Minggu, 26 Juni 2011

Bertanya Dalam Hati



Ketika kulihat sebuah acara TV luar negeri yang menyajikan sebuah realita show perjuangan 3 pria untuk bertanding melewati ganasnya alam di Kutub Selatan, terbersit di fikiran sebuah pertanyaan, " apa yang mereka cari ?" . Selanjutnya muncul juga dalam benak , "apa mungkin saya seperti mereka?". Dan pertanyaan itu hanya muncul saat acara TV tersebut berlangsung........... setelah itu saya butakan lagi hati dan benak.... tanpa pertanyaan!!!

Keberhasilan orang lain mencapai sebuah keberhasilan atas niat dan tujuannya sering hanya sekedar sebuah tontonan yang terasa artinya ketika acara berlangsung.  Seusai itu, semua berlalu seiiring dengan ada tulisan "The End" atau "Tamat" pada acara tersebut.  Kadang bahkan, setelah beberapa hari kemudian, ketika ada acara yang menarik, kembali lagi benak dan hati bertanya yang sama " apa yag mereka cari?" dan "apakah saya bisa seperti mereka?". Pertanyaan yang berulang-ulang dan menghilang berulang-ulang tanpa bekas, tanpa makna yang terealisasikan.

Suatu hari, saya menonton sebuah acara TV Nasional tentang penggalangan dana untuk bencana alam di berbagai daerah di Indonesia. Dengan berbagai cara, ternyata orang bisa dan mampu dan yang paling hebatnya lagi, mau berbuat itu . Kembali pertanyaan , "apa yang dicari orang-orang yang melakukan penggalangan dana itu?" , dan "apakah saya bisa melakukan hal seperti itu?"

Itupun pertanyaan yang hanya muncul saat menonton acara TV tersebut, setelah itu, tak tergerak hati untuk paling tidak memberikan sumbangan Rp. 5000, - ke rekening yang diumumkan.  Memanglah.... saya masih pada level , "salut" dan "terharu" atas perjuangan, keberhasilan, dan pencapaian orang lain..... hanya sekejab dan setelah itu kembali lagi saya menjadi diri saya sendiri..... dengan hati sendiri, dengan langkah yang sama seperti dua, tiga, empat atau dua puluh tahun lalu............ Hati kecil bertanya, " apa yang kau capai Maurits?"...... dan dijawab oleh hati disebelahnya, " hahahahahahhaha..... "

Level bangga, salut, terpana atas usaha, pencapaian, prestasi orang lain harusnya bukan sekedar mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengapa mereka bisa dan mau melakukan. Itu harusnya yang saya fikirkan dan yang lebih penting lagi adalah melakukan langkah-langkah yang semangatnya sama seperti mereka. Makanya dalam status hari ini saya sangat senang dengan motto keponakan saya yang berbunyi " Loe bisa.... guwa juga bisa...."

Dan bukan hanya sekedar ucapan, motto.................. JUST DO IT.......... harus dan harus dijalankan,  dan perlahan saya yakin saya bisa seperti mereka, paling tidak saya harus pernah mengatakan kepada hati saya , " eh Maurits... loe bisa juga ya.......???" ...

"Bisa................................!"

KAMBING PUTIH YANG DICAT HITAM (tulisan iseng)

Takkala saya merasa gagal, maka langkah-langkah yang harus saya cari adalah :
1. Menemukan atau paling tidak mencari orang lain sebagai penyebabnya
2. Menemukan alasan yang saya buat sendiri, agar ada jawaban yang memuaskan saya
3. Mencari faktor-faktor luar yang mendukung kegagalan saya

Kesimpulan dari 3 hal itu saya kelompokkan menjadi KAMBING PUTIH YANG DICAT HITAM

Saya akan mencoba mencari nama - nama yang Sengaja dan tidak sengaja menjegal keberhasilanku. Akan kuteliti semua tindakan mereka mulai dari hal-hal yang kecil sampai hal-hal yang besar. Misalnya cara melirik mereka terhadapku, cara bicaranya , cara bergaulnya, dan semua tingkah polah mereka terhadap saya . Saya akan mengelompokkan mereka menjadi kambing hitam, walau saya tau awalnya mereka berwarna putih dan warna lain selain HITAM . Saya gunakan cat untuk melukis tubuh mereka dengan kuas yang dilumuri cat hitam. Pertama saya lumuri mulutnya, karena mereka tidak ramah kepada saya, tidak suka berbicara dan tidak memberi respon terhadap saya. Kemudian saya cat tangannya, karena mereka menghalangi saya untuk maju. Mereka membentangkan tangannya menghalangi saya  kalau saya ingin sukses. Mereka hadang saya , mereka tidak suka saya sukses. Kemudian saya cat kakinya. Karena kakinyalah yang menjegal saya ketika saya akan berlari meraih kesuksesan. Kaki merekalah yang selalu menghapus jejak-jejak keberhasilan saya. Berapa kali saya terjatuh karena jegalan kaki mereka. Saya tau itu.... Mereka memang tidak suka saya berhasil dan sukses..... Mereka semua KAMBING HITAM.

