Minggu, 24 April 2011

RESEARCH (PENELITIAN) BIDANG HUTAN TANAMAN INDUSTRI

Bidang Research (Penelitian) di lembaga atau perusahaan Hutan Tanaman Industri (Selanjutnya disebut HTI) memiliki peran yang besar dalam mendukung keberhasilan HTI untuk waktu yang panjang.  Bidang Research HTI di perusahaan-perusahaan HTI yang telah maju ditugaskan untuk mendapatkan atau menemukan beberapa hal seperti :

1. Material Genetik Unggulan

Material genetik Unggulan menjadi modal dasar yang penting dalam pembangunan HTI , apapun tipe HTI-nya, baik itu kayu pertukangan atau kayu serat (Bahan baku serpih-BBS) .  Genetik unggulan dapat berupa benih unggul atau klon. Benih adalah biji-biji pepohonan yang telah diseleksi dan akan dipergunakan untuk pembuatan bibit dan benih merupakan istilah yang dikhususkan untuk hasil perbanyakan secara generatif (seksual) atau dengan terjadinya perkawinan sel kelamin jantan dan sel kelamin betina. Sedangkan klon, adalah material genetik yang yang terseleksi dan terpilih dari induk yang memiliki sifat-sifat (karakteristik) yang dikehendaki (pohon plus) pemulia pohon dan dikembangkan secara vegetatif (aseksual) atau tanpa perkawinan sel kelamin jantan dan betina. Induk sebagai penghasil klon disebut ORTET dan individu-individu turunan vegetatif dari ortet tersebut dinamakan RAMET. Kumpulan ramet-ramet dijadikan sekumpulan populasi yang disebut KLON (CLONE). Sehingga dengan kata lain, Klon adalah kumpulan individu-individu material genetik yang sama (identik) dan diseleksi dari induk yang unggul dan dikembangkan secara vegetatif. Pengembangbiakan secara vegetatif dapat dilaksanakan dengan berbagai cara misalnya stek (rooted cutting), sambung (grafting), okulasi (budding), cangkok (air layering atau marcoting), merunduk, menyusui, atau dengan teknik kultur jaringan (tissue culture)

Dalam hal menemukan material genetik unggul, bidang Research HTI akan melakukan berbagai kegiatan termasuk :
Ø      Breeding  yang dapat meliputi kegiatan eksplorasi material genetik ke hutan alam dimana suatu species tumbuh alami, uji provenansi, uji sumber benih, uji genetik (progeny test ) , uji klon (clonal test ),
Ø      Uji pembuatan bibit meliputi  uji perkecambahan, uji pembuatan bibit, pembangunan kebun pangkas, dsb
Ø      Pembangunan kebun benih seperti Seed Production Area,  Seedling seed Orchard  dan Clonal Seed Orchard
Ø      Pengelolaan Benih (Seed Management) misalnya Teknik penyimpanan, Teknik Perlakuan Benih (Seed Treatment), Uji Kualitas Fisik dan Fisiologi Benih, Sertifikasi Benih,  dsb
Ø      Pembuatan material baru dengan teknik control pollination di Kebun Breeding untuk misalnya mendapatkan Hybrid atau dengan Rekayasa genetic (Genetic Engineering) untuk mendapatkan gen-gen baru.
Ø      Teknik perbanyakan Vegetatif misalnya pembuatan stek, kultur jaringan, budding, grafting, dsb
Ø      Ilmu Kayu baik Fisik, Kimia dan Mekanik dan Industri Perkayuan seperti pengetahuan tentang Wood Density, Kayu Pertukangan, Pulp and Paper, Kerusakan Kayu, Hama Penyakit Kayu, dsb

Untuk bidang ini peranan ilmu-ilmu Genetik, Biologi, Pemuliaan,  Statistika, Metodologi Penelitian, Rancangan Percobaan, Teknologi Benih, Silviculture, Fisiologi Tumbuhan, Hama Penyakit, Ilmu Tanah dan Nutrisi, Ilmu Kayu, Biometrika, Bioteknologi, Biokimia, dan ilmu-ilmu dasar pertanian dan kehutanan menjadi syarat utama. 

