Minggu, 24 April 2011

Tanaman Gagal................

Layaknya petani, kegagalan tanaman yang telah ditanam dan dipelihara sudah sering terjadi. Sangat banyak penyebab kegagalan tanaman terjadi, misalnya karena cuaca yang kurang baik, banjir, serangan hama dan penyakit, kesalahan penanaman, kurangnya perawatan, dsb. Pada tanaman semusim seperti palawija, kegagalan sangat cepat berlangsung karena umur tanaman biasanya di bawah 6 bulan atau 12 bulan.

Berbeda dengan tanaman semusim, tanaman tahunan seperti tanaman perkebunan (sawit, karet, teh, coklat, kelapa, kopi, cengkeh, durian dan buah2an lainnya, dll) kegagalannya bisa berlangsung cukup panjang. Tentunya pernah kita dengar orang atau pekebun buah durian kesal, karena tanamannya ternyata menghasilkan buah yang kurang enak, padahal sudah dipelihara belasan tahun. Sama halnya dengan kelapa sawit atau salak, yang ternyata adalah pohon berbunga jantan yang hanya menghasilkan bunga tanpa jadi buah, padahal sudah ditunggu tahunan.

Kasus gagal tanaman di HTI juga sering terjadi. Gagal tanaman disini digambarkan dengan tidak tercapainya produksi kayu yang diharapkan sejak awal penanaman. Gagal bisa saja terjadi karena ;

1. Salah bibit

Bibit merupakan awal sebuah produktivitas HTI. Kesalahan pemilihan kualitas genetik bibit dan kualitas phenotype bibit akan menjadi faktor pertama mendapatkan tanaman yang produktivitasnya tinggi. Sembarangan menggunakan benih atau klon, akan menjadi penyebab kegagalan awal. Bahkan dapat disebut kegagalan sudah di depan mata. Mana mungkin mengharapkan kayu 200 ton/ha tetapi menggunakan benih yang kualitas genetiknya hanya 50 ton/ha. Itu sudah hukum biologi, alami yang sudah dibuktikan para pakar dan pengusaha HTI yang terdahulu. Oleh karena itu berkembanglah ilmu pemuliaan dan klassifikasi kualitas genetik . Tidak dapat dipungkiri, ilmu silvicultur yang berkembang setingkat apapun tidak akan pernah mengabaikan kualitas geneik benih/bibit. Walau demikian, sebagus apapun kualitas genetik benih yang disemaikan, maka kualitas fisik bibit tetap juga menjadi standar yang juga harus mengikuti. Tidak ada rumus menggunakan kualitas benih yang baik akan menjamin produktivitas tanaman di lapangan dengan mengabaikan kualitas fisik (phenotype) bibitnya. Bibit tanaman fast growing sudah diteliti banyak pihak diberbagai negara. Banyak literatur dan pengalaman praktis yang membuktikan bahwa kualitas fisik bibit menjadi awal penentuan produktivitas tanaman di lapangan. Syarat-syarat kualitas Fisik Bibit siap tanam juga sudah banyak ditulis dan diseminarkan. Dalam note yang lain, saya juga sudah mencoba menuliskannya. Tidak perlu aneh_aneh, cukup dengan membuat Bibit yang diamater pangkal batangnya memenuhi standar, batang berkayunya cukup, duannya cukup dan sehat, akarnya kokoh,umurnya tidak ketuaan, maka kualitas fisik bibit itu sudah menjamin keberhasilan penanaman. Ini bukan teori, tapi praktek yang sudah diuji dan dipraktekkan diberbagai belahan bumi ini. Intinya, pilih benih/klon kualitas tertinggi (kalau benih gunakan benih dari kualitas Seedling Seed Orchard- SSO atau Clonal Seed Orchard- CSO) , dan jadikan kualitas fisik bibit yang standar (rata-rata disebutkan untuk Fast growing seperti acacia, eucalyptus, gmelina, paraserianthes, harus memiliki diameter pangkal batang > 4 mm, % batang berkayu > 20% dari tinggi total, jumlah daun dewasa minimal 5 helai, umur bibit di container < 4 bulan - 90 hari setelah sapih akan sangat optimal).