Setelah saya cat hitam orang-orang itu, saya coba cat lagi semua yang ada dilingkungan saya yang selalu menghalangi kesuksesan saya. Saya tau ada pintu yang selalu menghalangi kecepatan saya untuk berlari, saya cat daun pintunya dengan warna hitam . Saya lihat ada jendela yang gerendelnya susah dibuka, maka saya cat juga daun jendela itu dengan cat hitam. Biar semua mereka sama dengan orang-orang yang saya beri gelar  KAMBING HITAM. Kemudian saya lihat ada mobil yang selalu lambat , ini salah satu penyebab kegagalan saya. "Dasar mobil jelek .... nih rasakan saya cat kamu dengan cat hitam..... biar tau rasa....." , itulah ucapan saya ketika menumpahkan sekaleng cat hitam ke mobil itu. Tiba-tiba saya lihat seperangkat komputer.... nah ini juga yang membuat saya gagal. Dasar Komputer lelet... jadul,.... brengsek..... (tapi warnanya sudah hitam ei...., saya jadi serba salah... kalau sudah hitam ya tidak mungkin saya cat hitam lagi ) , wah ini dia.... mejanya belum hitam.... saya tumpahkan cat hitam seember ke atas meja itu..... Huhhh... rasakan ..... kini meja dan komputer itu sama-sama HItam.... sudah masuk kelompok KAMBING HITAM...

Saya puas........ saya telah menemukan penyebab kegagalan saya dan sudah saya beri tanda HITAM pada semuanya. Saya akan tau , siapa-siapa dan apa saja yang membuat saya gagal dan tidak sukses dalam cita-cita saya.... Saya senang telah mengenal mereka semua. Dan saya akan membenci mereka, membenci orang-orang itu, membenci alat-alat itu, membenci ruangan itu, membenci mobil itu, membenci komputer itu........ Saya puas...... biar mereka hitam.... sehitam hatinya ....( itulah yang saya ungkapkan setiap saat.... agar saya senang dan bangga..... puas).

Ungkapan saya sudah jelas, ADA KAMBING HITAM yang membuat saya Gagal.... ADA KAMBING HITAM yang membuat saya tidak sukses.............. ada KAMBING HITAM yang tidak menyukai saya senang..... ADA KAMBING HITAM yang sirik jika saya maju, sukses dan bahagia..............................Oiiii KAMBING HITAM.......... Semoga kamu tetap hitam.......... Saya tertawa terbahak-bahak................. Kambing hitam itu mengeluarkan suara  Mbeeeekkkkkkkk...... Mbeeeekkkkkkkkk............... Sementara saya Putih.... (paling tidak menurut saya)

(Setelah merenungkan ini........... saya baru sadar, ternyata cat yang saya beri kepada semua yang saya anggap menjadi penyebab kegagalan saya ternyata juga mengotori kaki, tangan, jemari, tubuh , pakaian dan semua yang saya pakai........... Karena sangking marahnya, saya tidak sadar, cat itu telah berlepotan mengenai diri saya sendiri......... dan saya juga telah menjadi KAMBING HITAM....................................... sama dengan mereka)

( Animasi adalah hak cipta :
hsgautama.multiply.com)

Organisasi "dingin"




Jika sebuah team sepak bola tidak memiliki "jiwa untuk menang" pada seluruh anggota teamnya, maka sangatlah sulit menjadi pemenang, jangankan jadi pemenang, jadi pecundang saja mungkin sulit, karena team itu tak pernah layak bertanding.

Sama halnya dengan sebuah organisasi yang dingin-dingin saja. Terlihat kusam, sepi, dan tak bergairah. Masing2 organ organisasi berjalan sesuka hati, aturanpun dibuat masing-masing organ, dan tanpa kendali, organisasi itu seperti sekawanan zombie yang tak punya nyawa team.

Banyak hal yang mengakibatkan hal itu bisa terjadi, dan umumnya sering di"beban"kan kepada Leader yang kurang greget, atau leader yang arogan, otoriter, atau karena sebab lain yang berinti pada leader dan leadership. Dalam satu organisasi penanan Leader sangat sentral, terutama pada type2 organisasi yang jelas strukturnya. Memang tidak mudah menjadi leader yang dapat "menyalakan" redupnya organisasi, atau "dingin"nya organisasi. Bagaikan mencoba menyelamatkan ratusan pelari yang pingsan seketika dan harus disadarkan bersama-sama agar sama-sama menuju garis finish yang masih jauh di depan. Sang Leader bagaikan seorang dokter atau paramedis yang mumpuni dan dengan cekatan mengenali pelari2 yang pingsan itu dan menetukan pelari2 mana yang harus disadarkan terlebih dahulu agar segera dapat membantu sang dokter menyadarkan pelari lainnya. Dokter bisa aja fokus pada 1-2 orang pelari karena menganggap pelari2 itu dapat segera jadi pembantunya, tapi disisi lain, dia harus yakinkan juga bahwa jangan karena fokus kepada 1-2 orang tadi, malah melupakan ratusan orang yang masih "tertidur pingsan". Dokter itu bisa bangga dapat menyadarkan 1-2 orang pilihannya, dan saat dia berhasil untuk kedua orang itu, dia harus jamin, kedua orang "pembantu"nya harus benar2 faham teknik dan strategi menyelamatkan orang "pingsan". Jangan sampai justru orang yang telah dipilihnya malah melakukan teknik penyelamatan yang salah yang berakibat fatal. Sama dengan organisasi yang telah dingin.... Sang leader bisa saja bangga dan menyelamatkan 1-2 orang pilihannya, tapi dia harus yakinkan bahwa 1-2 orang pilihannya tersebut telah memahami dan dapat menjadi tangan kanannya mengurus organisasi yang masih dingin itu. Tangan kanan yang sepemahaman, semotivasi dan searah dalam menjalankan fungsi dan peranan organisasi. Tidak mudah, karena yang diselamatkan adalah manusia dengan berbagai karakter , sifat, keinginan dan harapan yang berbeda-beda satu dengan lainnya.