Begitu kompleksnya penelitian yang dilaksanakan, maka umumnya lembaga Penelitian di HTI dibagi atau dikelompokkan menjadi kelompok peneliti yang dipisahkan berdasarkan fungsi dan tugas utamanya misalnya Kelompok Penelitian Pemuliaan , Kelompok Penelitian Perbenihan dan Pembibitan , Kelompok Penelitian Bioteknologi, dsb.

2. Rekomendasi Teknik Silviculture

Bagaimanapun baiknya atau unggulnya sebuah material genetic yang dihasilkan dalam proses pemuliaan, maka tidak akan berarti apa-apa jika teknik budidayanya tidak dikuasai dengan baik. Dalam hal ini pada perusahaan HTI, teknik budidaya pohon yang dikembangkan perlu diteliti dan ditemukan teknik-teknik yang paling memberikan produktivitas kayu yang maksimal dan paling menguntungkan secara ekonomi.  Biasanya bidang Research di HTI akan mengerjakan berbagai penelitian seperti :

Ø      Pembuatan Bibit yang baik kualitasnya misalnya menentukan media tumbuh yang terbaik, penentuan Teknik Pemeliharaan Bibit, Hama dan Penyakit di Nursery, Teknik Perbanyakan Klon, dsb
Ø      Tanah dan Unsur Hara (Nutrisi) yang meliputi pekerjaan-pekerjaan Survey Tanah, Pemetaan Tanah, Penentuan Site Kelas , Penentuan Unsur hara yang paling dibutuhkan  dengan berbagai uji-uji pemupukan , dsb
Ø      Teknik dasar Persiapan lahan dengan berbagai kondisi yang ada misalnya untuk areal semak belukar, areal bekas hutan sekunder, areal bekas HTI yang sudah masuk masa panen, areal-areal ekstrim (misalnya gambut, berair, berpasir, berbatu, dsb)
Ø      Teknik establishment dan pemeliharaan tanaman, menyangkut penelitian tentang jarak tanam, pemupukan lanjutan, efek pemangkasan dan penjarangan, penyebaran hama penyakit dan pengendaliannya, penentuan alat-alat dan mesin establishment dan pemeliharaan tanaman, gulma dan suksesinya, dsb, termasuk penelitian tentang kemungkinan untuk melakukan tumpang sari, hasil hutan non kayu, mixed-species, dsb
Ø      Biometrika Hutan yang menyangkut monitoring pertumbuhan, pembuatan model , pendugaan potensi dan site index , tabel volume lokal, dsb
Ø      Teknik Pemanenan menyangkut teknik panen pasca penjarangan, pemanenan dengan alat-alat mekanis, penyusutan berat kayu, pengelolaan biomassa pasca panen, pengelolaan lahan pasca pemanenan termasuk pengelolaan stump/tunggul, trubusan, anakan liar,  dsb

Kompleksitas silvicultur teknis yang harus direkomendasikan pada beberapa jenis tanaman pokok juga akan menjadi beban pekerjaan yang cukup besar karena umumnya beberapa species tanaman hutan memerlukan teknik silvicultur yang berbeda dengan species lainnya. Contoh untuk Gmelina arborea , jenis ini sangat cocok pada wilayah dengan pH tanah  6-8 , sedangkan Acacia spp cocok pada tanah dengan pH 4.5-7 . Acacia spp. dapat bertahan pada kondisi tanah dengan kandungan liat tinggi, sementara Eucalyptus spp. umumnya cocok pada tanah lempung atau liat berpasir. 

Perbedaan teknik silvikultur pada jenis-jenis yang dikembangkan sudah dimulai dengan teknik penanganan benih dan pembuatan bibit di persemaian. Belum lagi kondisi serangan hama penyakit penting untuk masing-masing species akan berbeda-beda dan ditambah dengan kesesuaian lahan dan kebutuhan unsur hara.  Ini semua harus diteliti dengan baik dan dalam terkadang dalam waktu yang bersamaan dengan tuntutan operasional yang akan mengembangkan HTI dengan segera.

