Sabtu, 28 Mei 2011

DUNIA "PETANI" SEMAKIN TIDAK DIMINATI

Saat menonton sebuah acara di BBC Konwledge beberapa bulan lalu, disampaikan bagaimana kesulitan "tetua-tetua" desa di sebuah desa di RRC yang terkenal dengan konsep Terasering dalam mengembangkan pertanian sawah ke masa yang akan datang. Wawancara reporter dengan tegas mengungkapkan, para tetua desa mengeluhkan tidak adanya minat para pemuda meneruskan perawatan terasering yang dibangun ratusan tahun lalu di sebuah gunung terjal sampai mendekati kemiringan 60- 70 derajat. Menurut pengakuan tetua desa, terasering sekarang banyak yang longsor, karena tergerus masa dan terjadinya gempa bumi, dan adanya semacam serangga yang merusak struktur tanah terasering tersebut. Kata Tetua desa.... jika tidak dirawat, maka kawasan yang masuk kedalam situs PBB itu akan hancur dalam beberapa tahun ke depan................... Ironis


Mengingat acara itu, terbayang juga, bagaimana dunia pendidikan di Indonesia berkembang dengan pesat. Semakin banyak anak-anak, remaja dan pemuda yang telah mengecap pendidikan sampai ke jenjang Universitas/PT. Dunia pendidikan telah merobah pemikiran menjadi lebih terbuka, wawasan lebih luas dan pengetahuan semakin mudah diperoleh. Kemajuan Teknologi Informasi (TI) semakin merambah ke desa-desa , sampai ke seluruh penduduk berbagai kelas umur. Orang - orang semakin dipengaruhi kemajuan dunia lain, dunia yang cepat sekali berubah dan dunia yang semakin mementingkan aspek-aspek material dan modal. Kaum muda ingin mengejar itu.

Teringat juga, bagaimana sulitnya menemukan pekerja-pekerja untuk kegiatan di HTI. Mendatangkan tenaga kerja ke berbagai pulau untuk didatangkan ke pulau Kalimantan, dengan iming-iming pendapatan Rp. 1.500.000/bulan... awalnya banyak yang tertarik, banyak yang ingin mencoba. Setelah mencoba 3-6 bulan, terasa sekali bahwa tidak banyak kaum muda  yang ingin meneruskan pekerjaan "kasar" di lapangan. Pekerjaan membuat lobang tanam, menanam, memupuk, menebas gulma, menyemprot herbisida, menebang kayu, dsb..... ternyata tidak menarik . Iming gaji 1.5 juta tidak lagi menjadi daya tarik di zaman tahun 2000-an ini. Menurut mereka, sekolah sampai SLTA (SMA/SMK/dsb) selayaknya tidak "dihargai" dengan kondisi kerja keras di lapangan. Mereka bisa melihat, betapa banyaknya peluang kerja yang lebih "berharga" dibanding kerja "kasar" di hutan sana. Bagi mereka, setiap hari dengan kondisi alam yang beragam, panas, hujan, gelap gulita, dingin, sepi, banyak nyamuk, peluh keringat yang bercucuran,  air keruh, adalah sangat tidak menyenangkan. Mereka ingin menikmati TEKNOLOGI dan PERKEMBANGAN ZAMAN. Lebih baik bagi mereka kerja yang lebih "halus", misalnya jadi Sales Promotion, jadi penjaga toko, jadi tenaga administrasi di kantor, kondekstur, driver di kota,  atau malah lebih baik jadi Office Boy (OB) atau Satpam di pusat perdagangan..... Menurut mereka , " walau gaji pas-pasan, tapi hidup lebih hiduppp............. lebih modern, lebih manusiawi")