2. Penanaman dan Perawatan

Tidak dipungkiri, bagaimanapun kualitas penanaman dan perawatan akan menjadi hal yang kedua yang akan menentukan gagal tidaknya tanaman setelah kualitas benih/bibit yang digunakan. Petani di belahan bumi manapun sudah menerapkan hal ini dengan praktis. Tanaman padi butuh air ketika ditanam, makanya petani selalu memperhatikan cuaca ketika akan menanam. Tanaman jagung juga harus dibersihkan dari gulma kalau tidak mau mendapatkan tanaman kerdil dan menghasilkan tongkol jagung yang ompong. Tanaman kopi perlu dipangkas tunas airnya, agar cabang-cabang utamanya berbunga dan berbuah lebat. Tanaman sawit selalu dipupuk agar tandannya menghasilkan buah yang bernas dan berat serta kadar minyaknnya tinggi. Tanaman teh harus diremajakan cabang2nya agar menghasilkan pucuk2 peko yang berkualitas A dan harganya mahal. Tanaman karet harus diatur penyadapannya agar produksi latex (getah)-nya maksimal. Semua tanaman butuh metode penanaman dan pemeliharaan yang special, tetapi syarat_syarat umum metode penanaman dan pemeliharaan bagi seluruh tanaman adalah sama. Penanaman butuh lobang tanam yang standar, butuh pupuk dasar, butuh top soil penutup lobang, butuh pemadatan tanah disekitar tanaman yang baru ditanam. Tanaman butuh struktur tanah yang gembur agar akarnya segera dapat mengambil air, hara dan bernafas lega. Tanaman tidak suka persaingan yang berat dengan gulma, juga tidak suka bersaing berat dengan tanaman disekitarnya. Tanaman butuh zona perakaran yang memadai, butuh ruang tumbuh yang cukup dan butuh cahaya matahari yang pas dengan tajuknya. Semua ini ada ilmunya. Tidak asal_asalan tanaman padi sawah ditanam dengan jarak 20x20 cm, atau tanaman jagung dengan jarak 70x50 cm, atau tanaman sawit dengan jarak tanaman segitiga 9x9 m, atau tanaman Eucalyptus di Brazil atau di Afsel sana ditanam dengan jarak 3x2 m atau 3x2.5 m atau 4x2 m, dsb. Tidak sembarangan juga tanaman Pinus di Australia dan di Amerika sana di jarangi pada umur 6 dan 10 tahun misalnya, atau tidak sembarangan juga tanaman Jati di Perhutani sana ditanami tanaman pertanian diantara jalurnya dengan tanaman semusim (palawija). Semua ada ilmunya dan itu berdasarkan penelitian/pengalaman lapangan yang sudah puluhan bahkan ratusan tahun. Bahkan pengalaman itu juga pasti sudah mengakomodir adanya kegagalan tanaman. Sangat lucu rasanya kalau kita sebagai petani mencoba melupakan ilmu2 dasar dan pengalaman2 dasar dari pendahulu2 kita.

Lantas, apakah dengan menerapkan ilmu2 praktek dasar itu sudah menjamin tanaman akan berhasil berproduksi maksimal? Jawabannya ; BELUM TENTU !!!! Masih banyak hal_hal yang tidak dapat dikontrol oleh petani atau oleh pembudidaya tanaman. Perubahan cuaca, adanya ledakan hama penyakit, dan interaksi semuanya, menjadi hal yang menentukan berikutnya. Inilah faktor_faktor yang sulit dikendalikan dan dapat menjadi penyebab kegagalan tanaman. Sangat tidak mudah menentukan satu faktor utama penyebab kegagalan tanaman. Semua faktor berinteraksi dengan kuat dan sulit diuraikan jika kita tidak memiliki catatan yang lengkap tentang seluruh faktor2 tadi. Misalnya, ada 1 petak tanaman Acacia berumur 3 tahun , ternyata menghasilkan MAI 5 m3/ha/tahun, sementara disebelahnya ada petak tanaman Acacia yang sama menghasilkan MAI 35 m3/ha/tahun, kemudian ditanya, "mengapa berbeda?"... Sangat sulit menemukan jawabannya jika kita tidak bisa menelusuri seluruh "sejarah" kedua petak tersebut. Kita membutuhkan informasi kualitas genetik bibitnya, kualitas fisik bibitnya, kualitas tanahnya, kualitas penanaman dan pemeliharaannya, dan sejarah lainnya, misalnya apakah pernah ada perbedaan serangan hama penyakit, perbedaan kondisi gulma, perbedaan pemupukan, perbedaan singling, perbedaan weeding, dll. Jika kita hanya menebak-nebak, maka bisa saja tebakan kita melenceng. Misalnya kita sebutkan, " itu karena perbedaan tanah"... Lalu bisa saja kesimpulan untuk melakukan perbaikan dimasa yang akan datang akan salah total.

Dengan catatan masa lalu (historikal), kita dapat mencoba mengerucutkan perbedaan-perbedaan yang ada dan kemudian mencoba menelaah penyebab-penyebab dan akibat-akibatnya pada tanaman. Sangat memalukan sebenarnya seorang pembudidaya yang mencoba "mengklaim" satu faktor menjadi penyebab gagalnya tanaman tanpa memiliki data historikal yang akurat. Ini sama saja dengan mengarang bebas. Apalagi sampai menyebutkan bahwa satu faktor itu menjadi hal yang harus diperbaiki di masa yang akan datang.

Kegagalan tanaman tidak diinginkan siapapun sebagai pembudidaya/petani. Tetapi sangat disarankan untuk menemukan faktor penyebabnya dengan lebih ilmiah dan lebih profesional. Petani tradisional saja tau mengidentidikasi kegagalannya dengan baik, dengan melakukan renungan (flash back) ke masa_masa silam dan berdiskusi dengan sesama petani. Pernahkah petani menanam padi ladang (gogo) ketika musim kering? Atau pernahkah petani durian memangkas cabang2 duriannya? Atau pernahkan petani mengairi atau memupuk sawahnya ketika padi sudah menguning?

Kegagalan tanaman bukan hasil sesaat, tapi merupakan kumulatif dari berbagai faktor dan sangat kompleks...

Berhati_hatilah menyimpulkan sesuatu yang terjadi secara alamiah.......

Bravo Petani/Pembudidaya....

Tidak ada komentar: