Tampilkan postingan dengan label Seed. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Seed. Tampilkan semua postingan

Minggu, 26 Juni 2011

SEEDLING SEED ORCHARD DAN CLONAL SEED ORCHARD

Areal penghasil benih yang tingkatan kualitas genetiknya terbaik adalah Kebun Benih ( Seed Orchard _SO). Secara umum dikenal 2 SO yang dikembangkan untuk mendapatkan benih unggul berkualitas. Dikatakan benih unggul berkualitas karena benih yang dihasilkan dari kebun benih ini telah melalui seleksi genotype dan phenotype. Tetua-tetuanya (induk) juga diketahui dengan baik sehingga kemungkinan terjadinya perkawinan kerabat sudah sangat diminimalisir.

Seedling Seed Orchard (SSO) dibangun dengan informasi genotype dan phenotype dari Uji Genetik atau Uji keturunan (Progeny Test). Material pembangunan Progeny Test diidentifikasi dengan jelas dan diketahui informasi tetuanya. Ada dua jenis Progeny Test yaitu :

  1. Progeny Test Half-sib
Yaitu Progeny test yang dibangun dari material-material benih yang hanya diketahui informasi tetua betinanya. Sehingga Progeny test yang dibangun adalah untuk melihat bagaimana kemampuan induk betina menurunkan sifat-sifatnya kepada seluruh keturunannya tanpa mengetahui pohon tetua jantannya. Benih Individu dari pohon induk (pohon plus) dikumpulkan per pohon dan diberi identifikasi nomor atau nama  dan disebut dengan Family atau seedlot.  Nomor atau nama family biasanya tergantung kepada pemulia yang melakukan seleksi dan pengumpulan benih individu tersebut. Bisa juga gabungan antara huruf dan nomor , misalnya CSIRO Australia memberi nomor BVG0008768, MM0000787, dsb, sedangkan organisasi lain misalnya hanya memberi penomoran A1, A2, A3...dst

  1. Progeny Test Full-sib
Progeny Test Half sib adalah progeny test yang dibangun dengan menggunakan material benih yang diketahui informasi kedua tetuanya (jantan dan betina atau male and female). Tentunya ini merupakan hasil perkawinan terkendali (control pollination) yang dibuat secara sengaja oleh tenaga pemulia dalam menentukan induk jantan dan induk betina. Perkawinan Induk Jantan dan Betina diatur dengan design yang disebut dengan Mating Design , seperti Factorial Design, , Dialel design, Single-pair mating design,  dsb.  Dengan design ini akan dihasilkan perkawinan-perkawinan genotype yang diinginkan oleh pemulia (breeder).  Hasil dari perkawinan silang terkendali tersebut diberi nomor dan atau nama , dan hasil persilangan satu induk jantan dengan satu induk betina disebut Family/seedlot. Family-Family yang dihasilkan itu kemudian diuji di dalam Progeny Test.

Setelah Progeny Test dibangun, maka dilakukan pengukuran dan analisa data untuk melihat nilai-nilai genetik dari setiap family dan individu. Tentunya hal ini dilihat dari data pengukuran phenotype misalnya Tinggi, Diameter, Kelurusan Batang, Percabangan, Ketahanan Terhadap Serangan Hama Penyakit, Wood Density/kerapatan kayu , dsb. Kemudian data itu dianalisa menggunakan persamaan-persamaan matematis dan statistika untuk menentukan tingkat variasi genotype, variasi lingkungan dan interaksi antara kedua variasi tersebut. Konsep seleksi genotype akan dijalankan pada saat analisa ini  dengan tujuan menyeleksi genotype-genotype terbaik, dan pada kesimpulannya ditentukanlah rangking family dan rangking individu dari plot Progeny Test tersebut. Individu-Individu yang dipilih/diseleksi sebagai POHON PLUS dan akan digunakan sebagai bahan pembangun SSO dan CSO.