Organisasi dingin bisa saja karena kesalahan kecil. Mungkin leader tidak menganggap sebuah kebijakan kecil tidak berpengaruh besar terhadap kinerja organisasi. Organisasi sangat dinamis. Bagi sebagian orang misalnya kebijakan jam kerja dianggap biasa2 saja, tapi bisa saja berakibat penolakan massal. Kebijakan punishment dan reward yang kurang jelas dapat berakibat semakin dinginnya organisasi. Kebijakan kepersonaliaan yang paling sering "mendinginkan" atau "menghangatkan" organisasi... Terutama kebijakan yang menyangkut aspek "psikologi" massa. Kadang hal ini dianggap remeh, padahal bagi komponen manusia di dalam organisasi hal ini bisa menjadi hal terpenting. Semangat berlari, semangat berprestasi, semangat berbuat terbaik, semangat integritas, semangat loyalitas bukanlah hal_hal yang hanya bisa dikoar-koarkan dengan slogan2... Atau yel-yel di saat-saat tertentu... Tapi merupakan rangkaian sikap dan pandangan terhadap seluruh kebijakan yang ada. Bisa saja seorang Leader jago berpidato sampai 24 jam sehari, tapi yang mendengarnya malah ngantuk, ngedumel, mencaci dalam hati, dan masuk telinga kanan dan langsung keluar dari lobang bawah belakang...( Maaf)..... karena pendengar merasa muak, tak sesuai kata dengan perbuatan, NATO (No Action Talk Only) , dan atau "bual"....

Tidak gampang.... Dan tidak ada yang akan memuaskan 100% komponen organisasi. Banyak buku mengatakan seorang leader yang mengambil kebijakan paling tidak harus berfikir matang agar > 80% komponen organisasi seharusnya menerima kebijakan itu dengan senang dan semangat mendukung. Jika tidak, maka akan terlihat sebuah kebijakan yang berdampak "dingin" ..... Akan terlihat dampak kepada kinerja organisasi.....

Tidak mudah........... Baik sebagai leader, maupun anggota suatu organisasi.... Tidak mudah memilih arah motivasi untuk menghasilkan kinerja yang optimal dalam satu organisasi... Dan sebelum anggota memulai motivasi untuk berkarya dengan cemerlang, biasanya, katanya, konon..... Diperlukan Leader yang Mumpuni...... (Pertanyaannya ;   Apakah iya????)

SEEDLING SEED ORCHARD DAN CLONAL SEED ORCHARD

Areal penghasil benih yang tingkatan kualitas genetiknya terbaik adalah Kebun Benih ( Seed Orchard _SO). Secara umum dikenal 2 SO yang dikembangkan untuk mendapatkan benih unggul berkualitas. Dikatakan benih unggul berkualitas karena benih yang dihasilkan dari kebun benih ini telah melalui seleksi genotype dan phenotype. Tetua-tetuanya (induk) juga diketahui dengan baik sehingga kemungkinan terjadinya perkawinan kerabat sudah sangat diminimalisir.

Seedling Seed Orchard (SSO) dibangun dengan informasi genotype dan phenotype dari Uji Genetik atau Uji keturunan (Progeny Test). Material pembangunan Progeny Test diidentifikasi dengan jelas dan diketahui informasi tetuanya. Ada dua jenis Progeny Test yaitu :

  1. Progeny Test Half-sib
Yaitu Progeny test yang dibangun dari material-material benih yang hanya diketahui informasi tetua betinanya. Sehingga Progeny test yang dibangun adalah untuk melihat bagaimana kemampuan induk betina menurunkan sifat-sifatnya kepada seluruh keturunannya tanpa mengetahui pohon tetua jantannya. Benih Individu dari pohon induk (pohon plus) dikumpulkan per pohon dan diberi identifikasi nomor atau nama  dan disebut dengan Family atau seedlot.  Nomor atau nama family biasanya tergantung kepada pemulia yang melakukan seleksi dan pengumpulan benih individu tersebut. Bisa juga gabungan antara huruf dan nomor , misalnya CSIRO Australia memberi nomor BVG0008768, MM0000787, dsb, sedangkan organisasi lain misalnya hanya memberi penomoran A1, A2, A3...dst

