelah proses penanaman dilaksanakan. Masa penyiapan bibit yang seharusnya maksimal 90 hari di pembibitan dengan menggunakan kontainer polytube 70-80 ml  seharusnya menjadi dasar dalam manajemen produksi tanaman di Hutan Tanaman Industri.
                                                          iii.      Kesehatan Bibit menjadi hal yang sangat krusial. Seharusnya tidak ada toleransi terhadap adanya serangan penyakit pada bibit yang akan ditanam ke lapangan. Sangat banyak bukti, bahwa adanya gejala serangan penyakit di Nursery akan menjadi penyebab meledaknya (outbreak)  intensitas serangan patogen di lapangan  yang menjadi salah satu penyebab kegagalan pembangunan HTI. Sangat ingat motto sebuah perusahaan HTI dimasa lalu akan pentingnya bibit sehat yaitu BIBIT SEHAT, HUTAN SEHAT, PERUSAHAAN SEHAT.

d.      Penanganan Bibit Pasca Mutasi dari Nursery

                                                              i.      Penanganan bibit pasca mutasi dari pembibitan (nursery) menjadi titik kritis yang harus di tangani dengan baik untuk menghindari penurunan kualitas Bibit yang akan ditanam. Sangat diharuskan menanam bibit sesegera mungkin setelah terangkut dari pembibitan. Semakin lama bibit ditanam setelah keluar dari pembibitan, maka semakin tinggi kematian bibit pasca penanaman. Sebelum ditanam, bibit harus disiram dan perakarannya harus benar-benar lembab/basah oleh air .

e.       Penanganan Bibit Pasca Penanaman
                                                              i.      Setelah penanaman dilaksanakan biasanya bibit akan tumbuh sehat apabila seluruh kondisi titik kritis di atas dapat dikendalikan dengan baik. Hal yang paling mungkin menyebabkan kematian pasca penanaman yang baik adalah kondisi cuaca yang ekstrim (misalnya kemarau yang langsung drastis—walaupun jarang terjadi), adanya kejadian-kejadian yang ekstrim, misalnya kebakaran, gangguan hewan, dan atau gangguan manusia (mechanical damage) yang umumnya jarang terjadi.

Dari penjelasan di atas, jika digambarkan dengan grafik maka akan ada 4 faktor yang menjadi penyebab kematian bibit pada masa kritis sebelum tanaman berumur 2 bulan (khusus fast growing species)  seperti terlihat di bawah ini :



Dari grafik di atas terlihat dengan jelas, bahwa keempat  faktor itu (Kualitas bibit, Penanganan Bibit Pasca Mutasi dari Nursery, Proses Penanaman dan Penanganan Bibit Sebelum umur 2 bulan di lapangan) menyumbangkan persentase yang sama menjadi penyebab kematian tanaman pada periode kritis sebelum tanaman berumur 2 bulan. Tidak dapat ditentukan faktor mana yang paling dominan, karena satu faktor terabaikan, maka kematian bibit fast growing species sudah langsung di depan mata.

Semoga bermanfaat..................!!!

6 komentar:

Herwan Galingging mengatakan...

Wah mantap pak, oh ya pernah coba penggunaan ektsrak daun pepaya pada bibit akasia sebagai pestisida organik.

Tentang pohon muda yang mati ada faktor lain pak, tentang perlukaan pada pohon yang gak perlu sehingga terserang Ceratosytis.

Maurits Sipayung mengatakan...

Herwan: saya belum pernah mencoba pestisida organik pada bibit Akasia. Pengalaman saya hama yang paling banyak menyerang bibit Acacia adalah ulat grayak, yang sebenarnya sangat mudah dikendalikan, yaitu dengan mengurangi kerapatan bibit dan penggunaan meja untuk pembuatan bibit (jangan meletakkan bibit dengan permukaan tanah). Paling tidak ada jarak > 75 cm. Terutama untuk daerah-daerah dengan curah hujan tinggi seperti di Kaltim.
Tentang penyakit Ceratocystis... memang setahu saya akibat adanya infeksi pada luka . Luka pada tanaman muda umumnya terjadi karena kerusakan mekanis (mechanical damage) seperti tertebas ketika weeding dilaksanakan, atau kerusakan alam lain, misalnya karena hewan liar, tindakan iseng manusia, angin, ...

Unknown mengatakan...

Kenapa bibit albasiah d semprot sempurna D(daun) malah layu

Jepala Adventure mengatakan...

Klu pohon sardeng yg mati, apakah sama je penyebab & penanganannya?

Maurits Sipayung mengatakan...

Hendar Rukmana : Mohon maaf telat membalasnya . Mohon maaf bisa diperjelas disemprot pakai apa sampai tanamannya layu ? Bisa dijelaskan dulu disemprot menggunakan apa? Kalau disemprot dengan insektisida atau fungisida dengan dosis dan konsentrasi yang tepat harusnya tidak layu . Bisa juga memang tanamannya sudah kena penyakit layu terlebih dahulu baru disemprot . Bisa digambarkan lebih jelas ?

Maurits Sipayung mengatakan...

Jepala Adventure : Mohon maaf saya belum kenal pohon sardeng. Ada bahasa Latinnya? Kalau tanaman mati tentunya tidak bisa ditentukan tanpa melakukan diagnosis yang lengkap. Tanaman mati bisa disebabkan berbagai faktor termasuk adanya serangan hama penyakit, terendam dalam waktu lama, kekeringan, terpapar herbisida, terpapar polutan berat, kesambar petir juga bisa mati, atau gabungan dari berbagai faktor. Bisa dijelaskan lebih rinci mas sebelum mati bagaimana keadaannya?