Bagi Sarjana-Sarjana Kehutanan dan Pertanian, sangatlah jarang sekarang ini mau menerjuni bidang ilmunya di lapangan sana dalam jangka waktu lama. Apalagi hanya dengan iming-iming gaji sesuai UMP.  Mereka beranggapan, alumni Pertanian/Kehutanan lebih baik atau lebih menyenangkan kerja di Perbankan, di Perhotelan, di perusahaan Asuransi, di perusahaan Leasing Sepeda Motor/Mobil, dan di kantor-kantor lain di daerah perkotaan. Walau gaji sama dengan UMP, tetapi secara psikologis, mereka merasa hidup di kota lebih "elegan", lebih manusiawi, lebih beradab, dan yang utama dapat menikmati kemajuan zaman dan IT secara bebas dan penuh akses. (No  GSM/GPRS signal adalah NERAKA bagi mereka ). Mereka ingin hidup menikmati gaji sesuai UMP tadi dengan bermain di mall, clubbing, karaoke bersama, kuliner bersama, mengikuti  olah raga yang  trend dan "beradab"  misalnya futsal, bowling, gym, dsb.  Dalam benak mereka, "buat apa tinggal di hutan sana, sudah jauh dari rumah, signal lemot, tidak ada clubbing, tidak trend, jadi lusuh dan kulit rusak.............. No.... No way").  Dunia Pertanian (termasuk Kehutanan)  semakin tidak diminati ... bahkan Sangat Kurang diminati.  Apalagi bagi generasi muda yang secara kehidupan dibesarkan dalam dunia pertanian oleh orangtuanya. Pasti secara umum, setiap anak dan orangtua ingin anaknya tidak sama dengan orangtuanya, dan ingin anaknya maju dan bisa menjadi andalan ... dan masalahnya itu diterjemahkan dengan diraihnya prestasi material, modal dan gaya. Apalagi generasi muda yang dibesarkan di kota dalam suasana hiruk pikuk kehidupan kota yang "heboh"..... sangat sulit bagi mereka meninggalkan dunia itu, apalagi harus jauh dengan teman-teman, club, hubungan sosial yang penuh peradaban kota...........
Ini tantangan besar bagi perusahaan atau lembaga yang bergerak dibidang pertanian/kehutanan yang masih mengandalkan konsep "padat karya" dalam bisnisnya. Kebutuhan tenaga kerja operasional akan menjadi hambatan dan problem yang semakin besar. Perkembangan Industri Non Formil di daerah perkotaan akan menjadi bidang yang lebih disukai daripada dunia hutan/pertanian yang relatif dianggap "kurang modern" . Walaupun disebutkan tingkat pengangguran di Indonesia sangat tinggi, tetapi terlihat, daya tarik dunia pertanian/kehutanan yang berkaitan dengan operasional harian, semakin tidak diminati generasi muda. Paling-paling yang menyukai atau terpaksa menyukai pekerjaan penanaman, perawatan tanaman, panen  dan kegiatan lain di lapangan hanya terbatas pada kalangan orang-orang tua usia 45 tahun ke atas. Dan biasanya kalangan ini sudah sangat tidak ingin meninggalkan keluarganya untuk bekerja di hutan sana. Mereka sudah ingin hidup bermasyarakat yang normal, mereka ingin hidup dengan tetangga yang sefaham , mereka ingin hidup menikmati masa-masa tuanya.  Mereka ingin setiap hari berkumpul dengan keluarga (anak/istri) dan bisa menikmati agenda-agenda masyarakat yang semakin padat.  Jadi, dunia pertanian/kehutanan akan kehilangan mereka juga.

Ada beberapa hal menurut saya yang dapat dijalankan untuk menyikapi hal ini, terutama untuk masa 5-10 tahun ke depan:
  1. Peranan alat mekanisasi semakin diperbanyak. Kebutuhan tenaga kerja tanam, pemupukan, pemeliharaan, panen, dll, seharusnya sudah bukan barang aneh lagi. Harus sudah mulai dirancang bagaimana sistem silvicultur atau budidaya yang didominasi alat mesin pertanian.  Dengan alat mesin, 1 mesin misalnya harus bisa mencapai produktivitas penanaman 1-2 Ha/hari dan itu sudah setara dengan 30-60 tenaga kerja manusia.  Mesin - mesin untuk perawatan tanaman juga harusnya sudah semakin digalakkan, bagaimana 1 operator alat dapat menyelesaikan pemeliharaan 1-5  ha/hari kerja.
  2. Pemikirian untuk melatih operator-operator mesin pertanian sudah mulai dirancang. Pengenalan dunia pertanian/kehutanan kepada kalangan muda lulusan SLTA (Umum/Kejuruan) bukan lagi tentang teori-teori budidaya tanaman, tetapi sudah mengarah kepada aspek-aspek finansial tenaga-tenaga /operator-operator yang bekerja di bidang tersebut. Seharusnya ini bidang yang menarik, karena operator Alat-alat mesin biasanya dihargai lebih tinggi dibanding pekerja manual.
  3. Konsep pembangunan  "kota di dalam hutan" selayaknya menjadi satu alternatif untuk menarik minat generasi muda bekerja di bidang kehutanan/pertanian. Saya pernah mengunjungi sebuah perusahaan HTI di Brazil ( JARI Cellulosa) yang menerapkan konsep ini. Perusahaan itu sampai membangun Bandara, Mall,Sport hall, , Pasar, Bank, Apartment, di tengah-tengah HTI - nya. Mereka mengajak Investor untuk "berinvestasi" di KOTA HUTAN itu dengan tujuan agar seluruh karyawan dan pekerja dapat merasakan kemajuan zaman yang sama dengan KOTA.  Bagaimana aspek ekonominya saya tidak terlalu memahami, tetapi saya hanya melihat betapa seriusnya perusahaan itu menyikapi perubahan zaman dan aspek psikologi massa.
  4. Konsep kepemilikan saham ( share) kepada pekerja/karyawan  seharusnya sudah dapat dijajaki. Jika ini berlaku, mungkin saja ketertarikan untuk berkarya dihutan sana semakin tinggi. Orang akan merasa pekerjaan itu menjadi usaha bisnisnya dan dia akan berusaha semaksimal mungkin meraih keuntungan finansial yang semakin meningkat dari tahun ke tahun.  
Saya fikir , banyak hal yang bisa dilaksanakan. Yang jelas bisnis harus jalan untuk masa jangka panjang. Semua perencanaan jangka pendek, menengah dan jangka panjang bisa saja disusun dengan baik, tapi implementasi bisnisnya tergantung kepada lembaga /perusahaan terkait.
Semoga dunia petani akan diminati generasi muda................ baik secara finansial maupun psikologis................