Dalam hal ini , peneliti-peneliti di Research HTI harus membekali dirinya dengan berbagai ilmu dan keterampilan seperti Teknik Silviculture, Metodologi Penelitian, Rancangan Percobaan, Ilmu Statistik  dan Terapannya, Ekonomi, Ilmu Tanah, Pestisida, Hama Penyakit, Ilmu Pembibitan, llmu Gulma dan pengendalian Gulma, Biometrika Hutan, Ekologi Hutan, Ilmu Kayu, dsb.

3. Kajian Ekologi HTI

Kelangsungan usaha HTI secara ekonomis harus didukung pula kelestarian pada aspek ekologi dan sosial. Banyak lembaga atau perusahaan HTI yang melakukan penelitian-penelitian terhadap ekologi HTI untuk menjawab permasalahan-permasalahan HTI dari aspek ekologi misalnya:

Ø      Aspek Hidrologi HTI misalnya menyangkut teknik konservasi sumber daya air, pengelolaan sumber daya air tanah, dampak operasional terhadap tata air, dsb
Ø      Flora Fauna HTI misalnya aspek operasional terhadap  populasi satwa dan jenis tumbuhan endemis, pengelolaan satwa dilindungi, dsb
Ø      Perubahan akibat kegiatan HTI terhadap tanah, misalnya soil compaction, erosi, perubahan bahan organic, perubahan komposisi unsur hara, teknik-teknik konservasi tanah, pencemaran tanah oleh bahan kimia, dsb
Ø      Aspek ekologi lain misalnya iklim mikro, areal konservasi,  penyerapan Karbon, pengelolaan ekosistem khusus, dsb

Tentunya penelitian-penelitian bidang ekologi ini memerlukan kajian yang kompleks karena banyak elemen-elemen yang terkait. Tidak mudah melakukan penelitian tentang perubahan kualitas air tanah misalnya hanya dengan menguji kualitas air sungai yang mengalir di kawasan HTI, karena bisa saja sungai itu sudah mengalir melewati kawasan lain , atau tidak mudah menghitung populasi salah satu fauna yang hidup dikawasan HTI untuk suatu waktu tanpa peralatan , sumber daya manusia , dan dana yang besar.  Beberapa lembaga /perusahaan HTI menyerahkan penelitian-penelitian bidang ekologi ini kepada lembaga/instansi pemerintahan/swasta yang kompeten , misalnya Universitas/Perguruan Tinggi atau Lembaga Penelitian seperti LIPI, BPPT, Balai Penelitian Kehutanan, Balai Penelitian Pertanian, dsb.

Walaupun demikian, perusahaan HTI juga dapat menyediakan sumber daya untuk melakukan kajian ekologi yang sederhana. Misalnya monitoring kesuburan tanah, monitoring kualitas air sungai dan air tanah, monitoring perubahan sifat fisik tanah akibat operasional, monitoring tingkat erosi, dsb. Dapat juga melakukan kajian perbandingan – perbandingan berdasarkan dokumen AMDAL /RPL-RKL yang telah ada.

Bidang ini akan membutuhkan pemahaman tentang ilmu tanah, hidrologi, ekologi satwa, dendrology, entomologi, ontology, klimatologi, statistika, metodologi penelitian, rancangan percobaan, Bioteknologi, Phytopatologi, Mikrobiologi, Kimia, dsb.

4. Kajian Sosial HTI

Bidang keempat yang sering juga dikaji oleh Penelitian HTI adalah bidang Sosial Kemasyarakatan. Hal ini tentunya terkait dengan salah satu tujuan pembangunan HTI adalah untuk meningkatkan kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar dan peningkatan tingkat perekonomian masyarakat.  Bidang ini memang sering diteliti bersamaan dengan program pengembangan masyarakat sekitar yang dikaji melalui Studi Diagnostik yang umumnya telah dilakukan sebelum perusahaan HTI melakukan kegiatan produksinya. Sama halnya dengan penyusunan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) yang dipersyaratkan sebelum izin operasional HTI disyahkan.  