  1. Progeny Test Full-sib
Progeny Test Half sib adalah progeny test yang dibangun dengan menggunakan material benih yang diketahui informasi kedua tetuanya (jantan dan betina atau male and female). Tentunya ini merupakan hasil perkawinan terkendali (control pollination) yang dibuat secara sengaja oleh tenaga pemulia dalam menentukan induk jantan dan induk betina. Perkawinan Induk Jantan dan Betina diatur dengan design yang disebut dengan Mating Design , seperti Factorial Design, , Dialel design, Single-pair mating design,  dsb.  Dengan design ini akan dihasilkan perkawinan-perkawinan genotype yang diinginkan oleh pemulia (breeder).  Hasil dari perkawinan silang terkendali tersebut diberi nomor dan atau nama , dan hasil persilangan satu induk jantan dengan satu induk betina disebut Family/seedlot. Family-Family yang dihasilkan itu kemudian diuji di dalam Progeny Test.

Setelah Progeny Test dibangun, maka dilakukan pengukuran dan analisa data untuk melihat nilai-nilai genetik dari setiap family dan individu. Tentunya hal ini dilihat dari data pengukuran phenotype misalnya Tinggi, Diameter, Kelurusan Batang, Percabangan, Ketahanan Terhadap Serangan Hama Penyakit, Wood Density/kerapatan kayu , dsb. Kemudian data itu dianalisa menggunakan persamaan-persamaan matematis dan statistika untuk menentukan tingkat variasi genotype, variasi lingkungan dan interaksi antara kedua variasi tersebut. Konsep seleksi genotype akan dijalankan pada saat analisa ini  dengan tujuan menyeleksi genotype-genotype terbaik, dan pada kesimpulannya ditentukanlah rangking family dan rangking individu dari plot Progeny Test tersebut. Individu-Individu yang dipilih/diseleksi sebagai POHON PLUS dan akan digunakan sebagai bahan pembangun SSO dan CSO.


A.                 SEEDLING SEED ORCHARD-SSO (Konversi Progeny Test)

Pembangunan SSO yang umum dilaksanakan adalah dengan mengkonversi Progeny Test menjadi SSO . Urutan-urutan pembangunannya adalah sebagai berikut :
  1. Pembangunan Progeny Test dengan 50 family atau lebih. Jumlah family yang disyaratkan ini untuk mendapatkan peluang terdapatkan variasi genotype yang cukup besar untuk mendapatkan seleksi. Semakin banyak family yang diuji sebenarnya semakin baik, tetapi semakin banyak family semakin besar modal dan tenaga yang dibutuhkan serta persyaratan lahan untuk pembangunan progeny yang lebih sulit ditemukan. Rancangan (design) penelitian yang sering digunakan adalah Randomized Completely Block Design (RCBD) atau Rancangan Acak Lengkap Berblok atau dengan Rancangan Split Plot . Penentuan tree plot per family, bentuk plot, jumlah replikasi, dan design ditentukan oleh breeder dengan mempertimbangkan berbagai hal termasuk ketersediaan lahan, sumber daya manusia, jumlah bibit per family, keragaman family , dsb.  Tetapi biasanya untuk Progeny Test yang akan dikonversi menjadi SSO umumnya dengan treeplot > 4 pohon (individu) per family per replikasi (ulangan) dan jumlah ulangan > 6.
  2. Pengukuran progeny test dilaksanakan secara periodik untuk mengetahui pertumbuhan tanaman dan nilai-nilai genetik.
  3. Pada umur ½ daur atau ½ rotasi dari umur yang diharapkan dilakukan analisa data genetik untuk mengetahui family dan individu terbaik. Daftar family dan inidividu terbaik dikonversi menjadi SSO sehingga dapat disebut juga disebutkan Progeny Test dikonversi menjadi SSO.  Berapa jumlah family dan individu yang ditinggalkan di dalam SSO dipertimbangkan berdasarkan nilai-nilai genetik seperti heritabilitas dan genetic gain yang diharapkan. Tentunya jumlah pohon yang disisakan di dalam satu SSO dapat tergantung juga kepada jumlah benih yang diharapkan dari SSO tersebut dan ini akan berkaitan dengan kebutuhan produksi dan nilai kualitas benih yang dihasilkan.
  4. Family-family dan individu terjelek ditebang (di rouging) sehingga yang tersisa adalah family-family dan individu-individu terbaik di dalam SSO tersebut.
  5. Pemeliharaan pohon-pohon tinggal di dalam SSO dilaksanakan dengan pengendalian gulma , pengendalian hama penyakit, pemupukan dan pengamatan gangguan dari luar seperti ancaman kerusakan akibat orang lain, kebakaran, dan gangguan lainnya. Bentuk pemeliharaan yang dilaksanakan ditujukan untuk menjaga kesehatan pohon-pohon yang ada di dalam SSO tersebut agar dapat maksimal dalam memproduksi benih. Pengendalian gulma dapat disesuaikan dengan kondisi lapangan, sedangkan pemupukan dan pengendalian hama penyakit dapat dilaksanakan berdasarkan kondisi tanah di dalam SSO dan kondisi pohon. Untuk merangsang pembungaan biasanya pupuk P dan K sangat dibutuhkan , sedangkan untuk unsur N sangat dibutuhkan untuk pendorong terbentuknya tunas-tunas baru pasca pembuahan .
  6. Pengamatan masa pembungaan dan masa pemanenan.
  7. Pada saat pembuahan sudah berlangsung, maka dapat dilaksanakan pemanenan buah individu ataupun bulk (campur menjadi satu). Pemanenan buah secara individu kemudian mengoleksi benih individu yang diketahui induk betina dan tetuanya dapat digunakan untuk pembangunan Progeny Test Generasi berikutnya. Sedangkan pemanenan buah secara bulk (composite) dapat diperuntukkan untuk kepentingan operasional (produksi massal).