A.                 SEEDLING SEED ORCHARD-SSO (Konversi Progeny Test)

Pembangunan SSO yang umum dilaksanakan adalah dengan mengkonversi Progeny Test menjadi SSO . Urutan-urutan pembangunannya adalah sebagai berikut :
  1. Pembangunan Progeny Test dengan 50 family atau lebih. Jumlah family yang disyaratkan ini untuk mendapatkan peluang terdapatkan variasi genotype yang cukup besar untuk mendapatkan seleksi. Semakin banyak family yang diuji sebenarnya semakin baik, tetapi semakin banyak family semakin besar modal dan tenaga yang dibutuhkan serta persyaratan lahan untuk pembangunan progeny yang lebih sulit ditemukan. Rancangan (design) penelitian yang sering digunakan adalah Randomized Completely Block Design (RCBD) atau Rancangan Acak Lengkap Berblok atau dengan Rancangan Split Plot . Penentuan tree plot per family, bentuk plot, jumlah replikasi, dan design ditentukan oleh breeder dengan mempertimbangkan berbagai hal termasuk ketersediaan lahan, sumber daya manusia, jumlah bibit per family, keragaman family , dsb.  Tetapi biasanya untuk Progeny Test yang akan dikonversi menjadi SSO umumnya dengan treeplot > 4 pohon (individu) per family per replikasi (ulangan) dan jumlah ulangan > 6.
  2. Pengukuran progeny test dilaksanakan secara periodik untuk mengetahui pertumbuhan tanaman dan nilai-nilai genetik.
  3. Pada umur ½ daur atau ½ rotasi dari umur yang diharapkan dilakukan analisa data genetik untuk mengetahui family dan individu terbaik. Daftar family dan inidividu terbaik dikonversi menjadi SSO sehingga dapat disebut juga disebutkan Progeny Test dikonversi menjadi SSO.  Berapa jumlah family dan individu yang ditinggalkan di dalam SSO dipertimbangkan berdasarkan nilai-nilai genetik seperti heritabilitas dan genetic gain yang diharapkan. Tentunya jumlah pohon yang disisakan di dalam satu SSO dapat tergantung juga kepada jumlah benih yang diharapkan dari SSO tersebut dan ini akan berkaitan dengan kebutuhan produksi dan nilai kualitas benih yang dihasilkan.
  4. Family-family dan individu terjelek ditebang (di rouging) sehingga yang tersisa adalah family-family dan individu-individu terbaik di dalam SSO tersebut.
  5. Pemeliharaan pohon-pohon tinggal di dalam SSO dilaksanakan dengan pengendalian gulma , pengendalian hama penyakit, pemupukan dan pengamatan gangguan dari luar seperti ancaman kerusakan akibat orang lain, kebakaran, dan gangguan lainnya. Bentuk pemeliharaan yang dilaksanakan ditujukan untuk menjaga kesehatan pohon-pohon yang ada di dalam SSO tersebut agar dapat maksimal dalam memproduksi benih. Pengendalian gulma dapat disesuaikan dengan kondisi lapangan, sedangkan pemupukan dan pengendalian hama penyakit dapat dilaksanakan berdasarkan kondisi tanah di dalam SSO dan kondisi pohon. Untuk merangsang pembungaan biasanya pupuk P dan K sangat dibutuhkan , sedangkan untuk unsur N sangat dibutuhkan untuk pendorong terbentuknya tunas-tunas baru pasca pembuahan .
  6. Pengamatan masa pembungaan dan masa pemanenan.
  7. Pada saat pembuahan sudah berlangsung, maka dapat dilaksanakan pemanenan buah individu ataupun bulk (campur menjadi satu). Pemanenan buah secara individu kemudian mengoleksi benih individu yang diketahui induk betina dan tetuanya dapat digunakan untuk pembangunan Progeny Test Generasi berikutnya. Sedangkan pemanenan buah secara bulk (composite) dapat diperuntukkan untuk kepentingan operasional (produksi massal).

Secara singkat rangkaian pembangunan SSO hasil konversi dari Progeny test dapat digambarkan dengan skema di bawah ini :



Biasanya pada saat pembungaan pertama kali, hanya beberapa individu yang menghasilkan bunga dan jumlah bunga yang dihasilkan masih sedikit. Untuk itu sering hasil pemanenan pertama kali dari SSO tidak digunakan atau tidak dipanen. Hal ini menghindari resiko selfing dan inbreeding yang masih tinggi.


B.                 CLONAL SEED ORCHARD ( CSO)

Clonal Seed Orchard (CSO) dibangun dari individu-individu terbaik (plus tree) dari Progeny Test yang telah dibangun sebelumnya.  Apabila progeny test telah dirouging (dijarangi) menjadi SSO, maka informasi family dan individu di dalam SSO harus tetap dijaga, identifikasi nomor-nomor pohon dan tetuanya harus dipertahankan baik secara dokumentasi di atas kertas, ataupun tanda-tanda pada masing-masing pohon di lapangan.

Pohon plus-pohon plus yang terbaik dari Progeny test tersebut di atas  dipilih atau diseleksi sebagai material pembangun CSO. Tentunya plus tree adalah individu-individu terbaik dari berbagai parameter yang dikehendaki breeder. Syarat-syarat plus tree untuk species fast growing seperti Acacia spp, Eucalyptus spp., Gmelina, Paraserianthes, Anthocephalus spp, dll adalah sebagai berikut :
-         Pertumbuhan cepat (ditandai dengan MAI Tinggi dan Diameter Pohon yang tinggi)
-         Berbatang lurus
-         Percabangan baik ( ukuran, sudut, dsb)
-         Tajuk proporsional ( menyebar merata )
-         Tidak terserang hama penyakit penting
-         Sifat kayunya sesuai dengan kebutuhan (industri yang membutuhkan)

Jumlah plus tree yang dipilih masuk ke dalam CSO tergantung kepada tingkat analisa genetik pada progeny test dan nilai indeks seleksi yang digunakan.  Secara umum CSO dibangun dengan minimal 30 individu plus tree yang terbaik dari Progeny test (dengan asumsi ke 30 individu itu juga masih beragam provenancenya). Jika progeny Test hanya dibangun dari family-family yang berasal  satu atau dua provenance saja maka jumlah individu yang seharusnya masuk ke dalam seleksi untuk CSO dapat ditingkatkan menjadi > 50 individu.