Hal-hal yang termasuk dalam kajian sosial misalnya :
Ø      Dampak ekonomi , sosial dan budaya adanya operasional HTI
Ø      Peningkatan ekonomi masyarakat dengan pengembangan Hutan Rakyat atau Pertanian Binaan
Ø      Eksplorasi hasil hutan non kayu dari areal hutan
Ø      Dsb

Kajian tentang aspek sosial kemasyarakatan ini membutuhkan pemahaman tentang ilmu sosial budaya, ilmu ekonomi, pertanahan, hukum, pertanian, peternakan, perikanan, pengolahan hasil pertanian, pemasaran, metodologi penelitian sosial, statistik, administrasi, komunikasi massa, dsb.


PENUTUP

Bidang Research HTI sangat luas cakupannya dan membutuhkan interaksi disiplin ilmu yang sangat banyak. Dibutuhkan sumber daya manusia yang cukup kompeten dibidangnya untuk menjalankan kegiatan penelitian HTI . Selain sumber daya manusia, juga dibutuhkan alat kerja, laboratorium, green-house, pembibitan, kantor dan perlengkapannya, pustaka, dan tentunya semua itu merupakan modal/biaya yang harus disesuaikan dengan perkembangan operasional HTI. 

Tidak mudah menjalankan penelitian HTI yang begitu kompleks dan meliputi aspek yang beragam dan problem yang muncul bersamaan dengan operasional HTI sering tidak terduga sebelumnya dan peranan Penelitian HTI semakin penting untuk menjawab tantangan-tangan tersebut.

Bagi perusahaan , biaya melakukan sebuah penelitian akan menjadi beban biaya operasional dan penelitian dengan segala hasilnya harus “mengembalikannya” dalam bentuk rekomendasi – rekomendasi atau material-material genetik yang dapat diukur nilai ekonomisnya.

Tanaman Gagal................

Layaknya petani, kegagalan tanaman yang telah ditanam dan dipelihara sudah sering terjadi. Sangat banyak penyebab kegagalan tanaman terjadi, misalnya karena cuaca yang kurang baik, banjir, serangan hama dan penyakit, kesalahan penanaman, kurangnya perawatan, dsb. Pada tanaman semusim seperti palawija, kegagalan sangat cepat berlangsung karena umur tanaman biasanya di bawah 6 bulan atau 12 bulan.

Berbeda dengan tanaman semusim, tanaman tahunan seperti tanaman perkebunan (sawit, karet, teh, coklat, kelapa, kopi, cengkeh, durian dan buah2an lainnya, dll) kegagalannya bisa berlangsung cukup panjang. Tentunya pernah kita dengar orang atau pekebun buah durian kesal, karena tanamannya ternyata menghasilkan buah yang kurang enak, padahal sudah dipelihara belasan tahun. Sama halnya dengan kelapa sawit atau salak, yang ternyata adalah pohon berbunga jantan yang hanya menghasilkan bunga tanpa jadi buah, padahal sudah ditunggu tahunan.

Kasus gagal tanaman di HTI juga sering terjadi. Gagal tanaman disini digambarkan dengan tidak tercapainya produksi kayu yang diharapkan sejak awal penanaman. Gagal bisa saja terjadi karena ;