Secara singkat rangkaian pembangunan SSO hasil konversi dari Progeny test dapat digambarkan dengan skema di bawah ini :



Biasanya pada saat pembungaan pertama kali, hanya beberapa individu yang menghasilkan bunga dan jumlah bunga yang dihasilkan masih sedikit. Untuk itu sering hasil pemanenan pertama kali dari SSO tidak digunakan atau tidak dipanen. Hal ini menghindari resiko selfing dan inbreeding yang masih tinggi.


B.                 CLONAL SEED ORCHARD ( CSO)

Clonal Seed Orchard (CSO) dibangun dari individu-individu terbaik (plus tree) dari Progeny Test yang telah dibangun sebelumnya.  Apabila progeny test telah dirouging (dijarangi) menjadi SSO, maka informasi family dan individu di dalam SSO harus tetap dijaga, identifikasi nomor-nomor pohon dan tetuanya harus dipertahankan baik secara dokumentasi di atas kertas, ataupun tanda-tanda pada masing-masing pohon di lapangan.

Pohon plus-pohon plus yang terbaik dari Progeny test tersebut di atas  dipilih atau diseleksi sebagai material pembangun CSO. Tentunya plus tree adalah individu-individu terbaik dari berbagai parameter yang dikehendaki breeder. Syarat-syarat plus tree untuk species fast growing seperti Acacia spp, Eucalyptus spp., Gmelina, Paraserianthes, Anthocephalus spp, dll adalah sebagai berikut :
-         Pertumbuhan cepat (ditandai dengan MAI Tinggi dan Diameter Pohon yang tinggi)
-         Berbatang lurus
-         Percabangan baik ( ukuran, sudut, dsb)
-         Tajuk proporsional ( menyebar merata )
-         Tidak terserang hama penyakit penting
-         Sifat kayunya sesuai dengan kebutuhan (industri yang membutuhkan)

Jumlah plus tree yang dipilih masuk ke dalam CSO tergantung kepada tingkat analisa genetik pada progeny test dan nilai indeks seleksi yang digunakan.  Secara umum CSO dibangun dengan minimal 30 individu plus tree yang terbaik dari Progeny test (dengan asumsi ke 30 individu itu juga masih beragam provenancenya). Jika progeny Test hanya dibangun dari family-family yang berasal  satu atau dua provenance saja maka jumlah individu yang seharusnya masuk ke dalam seleksi untuk CSO dapat ditingkatkan menjadi > 50 individu.

Seluruh plus tree yang terseleksi, ditandai dan diberi nomor sesuai dengan keinginan breeder. Yang utama adalah setiap pohon masih jelas sejarah tetuanya dan posisinya di dalam plot Progeny Test.

Langkah selanjutnya adalah sbb :
  1. Perbanyakan vegetatif masing-masing pohon plus, dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu cangkok (air layering), okulasi (budding), sambung (grafting) atau dengan metode lain yang dapat diterapkan sesuai dengan jenis pohon yang dikembangkan
  2. Jumlah perbanyakan didasarkan kepada jumlah ramet yang akan ditanam di dalam CSO .
  3. Persiapan lahan untuk CSO disesuaikan dengan rencana . Pemilihan lokasi CSO diharapkan mempunyai aksesibilitas yang tinggi, dekat dengan job site (base camp), arealnya relatif datar, dekat dengan sumber air, dan jika memungkinkan dikelilingi oleh species lain.
  4. Penanaman ramet-ramet di dalam CSO setelah lahan siap. Metode penanaman untuk areal CSO biasanya menggunakan design Rancangan Acak Lengkap Berblok (RCBD) dengan modifikasi atau disebut dengan Modified Randomized Completely Block Design ( M-RCBD). Modifeid artinya pengaturan posisi ramet di dalam masing-masing replikasi diatur sedemikian rupa sehingga posisi masing-masing ramet dapat terjaga jaraknya . Diharapkan antar Ramet dapat berjarak > 50 m.   Diagram dibawah menunjukkan perbanyakan plus tree menjadi kumpulan ramet-ramet ( klon) sebagai material pembangun CSO dan sistem pengacakan klon di dalam CSO dengan Modified RCBD


Luas CSO yang dibangun didasarkan kepada kebutuhan benih yang diharapkan akan dihasilkan .  Semakin luas CSO yang akan dibangun , maka semakin besar sumberdaya yang dibutuhkan , terutama untuk mempersiapkan ramet-ramet yang akan ditanam dan pembangunan CSO itu sendiri.