Seluruh plus tree yang terseleksi, ditandai dan diberi nomor sesuai dengan keinginan breeder. Yang utama adalah setiap pohon masih jelas sejarah tetuanya dan posisinya di dalam plot Progeny Test.

Langkah selanjutnya adalah sbb :
  1. Perbanyakan vegetatif masing-masing pohon plus, dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu cangkok (air layering), okulasi (budding), sambung (grafting) atau dengan metode lain yang dapat diterapkan sesuai dengan jenis pohon yang dikembangkan
  2. Jumlah perbanyakan didasarkan kepada jumlah ramet yang akan ditanam di dalam CSO .
  3. Persiapan lahan untuk CSO disesuaikan dengan rencana . Pemilihan lokasi CSO diharapkan mempunyai aksesibilitas yang tinggi, dekat dengan job site (base camp), arealnya relatif datar, dekat dengan sumber air, dan jika memungkinkan dikelilingi oleh species lain.
  4. Penanaman ramet-ramet di dalam CSO setelah lahan siap. Metode penanaman untuk areal CSO biasanya menggunakan design Rancangan Acak Lengkap Berblok (RCBD) dengan modifikasi atau disebut dengan Modified Randomized Completely Block Design ( M-RCBD). Modifeid artinya pengaturan posisi ramet di dalam masing-masing replikasi diatur sedemikian rupa sehingga posisi masing-masing ramet dapat terjaga jaraknya . Diharapkan antar Ramet dapat berjarak > 50 m.   Diagram dibawah menunjukkan perbanyakan plus tree menjadi kumpulan ramet-ramet ( klon) sebagai material pembangun CSO dan sistem pengacakan klon di dalam CSO dengan Modified RCBD


Luas CSO yang dibangun didasarkan kepada kebutuhan benih yang diharapkan akan dihasilkan .  Semakin luas CSO yang akan dibangun , maka semakin besar sumberdaya yang dibutuhkan , terutama untuk mempersiapkan ramet-ramet yang akan ditanam dan pembangunan CSO itu sendiri.

Berbagai kesulitan ditemukan pada teknik perbanyakan pohon plus (Ortet)  karena pohon plus sudah berumur tua yang sulit untuk menghasilkan akar pada rametnya. . Pengalaman dengan melakukan cangkok (air layering) pada A.mangium umur 4 tahun hanya dapat menghasilkan akar 20-30% dari total yang dicangkok. Keberhasilan teknik okulasi (budding) pada Gmelina arborea relatif lebih baik, dengan teknik yang dilakukan orang yang sudah biasa melakukan dapat menghasilkan keberhasilan 90%. Sementara pada sistem grafting (menyambung) pada Eucalyptus pellita dapat menghasilkan 40-50% keberhasilan.

Berbagai problem akan ditemukan pada perbanyakan vegetatif pohon-pohon tua  dan juga bisa beragam antar satu pohon dengan pohon lainnya. Sifat mudah tidaknya menghasilkan akar menjadi salah satu karakteristik klon yang perlu diketahui pada saat akan membangun CSO.

Produksi Benih dari  CSO

Untuk memperkirakan jumlah produksi benih yang dapat dihasilkan dari CSO perlu diperhatikan hal-hal berikut ini :

1.      Untuk menentukan atau mengestimasi produksi benih dari CSO dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

      Produksi /tahun = Jumlah pohon di dalam CSO x % Pembungaan x Rata-rata produksi benih per  pohon/tahun
 
Untuk menentukan % pembungaan  biasanya dilakukan dengan pengamatan beberapa kali masa pembungaan , misalnya pada A.mangium setiap musim buah hanya menghasilkan 80-90% individu di dalam CSO yang akan menghasilkan bunga, sementara untuk Gmelina arborea malah hanya bisa mencapai 50-60% dan untuk Eucalyptus spp. biasanya menghasilkan 80-90% .

Produksi Benih per pohon di dalam CSO sangat dipengaruhi oleh kesuburan/kesehatan  pohon ,  jarak tanam antar pohon dan kondisi pembungaan yang terjadi. Kondisi pembungaan sangat baik terjadi ketika curah hujan rendah.  Selain itu serangan hama penyakit juga akan menentukan jumlah benih yang dihasilkan per pohon. Berbagai jenis hama penyakit dapat mengganggu tanaman-tanaman di CSO, sama halnya dengan tanaman produksi yang ditanam untuk menghasilkan kayu.