1. Salah bibit

Bibit merupakan awal sebuah produktivitas HTI. Kesalahan pemilihan kualitas genetik bibit dan kualitas phenotype bibit akan menjadi faktor pertama mendapatkan tanaman yang produktivitasnya tinggi. Sembarangan menggunakan benih atau klon, akan menjadi penyebab kegagalan awal. Bahkan dapat disebut kegagalan sudah di depan mata. Mana mungkin mengharapkan kayu 200 ton/ha tetapi menggunakan benih yang kualitas genetiknya hanya 50 ton/ha. Itu sudah hukum biologi, alami yang sudah dibuktikan para pakar dan pengusaha HTI yang terdahulu. Oleh karena itu berkembanglah ilmu pemuliaan dan klassifikasi kualitas genetik . Tidak dapat dipungkiri, ilmu silvicultur yang berkembang setingkat apapun tidak akan pernah mengabaikan kualitas geneik benih/bibit. Walau demikian, sebagus apapun kualitas genetik benih yang disemaikan, maka kualitas fisik bibit tetap juga menjadi standar yang juga harus mengikuti. Tidak ada rumus menggunakan kualitas benih yang baik akan menjamin produktivitas tanaman di lapangan dengan mengabaikan kualitas fisik (phenotype) bibitnya. Bibit tanaman fast growing sudah diteliti banyak pihak diberbagai negara. Banyak literatur dan pengalaman praktis yang membuktikan bahwa kualitas fisik bibit menjadi awal penentuan produktivitas tanaman di lapangan. Syarat-syarat kualitas Fisik Bibit siap tanam juga sudah banyak ditulis dan diseminarkan. Dalam note yang lain, saya juga sudah mencoba menuliskannya. Tidak perlu aneh_aneh, cukup dengan membuat Bibit yang diamater pangkal batangnya memenuhi standar, batang berkayunya cukup, duannya cukup dan sehat, akarnya kokoh,umurnya tidak ketuaan, maka kualitas fisik bibit itu sudah menjamin keberhasilan penanaman. Ini bukan teori, tapi praktek yang sudah diuji dan dipraktekkan diberbagai belahan bumi ini. Intinya, pilih benih/klon kualitas tertinggi (kalau benih gunakan benih dari kualitas Seedling Seed Orchard- SSO atau Clonal Seed Orchard- CSO) , dan jadikan kualitas fisik bibit yang standar (rata-rata disebutkan untuk Fast growing seperti acacia, eucalyptus, gmelina, paraserianthes, harus memiliki diameter pangkal batang > 4 mm, % batang berkayu > 20% dari tinggi total, jumlah daun dewasa minimal 5 helai, umur bibit di container < 4 bulan - 90 hari setelah sapih akan sangat optimal).

2. Penanaman dan Perawatan

Tidak dipungkiri, bagaimanapun kualitas penanaman dan perawatan akan menjadi hal yang kedua yang akan menentukan gagal tidaknya tanaman setelah kualitas benih/bibit yang digunakan. Petani di belahan bumi manapun sudah menerapkan hal ini dengan praktis. Tanaman padi butuh air ketika ditanam, makanya petani selalu memperhatikan cuaca ketika akan menanam. Tanaman jagung juga harus dibersihkan dari gulma kalau tidak mau mendapatkan tanaman kerdil dan menghasilkan tongkol jagung yang ompong. Tanaman kopi perlu dipangkas tunas airnya, agar cabang-cabang utamanya berbunga dan berbuah lebat. Tanaman sawit selalu dipupuk agar tandannya menghasilkan buah yang bernas dan berat serta kadar minyaknnya tinggi. Tanaman teh harus diremajakan cabang2nya agar menghasilkan pucuk2 peko yang berkualitas A dan harganya mahal. Tanaman karet harus diatur penyadapannya agar produksi latex (getah)-nya maksimal. Semua tanaman butuh metode penanaman dan pemeliharaan yang special, tetapi syarat_syarat umum metode penanaman dan pemeliharaan bagi seluruh tanaman adalah sama. Penanaman butuh lobang tanam yang standar, butuh pupuk dasar, butuh top soil penutup lobang, butuh pemadatan tanah disekitar tanaman yang baru ditanam. Tanaman butuh struktur tanah yang gembur agar akarnya segera dapat mengambil air, hara dan bernafas lega. Tanaman tidak suka persaingan yang berat dengan gulma, juga tidak suka bersaing berat dengan tanaman disekitarnya. Tanaman butuh zona perakaran yang memadai, butuh ruang tumbuh yang cukup dan butuh cahaya matahari yang pas dengan tajuknya. Semua ini ada ilmunya. Tidak asal_asalan tanaman padi sawah ditanam dengan jarak 20x20 cm, atau tanaman jagung dengan jarak 70x50 cm, atau tanaman sawit dengan jarak tanaman segitiga 9x9 m, atau tanaman Eucalyptus di Brazil atau di Afsel sana ditanam dengan jarak 3x2 m atau 3x2.5 m atau 4x2 m, dsb. Tidak sembarangan juga tanaman Pinus di Australia dan di Amerika sana di jarangi pada umur 6 dan 10 tahun misalnya, atau tidak sembarangan juga tanaman Jati di Perhutani sana ditanami tanaman pertanian diantara jalurnya dengan tanaman semusim (palawija). Semua ada ilmunya dan itu berdasarkan penelitian/pengalaman lapangan yang sudah puluhan bahkan ratusan tahun. Bahkan pengalaman itu juga pasti sudah mengakomodir adanya kegagalan tanaman. Sangat lucu rasanya kalau kita sebagai petani mencoba melupakan ilmu2 dasar dan pengalaman2 dasar dari pendahulu2 kita.