Berbagai kesulitan ditemukan pada teknik perbanyakan pohon plus (Ortet)  karena pohon plus sudah berumur tua yang sulit untuk menghasilkan akar pada rametnya. . Pengalaman dengan melakukan cangkok (air layering) pada A.mangium umur 4 tahun hanya dapat menghasilkan akar 20-30% dari total yang dicangkok. Keberhasilan teknik okulasi (budding) pada Gmelina arborea relatif lebih baik, dengan teknik yang dilakukan orang yang sudah biasa melakukan dapat menghasilkan keberhasilan 90%. Sementara pada sistem grafting (menyambung) pada Eucalyptus pellita dapat menghasilkan 40-50% keberhasilan.

Berbagai problem akan ditemukan pada perbanyakan vegetatif pohon-pohon tua  dan juga bisa beragam antar satu pohon dengan pohon lainnya. Sifat mudah tidaknya menghasilkan akar menjadi salah satu karakteristik klon yang perlu diketahui pada saat akan membangun CSO.

Produksi Benih dari  CSO

Untuk memperkirakan jumlah produksi benih yang dapat dihasilkan dari CSO perlu diperhatikan hal-hal berikut ini :

1.      Untuk menentukan atau mengestimasi produksi benih dari CSO dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

      Produksi /tahun = Jumlah pohon di dalam CSO x % Pembungaan x Rata-rata produksi benih per  pohon/tahun
 
Untuk menentukan % pembungaan  biasanya dilakukan dengan pengamatan beberapa kali masa pembungaan , misalnya pada A.mangium setiap musim buah hanya menghasilkan 80-90% individu di dalam CSO yang akan menghasilkan bunga, sementara untuk Gmelina arborea malah hanya bisa mencapai 50-60% dan untuk Eucalyptus spp. biasanya menghasilkan 80-90% .

Produksi Benih per pohon di dalam CSO sangat dipengaruhi oleh kesuburan/kesehatan  pohon ,  jarak tanam antar pohon dan kondisi pembungaan yang terjadi. Kondisi pembungaan sangat baik terjadi ketika curah hujan rendah.  Selain itu serangan hama penyakit juga akan menentukan jumlah benih yang dihasilkan per pohon. Berbagai jenis hama penyakit dapat mengganggu tanaman-tanaman di CSO, sama halnya dengan tanaman produksi yang ditanam untuk menghasilkan kayu.

2.      Sistem pemanenan pada CSO tidak jauh berbeda dengan sistem pemanenenan benih pada SSO. Panen dapat dilaksanakan per individu atau dengan sistem bulk (composite). Panen dengan memisahkan benih-benih per individu diperlukan untuk pembangunan Progeny Test Generasi ke dua (second generation), sedangkan panen dengan sistem bulk (composite) biasanya diperlukan untuk kebutuhan produksi skala massal (penanaman).
3.      Pembangunan Progeny Test dari benih-benih individual di CSO sangat penting dilaksanakan untuk melakukan Rouging (penjarangan) klon-klon yang ada di dalam CSO.  Sekaligus untuk mendapatkan pohon-pohon plus baru hasil persilangan alami yang terjadi di dalam CSO karena sistem pengacakan yang telah dilakukan pada saat penanaman.


Secara singkat flow process pembangunan CSO digambarkan dengan skema di bawah ini :



Siklus pembangunan CSO akan terus menerus bergulir sesuai dengan diagram di atas dan seharusnya setiap generasi akan ada peningkatan kualitas genetik dari masing-masing CSO. Diperlukan dukungan sumberdaya (manusia , waktu dan modal) yang besar untuk dapat melaksanakan siklus itu dan semua itu tentunya terbayarkan dengan kualitas benih yang semakin meningkat.

Tidak mudah menghasilkan benih berkualitas pada tanaman kehutanan  tanpa komitmen dan dukungan sumberdaya yang mencukupi tetapi dengan menjalankan program breeding secara konsisten dan penuh komitmen maka produksi benih unggul adalah hasil yang mudah diperoleh dan keberhasilan pembangunan HTI akan lebih terjamin.