2.      Sistem pemanenan pada CSO tidak jauh berbeda dengan sistem pemanenenan benih pada SSO. Panen dapat dilaksanakan per individu atau dengan sistem bulk (composite). Panen dengan memisahkan benih-benih per individu diperlukan untuk pembangunan Progeny Test Generasi ke dua (second generation), sedangkan panen dengan sistem bulk (composite) biasanya diperlukan untuk kebutuhan produksi skala massal (penanaman).
3.      Pembangunan Progeny Test dari benih-benih individual di CSO sangat penting dilaksanakan untuk melakukan Rouging (penjarangan) klon-klon yang ada di dalam CSO.  Sekaligus untuk mendapatkan pohon-pohon plus baru hasil persilangan alami yang terjadi di dalam CSO karena sistem pengacakan yang telah dilakukan pada saat penanaman.


Secara singkat flow process pembangunan CSO digambarkan dengan skema di bawah ini :



Siklus pembangunan CSO akan terus menerus bergulir sesuai dengan diagram di atas dan seharusnya setiap generasi akan ada peningkatan kualitas genetik dari masing-masing CSO. Diperlukan dukungan sumberdaya (manusia , waktu dan modal) yang besar untuk dapat melaksanakan siklus itu dan semua itu tentunya terbayarkan dengan kualitas benih yang semakin meningkat.

Tidak mudah menghasilkan benih berkualitas pada tanaman kehutanan  tanpa komitmen dan dukungan sumberdaya yang mencukupi tetapi dengan menjalankan program breeding secara konsisten dan penuh komitmen maka produksi benih unggul adalah hasil yang mudah diperoleh dan keberhasilan pembangunan HTI akan lebih terjamin.

Minggu, 12 Juni 2011

SEED STAND DAN SEED PRODUCTION AREA

Seperti dijelaskan sebelumya benih adalah salah satu sarana produksi terpenting dalam pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI). Perbanyakan tanaman secara generatif pastilah menggunakan benih sebagai bahan pembuat bibit. Kualitas benih akan menentukan kualitas bibit dan  kualitas tanaman di lapangan.

Untuk menghasilkan benih , berbagai langkah harus ditempuh termasuk membangun tegakan benih (Seeed Stand ) dan Areal Produksi Benih (Seed Production Area). Langkah ini ditempuh pemulia untuk memenuhi kebutuhan operasional dalam waktu yang paling singkat.

A.              Seed Stand – SS

Metode pembangunan SS adalah sebagai berikut :

  1. Dari sekumpulan kompartmen tanaman yang seumur dibuat daftarnya dan dipilih kompartemen-kompartemen yang memiliki volume pertumbuhan terbaik. Umur tanaman yang layak diseleksi menjadi SS biasanya minimal  ½ daur + 1 tahun, jadi apabila perusahaan HTI memiliki daur tebang 6 tahun, maka tegakan yang layak diseleksi adalah tegakan-tegakan yang telah berumur (½ x 6 tahun)  + 1 tahun = 4 tahun ke atas. Hal ini dilakukan untuk menjamin bahwa memang tegakan tersebut sudah memasuki phase growth rate yang relatif mendatar (atau MAI dan CAI nya sudah optimal).
  2. Dari daftar kompartment yang ada diseleksi berdasarkan rata-rata volume/ha atau MAI yang dihasilkan pada umur yang sama. Misalnya kompartmen A.mangium yang berumur 4 tahun  terseleksi sebanyak 50 kompartmen dan MAI rata-rata kompartemen berkisar antara 10 m3/ha/tahun sampai 35 m3/ha/tahun, maka dilakukan pengambilan keputusan bahwa kompartemen yang memiliki MAI 30 m3/ha/tahun ke atas yang layak dijadikan SS. Keputusan ini tergantung kepada kondisi lapangan dan keputusan pemulia pohon yang tentunya mempertimbangkan berbagai hal.
  3. Setelah beberapa kompartemen terpilih, maka diseleksi lagi berdasarkan aksesibilitas dan kondisi kompartemen. Lebih baik memilih kompartemen yang aksesibilitasnya mudah, topografinya relatif datar, phenotype pohon-pohon relatif seragam , penyebaran pohon di dalam kompartemen teratur dan seragam, dan tentunya pohon-pohon tersebut menghasilkan bunga.

Setelah diseleksi maka dibuat keputusan bahwa kompartemen tersebut dikonversi atau dijadikan SS . Team pemanen buah dapat melakukan pemanenan di kompartemen tersebut jika tegakan sudah menunjukkan pohon-pohon yang siap dipanen.

Keuntungan SS :
  1. Dengan cepat areal penghasil benih dapat dipilih dan diseleksi
  2. Pohon-pohon induk di dalam SS relatif sudah memiliki adaptasi dengan lingkungan sekitar, sehingga diharapkan keturunannya (benih) juga sudah memiliki sifat yang mampu beradaptasi.