Senin, 02 Mei 2011

Terlambat sudah (sebuah pengalaman mengurus tanaman)




Lagu "Terlambat Sudah" yang dinyanyikan grup Panbers memang lagu jadul untuk zaman sekarang. Bagi kalangan yang dibesarkan tahun 60_an dan 70-an mungkin masih suka dan hafal lagu..... Sepotong syairnya mengatakan "... Kini kau datang lagi padaku.... Setelah kau siksa diriku...... Terlambat sudah terlambat sudah... Semuanya telah berlalu......."

Sepenggal syair di atas juga bisa menggambarkan tentang keadaan tanaman yang tidak dipelihara dengan baik pada saat awal setelah ditanam. Tanaman padi misalnya, setelah ditanam perlu dipupuk, disiangi (weeding), diairi, dikendalikan hamanya, dan disulam apabila ada titik tanaman yang mati. Jagung, kacang, durian, rambutan, semangka, bahkan mawar dan lidah buaya pun sama.... Butuh perhatian....

Takkala masa butuh perhatian itu terlewatkan, maka tanaman akan menunjukkan respon dengan menunjukkan daun kusam, tubuh kerdil, akar busuk, dan gejala abnormal lainnya. Istilahnya, tanaman sendiri ingin menunjukkan "protes" terhadap pemiliknya.

Dan ketika pemilik tanaman itu menyadari kekeliruannya, dan ingin mengembalikan kondisi yang normal, maka lagu "terlambat sudah" wajib diperdengarkan.....dan dicamkan pemilik tanaman itu. Padi sawah yang dibiarkan tidak dirawat setelah tanam, maka sudah jelas hasilnya. Begitu juga jagung , kacang, rambutan, mangga, anggrek, gladiol, ester, akasia, sengon, jati dan eucalyptus dan semua tanaman lain.

Pernah saya alami, suatu petak acacia umur 12 bulan tidak masuk dalam ukuran pertumbuhan normal, tingginy hanya 2-3 m, diamaternya hanya 2_4 cm. Survival ratenya cukup bagus mencapai 90%. Setelah dilihat historical petaknya, tanaman itu ternyata baru sekali di weeding sejak di tanam dan tidak diberi pupuk lanjutan. Wow... Kasian juga. Dengan rasa ingin menyelamatkan tanaman itu, maka kamipun berinisiatif melakukan "koreksi" diri. Tanaman kami beri pupuk lengkap dengan dosis tinggi bahkan sampai diberi 4 kali sampai tanaman berumur 2 tahun. Dengan harapan tanaman tumbuh kembali dengan baik. Kami lakukan weeding intensif, sekali dua bulan sampai umur tanaman 2 tahun. Dan sebagai pembanding, kami buat plot yang dibiarkan tidak diberi perlakuan apa_apa. Kami ingin melihat, apakah ada efek dari pemberian perlakuan setelah 12 bulan. Dan untuk memberikan gambaran yang lebih baik, kami juga lakukan perlakuan yang sama pada petak_petak yang berumur 2 dan 3 tahun. Ingin melihat apakah "rasa bersalah" tidak memelihara dengan baik dapat dibayar oleh inisiatif yang konon "sudah terlambat".

Setelah diamati dan diukur. Kami menemukan jawaban, ternyata tanaman kami sudah tidak memberikan respon yang positif atas "perhatian" kami. Mereka memberikan respon sangat kecil. Dan saat itulah kami menyanyikan lagu ".... Terlambat sudah... Terlambat sudah... Semuanya telah berlalu....."

Tidak puas menerima kata "terlambat sudah" itu, kami menunggu masa panen petak_petak tersebut. Hanya untuk membuktikan bahwa respon tanaman bisa saja lebih lama. Ketika umur 6 tahun, kami tebang petak-petak itu dan ukur volume kayunya. Dan hasilnya adalah ada kenaikan sedikit sekali pada petak yang diberi perlakukan pemeliharaan tanaman setelah 12 bulan. Memang kayu yang dihasilkan naik sekitar 5_10% dibanding tanaman yang tidak diberi perlakuan apa_apa, tapi ketika kami hitung biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan kenaikan produksi kayu 5-10% itu , kami meningkatkan biaya kayu per m3 sekitar 200-300% dibanding petak yang tidak diberi perlakuan pemeliharaan setelah 12 bulan. Kami sekali lagi terpanan dan kembali lagu "Terlambat sudah diperdengarkan di telinga kami.... " Kali ini lagu itu dinyanyikan kayu dan pohon2 di sekitar kami........

Ternyata tanaman juga bisa bernyanyi..........