Minggu, 19 Juni 2011

CONSERVATION STATUS OF NATURAL POPULATIONS OF EUCALYPTUS UROPHYLLA IN INDONESIA & INTERNATIONAL EFFORTS TO PROTECT DWINDLING GENE POOLS

by
B. Pepe
32, K. Surata33, F. Suhartono34, M. Sipayung35, A. Purwanto & W. Dvorak36

INTRODUCTION

Eucalyptus urophylla naturally occurs on volcanically derived soils on seven islands in eastern Indonesia (Timor, Flores, Wetar, Lembata (Lomblem), Alor, Adonara and Pantar) at altitudes that range from 180 m to 3000 m (Figure 1). It is one of the most commercially important forest species as an exotic in the world. It is often crossed with E. grandis to produce hybrid progeny that are well adapted to tropical conditions and the hybrids are more disease resistant than the E. grandis parent.
To broaden the genetic base of E. urophylla for plantation forestry, organizations like the Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization (CSIRO), Australia and the Centre Technique Forestier Tropical (CTFT, now CIRAD-Forêt), France have collaborated with the Indonesian government over the last three decades to make research seed collections of the species in natural stands on the seven islands (see Martin and Cossalter 1975 a-b; Martin and Cossalter 1976 a-e, Eldridge et al. 1994, Gunn and McDonald, 1991). The Brazilian government and private industry have also made small seed collections of E. urophylla in Indonesia, most notably in the 1970s and 1980s (Moura, 1983).

From 1996 to 2003, a new series of explorations and seed collections were made in natural stands of E. urophylla by research staff of PT Sumalindo Lestari Jaya, a private Indonesian forestry company and CAMCORE, North Carolina State University, USA, an international tree conservation and domestication programme. The collections were conducted with the assistance of the Forestry Research Institute, Kupang, Timor (Nusa Tenggara Timur).

The objective for these new collections were to assess the conservation status of E. urophylla across its natural distribution and to sample mainly untested populations that recently became assessable with the opening of new roads on the islands (Hodge et al. 2001). The goal was to distribute the genetic material to the CAMCORE membership for establishment of ex situ conservation banks and progeny tests. The conservation status of each population was assessed during exploration and seed collection and categorized according to rules developed by the International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) as either Low Risk (LR), Vulnerable (V), Endangered (EN) or Critically Endangered (CR) (see Farjon and Page, 1999).

RESULTS AND DISCUSSION

The collections were the most comprehensive made of the species to date.

In the seven years of seed collections, 62 populations and 1104 mother trees were sampled on the seven islands where E. urophylla is known to occur (Table 1, Figure 1). Explorations to the neighboring islands of Solor, Besar and Palue yielded no new sighting of the species. New populations were identified on most of the seven islands of known occurrence as the accessibility and local knowledge about the location of eucalypt populations were better than that available to previous collectors.

Of the 62 populations visited, the conservation status of 39% of these was classified as low risk, 24% as vulnerable, 20% as endangered and 5% as critically endangered. Populations identified as “low risk” all came from Wetar and Timor.

Table 1. Location of the Eucalyptus urophylla populations sampled and their conservation status. LR= low risk, V=vulnerable, E= endangered, and CR=critically endangered

Year
Island
Latitude
Longitude
Elev Range (m)
No. of Trees
Conservation Status
96
Adonara
08° 16' S to 08° 21' S
123° 03' E to 123° 18' E
494 - 1000
142
CR, V
97-99
Alor
08° 14' S to 08° 18' S
124° 30' E to 124° 45' E
320 - 1300
100
CR, E, V
98-01
Flores
08° 31' S to 08° 41' S
122° 15' E to 122° 47' E
220-980
221
CR, E
96-00
Lomblen
08° 16' S to 08° 34' S
123° 24' E to 123° 32' E
540 - 980
137
V, E
97-00
Pantar
08° 20' S to 08° 28' S
124° 03' E to 124° 12' E
380 - 840
97
E
97-01
Timor
09° 31' S to 09° 43' S
124° 04' E to 124° 19' E
1100-1655
299
LR
02-03
Wetar
07° 51' S to 07° 53' S
126° 15' E to 126° 28' E
409 - 750
118
LR
The detailed table of E. urophylla populations explored by the mission  is available from W. Dvorak.

Figure 1. Geographic range of Eucalyptus urophylla and the location of the 62 populations
sampled by the Sumalindo/CAMCORE collections.



The Wetar provenances are protected because of their geographic isolation and by the fact that the human population pressure on the island is still minimal. The Timor populations appear well conserved because most are within the boundaries of Mt. Mutis Forest Park.

The conservation situation is much different on the other five islands. All the E. urophylla populations sampled on Pantar and Flores are either endangered or critically endangered (Table 1). These include the well-known populations on the slopes of Mt. Egon and Mt. Lewotobi, Flores, such as Ile Nggele and Hokeng, respectively. The newly discovered population Koangao, Flores, is being converted to cassava plantations and will be lost in the next several years. Stands on Adonara, Lomblem and Alor range from vulnerable to critically endangered. The disappearance of important eucalypt populations is primarily the result of land conversion to agriculture and the establishment of more economical short-rotation crops like macadamia nut trees. It is realistic to assume that in 25 years time, all that will be left of the E. urophylla genetic base in Indonesia will be on the islands of Timor and Wetar.