Lantas, apakah dengan menerapkan ilmu2 praktek dasar itu sudah menjamin tanaman akan berhasil berproduksi maksimal? Jawabannya ; BELUM TENTU !!!! Masih banyak hal_hal yang tidak dapat dikontrol oleh petani atau oleh pembudidaya tanaman. Perubahan cuaca, adanya ledakan hama penyakit, dan interaksi semuanya, menjadi hal yang menentukan berikutnya. Inilah faktor_faktor yang sulit dikendalikan dan dapat menjadi penyebab kegagalan tanaman. Sangat tidak mudah menentukan satu faktor utama penyebab kegagalan tanaman. Semua faktor berinteraksi dengan kuat dan sulit diuraikan jika kita tidak memiliki catatan yang lengkap tentang seluruh faktor2 tadi. Misalnya, ada 1 petak tanaman Acacia berumur 3 tahun , ternyata menghasilkan MAI 5 m3/ha/tahun, sementara disebelahnya ada petak tanaman Acacia yang sama menghasilkan MAI 35 m3/ha/tahun, kemudian ditanya, "mengapa berbeda?"... Sangat sulit menemukan jawabannya jika kita tidak bisa menelusuri seluruh "sejarah" kedua petak tersebut. Kita membutuhkan informasi kualitas genetik bibitnya, kualitas fisik bibitnya, kualitas tanahnya, kualitas penanaman dan pemeliharaannya, dan sejarah lainnya, misalnya apakah pernah ada perbedaan serangan hama penyakit, perbedaan kondisi gulma, perbedaan pemupukan, perbedaan singling, perbedaan weeding, dll. Jika kita hanya menebak-nebak, maka bisa saja tebakan kita melenceng. Misalnya kita sebutkan, " itu karena perbedaan tanah"... Lalu bisa saja kesimpulan untuk melakukan perbaikan dimasa yang akan datang akan salah total.

Dengan catatan masa lalu (historikal), kita dapat mencoba mengerucutkan perbedaan-perbedaan yang ada dan kemudian mencoba menelaah penyebab-penyebab dan akibat-akibatnya pada tanaman. Sangat memalukan sebenarnya seorang pembudidaya yang mencoba "mengklaim" satu faktor menjadi penyebab gagalnya tanaman tanpa memiliki data historikal yang akurat. Ini sama saja dengan mengarang bebas. Apalagi sampai menyebutkan bahwa satu faktor itu menjadi hal yang harus diperbaiki di masa yang akan datang.

Kegagalan tanaman tidak diinginkan siapapun sebagai pembudidaya/petani. Tetapi sangat disarankan untuk menemukan faktor penyebabnya dengan lebih ilmiah dan lebih profesional. Petani tradisional saja tau mengidentidikasi kegagalannya dengan baik, dengan melakukan renungan (flash back) ke masa_masa silam dan berdiskusi dengan sesama petani. Pernahkah petani menanam padi ladang (gogo) ketika musim kering? Atau pernahkah petani durian memangkas cabang2 duriannya? Atau pernahkan petani mengairi atau memupuk sawahnya ketika padi sudah menguning?

Kegagalan tanaman bukan hasil sesaat, tapi merupakan kumulatif dari berbagai faktor dan sangat kompleks...

Berhati_hatilah menyimpulkan sesuatu yang terjadi secara alamiah.......

Bravo Petani/Pembudidaya....