Kelemahan SS :
  1. Intensitas seleksi pohon induk rendah sehingga menghasilkan kualitas benih yang belum begitu baik.
  2. Biasanya pohon sudah memiliki tinggi yang cukup sulit untuk memanen buahnya
  3. Produksi benih per pohon relatif kecil karena tajuk pohon tidak optimal dan kerapatan pohon di dalam SS tidak mendukung masuknya cahaya matahari yang cukup untuk mendukung terjadinya pembuahan
  4. Perkawinan kerabat dan masuknya pollen (serbuk sari) dari tegakan lain sulit dihindarkan
  5. Biasanya pohon-pohon yang berada di pinggir jalan atau yang paling tepi dari kompartmen akan berbunga dan berbuah lebih lebat karena mendapat ruang dan cahaya matahari yang optimal.
  6. Seleksi hanya berdasarkan phenotype rata-rata, dan bukan berdasarkan nilai-nilai genetik , sehingga nilai heritabilitas tidak dapat dihitung.

Umumnya peningkatan kualitas tanaman dengan menggunakan benih dari SS  berkisar antara 1-5 % dibanding tetuanya.  SS  biasanya hanya digunakan secara temporari dan setelah ada kebun benih yang lebih baik SS kemudian akan ditebang untuk kebutuhan produksi kayu atau dipergunakan sebagai tegakan benih yang dipelihara untuk masa-masa yang akan datang.

Metode lain yang juga dapat diterapkan dalam membangun SS adalah dengan menggabungkan uji Provenance dengan Provenance Stand.  Metodenya adalah sebagai berikut :

  1. Pembangunan Provenance Test dilaksanakan dengan desain penelitian genetic test dengan menggunakan Provenance sebagai Treatment dan dibuat Ulangan (Replikasi) dan dicobakan dibeberapa lokasi yang berbeda. Misalnya diuji 12 provenance A.crassicarpa yang berasal dari Papua Irian, Papua New Guinea dan Queensland Australia.
  2. Bersamaan dengan uji provenance tersebut , masing-masing provenance dibangun lagi tegakan provenance (provenance stand) dalam skala operasional (produksi massal). Misalnya setiap provenance dibangun untuk setiap 1 atau lebih  kompartemen sesuai dengan ketersediaan benih .
  3. Pada saat uji provenanve memberikan hasilnya, maka provenance yang terbaik dipilih menjadi provenance yang layak menjadi SS sehingga masing-masing provenance stand dapat diseleksi apakah layak menjadi SS atau tidak.

Keuntungan metode ini adalah SS yang dibangun sudah lebih dibuktikan dengan adanya uji provenance  sehingga lebih menyakinkan bahwa SS ini menghasilkan benih-benih yang lebih mampu beradaptasi secara genetik.  Kelemahannya adalah diperlukan pembangunan plot penelitian Provenance Test dan benih masing-masing provenance dalam jumlah besar.

Untuk lebih jelasnya metode pembangunan SS tersebut digambarkan secara sederhana di bawah ini.






B.                 SEED PRODUCTION AREA - SPA

Pembangunan SPA sebenarnya hanya berbeda sedikit dengan pembangunan SS. Konsepnya tetap yaitu memanfaatkan tegakan operasional (tegakan produksi massal) yang pertumbuhannya melebihi kompartemen lainnya yang sejenis dan seumur pada suatu hamparan tanaman HTI.

Perbedaan SS dengan SPA terletak pada adanya penjarangan pohon-pohon inferior (jelek) pada tegakan/ kompartemen yang terpilih. Sehingga setelah suatu tegakan operasional dipilih dan ditentukan menjadi calon SPA, maka pada tegakan tersebut dilaksanakan pemilihan pohon-pohon yang akan ditinggal dan yang akan ditebang. Intensitas seleksi pada SPA ini sudah lebih baik dibanding SS, dengan mengurangi/menebang pohon-pohon yang penampilan phenotypenya jelek/buruk, maka di dalam SPA akan tersisa pohon-pohon yang berphenotype bagus. Selain itu metode penjarangan yang dilaksakan dilakukan dengan mempertimbangkan jarak antar pohon di dalam tegakan tersebut. Dengan pengaturan jarak antar pohon, maka pertumbuhan kanopi akan lebih optimal dan penjarangan juga memberikan peluang masuknya cahaya matahari ke seluruh bagian tajuk (kanopi) pohon-pohon yang ada.  Dengan demikian potensi pembungaan dan pembuahan masing-masing pohon akan semakin tinggi jika dibandingkan dengan pohon-pohon yang ada di dalam SS. Biasanya untuk tanaman fast growing species seperti Acacia mangium, Acacia crassicarpa, Gmelina arborea, Paraserinthes falcataria, Eucalyptus spp., kerapatan 200-300 pohon/ha sudah cukup baik untuk dipilih dalam membangun SPA. Jarak antar pohon rata-rata > 5 m.