Difficult challenges exist on how to conserve populations of E. urophylla, either in situ or ex situ for the long term. Eucalyptus alba occurs on the fringes of or within most E. urophylla populations and there must be regular gene flow between the two species. Questions about what represents a “pure species” remains. Socio-economic question can be asked about why small landholders in Indonesia should conserve E. urophylla in situ when other land use alternatives generate more income. Ex situ conservation efforts are made difficult because of contamination of pure lines of E. urophylla with pollen of other eucalypt species such as E. grandis. Furthermore, the long-term conservation of large number of populations is prohibitively expensive for many organizations.

CAMCORE has established more than 100 provenance/progeny trials of this genetic material in Argentina, Brazil, Colombia, Mexico, South Africa and Venezuela. An initial assessment of 32 trials of 23 populations and 434 families was made in 2001 and reported on by Hodge et al. 2001. A more complete analysis will be made in 2004.

CAMCORE intends to address these challenging conservation issues by conducting a comprehensive molecular assessment of the species that complements the allozyme work of House and Bell (1994). We envision that new molecular techniques will allow us to better examine questions about migration and genetic structure of the species. Our hope is to relate marker information to provenance results so that priorities can be identified for in situ conservation approaches in Indonesia and better define practical strategies for ex situ conservation.

This conservation and testing effort exemplifies the benefits of international cooperation. PT Sumalindo Lestari Jaya, co-sponsor of the project, does not plant E. urophylla commercially as is true for eight other CAMCORE industrial members. Yet all organizations in CAMCORE contributed some funds for the explorations and seed collections of E. urophylla and pay for all the field establishment, maintenance, and assessment of ex situ conservation plantings and genetic tests.

ACKNOWLEDGMENTS

The authors acknowledge with great appreciation the technical and/or financial contributions of the PT Sumalindo Lestari Jaya Research staff, the Forest Research Institute, Kupang, Indonesia, and members of the CAMCORE Cooperative.

REFERENCES

Eldridge, K., Davidson, J., Harwood, C. and van Wyk, G. 1994. Eucalypt Domestication and Breeding. Clarendon Press, Oxford. 288p.
Farjon, A., and Page, C. 1999. Conifers. Status Survey and Action Plan. IUCN. Gland, Switzerland and Cambridge, UK. 121 p.
Hodge, G.R., Pepe, B., Wijoyo, F.S. and Dvorak, W.S. 2001. Early results of Eucalyptus urophylla provenance /progeny trials in Colombia and Venezuela. In: Developing the Eucalypt of the Future, Proc. IUFRO Working Party 2.08.03, Valdivia, Chile, Sept 9-13.
House, A. P. N. and Bell, J.C. 1994. Isoenzyme variation and mating systems in Eucalyptus urophylla S. T. Blake. Silvae Genetica 43,2-3:167-176.
Gunn, BV, and McDonald, MW. 1991. Eucalyptus urophylla seed collections. Forest Genetic Resources Information. 1991, No. 19, 34-37;
Martin, B., and Cossalter, C. 1975a. The Eucalypts of the Sunda Islands. [Part 1]. Bois et Forets des Tropiques. 1975, No. 163, 3-25.
Martin, B., and Cossalter, C. 1975b. The Eucalypts of the Sunda Islands. [Part 2]. Bois et Forets des Tropiques. 1975, No. 164, 3-14.
Martin, B., and Cossalter, C. 1976a. The Eucalypts of the Sunda Islands. [Part 3]. Bois et Forets des Tropiques. 1976, No. 165, 3-20.
Martin, B., and Cossalter, C. 1976b. The Eucalypts of the Sunda Islands. [Part 4]. Bois et Forets des Tropiques. 1976, No. 166, 3-22.
Martin, B., and Cossalter, C. 1976c. The Eucalypts of the Sunda Islands. [Part 5]. Bois et Forets des Tropiques. 1976, No. 167, 3-24.
Martin, B., and Cossalter, C. 1976d. The Eucalypts of the Sunda Islands. [Part 6]. Bois et Forets des Tropiques. 1976, No. 168, 3-17;
Martin, B., and Cossalter, C. 1976e. The Eucalypts of the Sunda Islands. [Part 7]. Bois et Forets des Tropiques. 1976, No. 169, 3-13;
Moura, VPG. 1983. Resultados de pesquisa com várias procedencias de Eucalyptus urophylla S.T. Blake no centro-leste do Brasil. Silvicultura São Paulo 31:474-480.

32 .Formerly Planning Director, PT Sumalindo Lestari Jaya, East Kalimantan, Indones
33 Forestry Research Institute, Kupang, Timor, Indones
34 Formerly Director of Research, PT Sumalindo Lestari Jaya, East Kalimantan, Indones
35 Formerly, Research Forester, PT Sumalindo Lestari Jaya, East Kalimantan, Indones
36 CAMCORE, College of Natural Resources, North Carolina State University, Raleigh, NC. USA


Source : http://www.fao.org/docrep/008/y5901e/Y5901E15.htm ( Forest Genetic Resources No 31, FAO, Rome , 2004 , ISSN 1020-4431)