Keuntungan SPA hampir sama dengan SS, hanya memiliki keunggulan tambahan yaitu induk yang dipelihara menjadi penghasil benih sudah menunjukkan phenotype yang lebih baik dan perkawinan antara pohon yang phenotypenya baik dengan yang phenotypenya jelek/buruk dapat dihindarkan.

Kelemahan SPA hampir sama juga dengan SS, dimana pohon induk yang tersisa di dalam SPA bukanlah hasil seleksi genotype sehingga keturunan-keturunannya belum dapat ditentukan nilai heritabilitasnya. Bagaimanapun dengan melakukan pemilihan pohon yang ditinggal dengan adanya penjarangan pohon-pohon inferior  kualitas benih yang diharapkan sudah lebih baik dibanding SS.  Kelemahan lainnya yaitu pada saat seleksi atau dibangunnya SPA ini, pohon sudah tinggi dan kesulitan utama terjadi pada saat akan melakukan pemanenan buah. Selain itu dalam membangun SPA ini biasanya ada stress tanaman setelah penjarangan dilaksanakan, tajuk mengalami kerusakan ketika penjarangan, dan juga mudah roboh karena angin.

Peningkatan kualitas tanaman dengan menggunakan SPA umumnya hampir sama dengan SS yaitu sekitar < 5% dibanding tetuanya. Walaupun demikian dengan membangun SPA, produksi benih untuk kebutuhan operasional HTI sudah dapat dicukupi dengan pengelolaan SPA yang lebih baik.

Untuk meningkatkan produksi benih per pohon dari SPA, dapat dilakukan usaha pemeliharaan tanaman secara rutin. Pengendalian gulma harus dilaksanakan karena biasanya setelah adanya penjarangan, maka lantai hutan yang terbuka dan dimasuki cahaya matahari akan merangsang pertumbuhan biji-biji gulma. Pemupukan dapat dilaksanakan terutama sebelum masa pembungaan dan sesudah masa pemanenan buah. Dosis dan jenis pupuk dapat ditentukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan jenis tanaman, kualitas tanah, dan iklim setempat. Yang utama pupuk N biasanya dibutuhkan pasca pemanenan dan NPK dibutuhkan untuk masa pembungaan.

Secara sederhana proses pembangunan SPA dapat dilihat pada skema di bawah ini.




PENUTUP

Kualitas benih dari SS dan SPA adalah kualitas terendah dari faktor genetik dan biasanya ini hanya ditempuh untuk kebutuhan jangka pendek. Untuk mendapatkan kualitas benih terbaik tidak ada jalan lain selain membangun Seedling Seed Orchard (SSO) dan Clonal Seed Orchard (CSO).

Sabtu, 11 Juni 2011

MEMBANGUN KEBUN BENIH TANAMAN HUTAN

                                        Foto : Clonal Seed Orchard Pinus sp. di Colombia

Benih merupakan salah satu material yang sangat prioritas apabila akan membangun sebuah industri Hutan Tanaman. Tanpa Benih maka tidak akan mungkin diperoleh Bibit yang menjadi bahan pertanaman di lapangan. Benih sering didefinisikan sebagai biji tanaman yang telah diseleksi dan memiliki sifat-sifat baik untuk bahan pembuatan bibit tanaman.

Usaha Hutan Tanaman Industri, baik itu untuk keperluan pulp and paper, kayu pertukangan atau program penanaman areal dengan pepohonan tentunya tidak akan pernah lepas dari Benih. Benih Unggul sudah menjadi istilah yang umum dikenal oleh petani-petani di Indonesia dan pemerintah sudah membentuk Balai-Balai Penelitian Perbenihan untuk menguji, mengadakan, dan menyebarkan benih-benih unggul tersebut kepada petani-petani. Banyak jenis tanaman yang dikelola Departemen Pertanian misalnya jenis Padi, kacang kedelai, kacang tanah, jagung, cabe, karet, kelapa sawit, termasuk tanaman jarak, kenaf, tembakau, tanaman hias, dsb.  Tetapi untuk dunia Kehutanan, sistem pengadaan Benihnya masih jauh tertinggal dibanding dunia pertanian. Masih belum cukup luas proyek pembangunan Kebun Benih Tanaman Kehutanan oleh pemerintah. Bahkan rata-rata, perusahaan swasta bidang HTI mengusahakan pembangunan Kebun Benihnya sendiri.

Berbicara tentang Benih unggul pada tanaman Kehutanan yang banyak dikelola oleh perusahaan-perusahaan swasta dan BUMN, tidak akan lepas dari tanaman exotic fast growing species yaitu species-species cepat tumbuh yang ditanam diluar penyebaran alami tanaman tersebut. Sebagai contoh, tanaman Acacia mangium tumbuh alami di hutan-hutan Pulau Ceram, Papua , Papua New Guinea dan Queensland Australia malah banyak dikembangkan di Sumatera dan Kalimantan , serta sebagian Jawa dan Sulawesi. Bahkan Acacia mangium juga secara luas dikembangkan diberbagai negara seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, Philiphine, China dan India.  Tanaman Eucalyptus grandis yang tumbuh alami di Australia, malah menjadi tanaman primadona di Amerika Selatan ( Brazil, Argentina, Colombia, Venezuela, Uruguay , dll) dan Afrika Selatan. Sementara E. urophylla yang tumbuh alami di 7 pulau di Nusa Tenggara ( Flores, Timor, Adonara, Lembata, Alor, Pantar dan Wetar) malah sangat luas dikembangkan di Amerika Selatan, Afrika Selatan, Congo, China, India, dsb, dan di Indonesia malah jarang dikembangkan walaupun tanaman ini asli Indonesia.  Berkaitan dengan penanaman secara exotic tadi, maka pembangunan kebun benih menjadi krusial dan sangat penting untuk memenuhi kebutuhan operasional penanaman, terutama perusahaan-perusahaan yang mengembangkan HTI secara besar-besaran.

Lokasi Penyebaran alami Eucalyptus urophylla
( Sumber : http://www.fao.org/docrep/008/y5901e/Y5901E15.htm)


Dalam membangun kebun benih tanaman hutan , tentunya tidak akan pernah lepas dari ilmu pemuliaan pohon, karena salah satu output (hasil) dari ilmu pemuliaan di lapangan adalah bagaimana sesegera mungkin menghasilkan kebun benih yang mampu memproduksi benih unggul.

Berdasarkan berbagai literature ada 4 kelas kebun benih yang dikenal secara umum di dunia kehutanan walaupun 4 jenis ini masih menjadi bahan diskusi diberbagai forum ahli-ahli kehutanan.  Keempat jenis itu adalah :
  1. Tegakan Benih ( Seed Stand - SS)
  2. Areal Penghasil Benih ( Seed Production Area – SPA)
  3. Kebun Benih Bibit ( Seedling Seed Orchard – SSO)
  4. Kebun Benih Klon ( Clonal Seed Orchard – CSO)

A.     Seed Stand – SS

Tegakan benih atau Seed Stand dibangun biasanya dari tegakan produksi dengan syarat-syarat tegakan tersebut memiliki pertumbuhan yang lebih dibanding tegakan seumur pada lokasi tersebut. Tenaga penyeleksi biasanya hanya mengandalkan informasi – informasi pertumbuhan tegakan dan phenotype pohon-pohon dalam populasi tersebut. Petak tanaman yang lebih baik dianggap dapat dijadikan areal penghasil benih atau dikonversi menjadi tegakan benih.  Petak ini tidak dijarangi (pohon-pohon inferior/jelek tidak ditebang) dan tidak dilakukan seleksi pohon yang akan diambil benihnya. Intinya seluruh pohon di petak tersebut dipanen untuk menghasilkan benih. Intensitas seleksi Seed Stand adalah yang terendah dibanding kebun benih lainnya.

B.     Seed Production Area - SPA

Areal Penghasil Benih atau SPA biasanya dipilih dari tegakan operasional yang hampir sama dengan sistem yang diterapkan pada Seed Stand. Perbedaannya pada SPA, tenaga penyeleksi sudah menebang pohon-pohon yang tumbuh inferior atau jelek pertumbuhannya sehingga pohon yang tertinggal sudah merupakan pohon-pohon yang phenotypenya paling baik dalam populasi tersebut. Penyeleksi juga mengatur jarak antar pohon yang ditinggalkan agar jarak antar pohon dapat mendukung pertumbuhan tajuk dan masuknya cahaya matahari yang penting dalam proses pembungaan dan pembuahan. Untuk tanaman fast growing seperti A.mangium, Gmelina, Sengon, Eucalyptus spp. ,  A.crassicarpa, dll, jumlah pohon yang dipelihara biasanya sekitar 200-300 pohon/ha  atau jarak antar pohon adalah > 5 m.  Tentunya pengaturan jarak ini memerlukan pertimbangan jumlah pohon yang akan ditinggal yang akan mempengaruhi produksi benih per satuan luasan.  Untuk tanaman slow growing seperti kelompok Meranti, Kapur, Jati, Bengkirai, jarak antar pohon juga akan lebih lebar, kemungkinan memerlukan jarak lebih dari 10 m untuk antar pohonnya sehingga jumlah pohon /ha hanya 50-80 pohon/ha. Intensitas Seleksi pada SPA sudah lebih baik dibandingkan SS

C.     Seedling Seed Orchard- SSO

Seedling Seed Orchard (SSO) dibangun dengan perencanaan yang matang saat akan dilakukan penanamannya. SSO bukan berasal dari tanaman produksi atau tanaman operasional, tetapi biasanya dibangun oleh peneliti pemuliaan menggunakan material (benih) yang telah terindentifikasi leluhurnya. Biasanya SSO dibangun dengan diawali dengan pembangunan Uji Keturunan (Progeny Test) yang didesain sebagai Uji Genetik  dengan rancangan penelitian yang baku. Progeny Test yang dibangun biasanya memiliki ratusan family (seedlot) yang terindentifikasi induk betinanya (female).  Dari Uji Genetik ini, pemulia pohon akan mengetahui nilai-nilai genetik masing-masing individu pohon dan masing-masing family (seedlot). Nilai-nilai Genetik yang diketahui adalah Heritabilitas dan dijabarkan untuk menentukan Family/Seedlot mana yang akan ditinggalkan  di dalam SSO tersebut untuk memberikan hasil Genetic Gain tertinggi. Perhitungan-perhitungan statistik sangat dibutuhkan untuk menyeleksi pohon yang akan ditinggal dan yang akan ditebang dan ini dikaitkan dengan persamaan-persamaan matematis (analysis of variance) turunan  dari persamaan P = G+E. (Phenotype = Genetic + Environment) . Tujuan akhirnya adalah SSO akan menyisakan Family atau Individu terbaik dan diharapkan dengan Family dan Individu terbaik ini, maka akan dihasilkan benih-benih yang unggul secara genetik. Intensitas Seleksi pada SSO ini sudah lebih tinggi dibanding SS dan SPA karena nilai-nilai genetic sudah diketahui , bukan hanya mengandalkan phenotype .

D.    Clonal Seed Orchard – CSO

Kelas Kebun Benih yang tertinggi kualitas genetiknya adalah Clonal Seed Orchard (CSO) . CSO dibangun dari Pohon-pohon plus yang terseleksi dengan ketat oleh pemulia pohon. Pohon-pohon plus yang dihasilkan juga berasal dari Uji genetik (seperti pada SSO) dan hanya sebagian kecil Individu terbaik  dari Progeny Test yang akan dimasukkan ke dalam CSO.  Cara Pembangunannya adalah dengan menentukan Individu Terbaik dari Family Terbaik di dalam Progeny Test, misalnya memilih 50 individu terbaik dari seluruh pohon yang diseleksi, kemudian mengembangkan /multiplikasi pohon-pohon tersebut dengan teknik vegetative propagation misalnya dengan cangkok (air layering), okulasi (budding), sambung (grafting), atau dengan metode vegetatif lainnya. Pohon-pohon plus sebagai sumber pembangun CSO dikenal dengan nama ORTET, sedangkan turunan-turunannya yang dihasilkan dengan teknik vegetative disebut RAMET. Untuk penamaan atau penomoran, sekumpulan RAMET yang berasal dari satu ORTET diberi nama CLONE.  Di dalam CSO, setiap ramet ditanam dengan design yang teratur untuk meminimalisasi adanya perkawinan kerabat/sekeluarga (inbreeding).  Dengan demikian di dalam CSO, peluang untuk terjadinya perkawinan antara ramet yang unggul lebih tinggi dibanding SSO.   CSO biasanya juga dibangun di wilayah yang diberi tanaman isolasi sehingga mengurangi potensi masuknya pollen (serbuk sari) dari tanaman dari luas CSO dan  yang tidak diinginkan.  Jarak tanam antar pohon di atur pada saat penanaman. Untuk tanaman fast growing biasanya dengan jarak > 7 m. Intensitas Seleksi CSO adalah yang tertinggi dari 4 kebun benih yang ada dan kualitas genetiknya tentunya adalah yang terbaik.


Untuk membangun kebun benih, tentunya membutuhkan sarana prasana dan sumber daya yang cukup karena proses pembangunan kebun benih tersebut biasanya memerlukan waktu bertahun-tahun. Misalkan untuk membangun CSO A.mangium dapat dihitung dengan tata waktu sebagai berikut :

1. Pembangunan Progeny Test                 : 1 tahun
2. Seleksi Pohon di Progeny Test             : setelah berumur 3.5 tahun
3. Perbanyakan  vegetatif Pohon Plus       :  +/- 1 tahun
4. Establish CSO dilapangan                    :  +/- 1-2 tahun

Jadi untuk dapat membangun CSO A.mangium dari sejak dibangunnya Progeny Test diperkirakan akan membutuhkan waktu 5-6 tahun.  Kemudian CSO akan mulai menghasilkan buah 1 tahun setelah penanaman.. Secara total untuk mendapatkan benih unggul dari CSO A.mangium memerlukan waktu sekitar 6-7 tahun, dan bisa lebih lama jika proses seleksi pohon plus dan perbanyakan vegetatifnya tidak dapat dijalankan dengan baik.

Masing-masing Kebun Benih di atas memiliki keuntungan dan kelemahan tersendiri dan tugas pemulia pohon yang akan menentukan kebun benih mana yang akan dibangun dan tata waktunya bagaimana sesuai kebutuhan perusahaan/lembaga yang melaksanakan.